Pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah : “Kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Mahfud MD (1996 : 66) mengemukakan pendapatnya bahwa :
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah mulai dari kebijakan, perencanaan sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka demokrasi. Sedangkan otonomi adalah wewenang yang dimiliki daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan dan dalam rangka desentralisasi.
Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar Daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Agar otonomi daerah dapat dilaksanakan sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai, Pemerintah wajib melakukan pembinaan yang berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan, perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberikan pula standar, arahan, bimbingan, pelatihan, supervisi, pengendalian, koordinasi, pemantauan, dan evaluasi. Bersamaan itu Pemerintah wajib memberikan fasilitasi yang berupa pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan demikian yang dimaksud dengan otonomi daerah itu adalah bagaimana pemerintah daerah dapat mengelola daerahnya dengan baik dengan tidak adanya kesenjangan antara masyarakat dengan pemerintah dengan swakarsa sendiri guna mencapai tujuan yang tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan.
Untuk masalah ini Supriatna, (1992 : 19) mengutarakan bahwa desentralisasi selalu menyangkut persoalan kekuatan dihubungkan dengan pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pejabatnya di daerah atau lembaga-lembaga pemerintahan di daerah untuk menjalankan urusan-urusan pemerintahan. Diungkapkan lebih lanjut bahwa bentuk-bentuk desentralisasi dalam prakteknya adalah :
1) Dekonsentrasi atau desentralisasi administrasi yaitu pemindahan beberapa kekuasaan administratif ke kantor-kantor daerah dari Departemen Pemerintah Pusat, 2) Devolusi atau desentralisasi politik yakni pemberian wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya kepada pejabat regional atau lokal, 3) Delegasi yaitu pemindahan tanggungjawab manajerial untuk tugas-tugas tertentu kepada organisasi yang berada di luar struktur pemerintahan pusat, 4) Privatisasi yaitu pemindahan tugas-tugas ke organisasi-organisasi sukarela atau perusahaan swasta baik yang bersifat mencari keuntungan ataupun yang tidak mencari keuntungan.
Pakar lain yaitu Rondinelli & Cheema (dalam Supriatna, 1992 : 19) mengemukakan bahwa :
Desentralisasi dilihat dari sudut pandang kebijakan dan administrasi adalah transfer perencanaan, pengambilan keputusan, atau otoritas administratif dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit-unit administratif lokal, organisasi semi otonom dan organisasai parastatal, pemerintahan lokal, atau organisasi non pemerintah.
Dengan bahasa yang lain, Litvack & Seddon (1998 : 8) dalam Sadu Wasistiono (2002 : 17) menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada lima kondisi yang penting untuk keberhasilan pelaksanaan desentralisasi yaitu :
1) Kerangka kerja desentralisasi harus memperhatikan kaitan antara pembiayaan lokal dan kewenangan fiskal dengan fungsi dan tanggungjawab pemberian pelayanan oleh Pemerintah Daerah;
2) Masyarakat setempat harus diberi informasi mengenai kemungkinan biaya pelayanan dan penyampaian serta sumber-sumbernya, dengan harapan keputusan yang diambil oleh Pemerintah Daerah menjadi bermakna;
3) Masyarakat memerlukan mekanisme untuk menyampaikan pandangannya yang dapat mengikat politikus, sebagai upaya mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;
4) Harus ada sistem akuntabilitas yang berbasis pada publik dan informasi yang transparan yang memungkinkan masyarakat memonitor efektivitas kinerja Pemerintah Daerah, yang mendorong politikus dan aparatur Daerah menjadi responsif;
5) Instrumen desentralisasi seperti kerangka kerja institusional yang sah, struktur tanggung jawab pemberian pelayanan dan sistem fiskal antar pemerintah harus didesain untuk mendorong sasaran-sasaran politikus.
Sedangkan menurut Bryan & White (1987 : 213-214) bahwa pada kenyataannya ada dua desentralisasi yaitu yang bersifat administratif dan yang bersifat politik, yakni :
Desentralisasi administratif adalah delegasi wewenang pelaksanaan kepada pejabat tingkat lokal yang bekerja dalam batas rencana dan sumber anggaran, kekuasaan dan tanggungjawab tertentu sesuai sifat hakikat jasa dan pelayanan tingkat lokal tersebut. Desentralisasi politik atau devolusi berarti wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap sumber-sumber daya yang diberikan kepada pejabat setempat.
Pengertian desentralisasi itu sendiri menurut Sadu Wasistiono (2002 : 15) yang mengutip pandangan Litvack menyatakan bahwa :
Desentralisasi adalah transfer kewenangan dan tanggung jawab fungsi-fungsi publik. Transfer ini dilakukan dari pemerintah pusat kepada pihak lain, baik kepada daerah bawahan, organisasi pemerintahan yang semi bebas ataupun kepada sektor swasta. Lebih lanjut juga mengemukakan bahwa desentralisasi terbagi menjadi empat tipe yaitu :
1. Desentralisasi politik
2. Desentralisasi administratif, yaitu memiliki tiga bentuk utama yaitu :
a) Dekonsentrasi;
b) Delegasi;
c) Devolusi
3. Desentralisasi fiskal;
4. Desentralisasi ekonomi atau pasar.
Menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Bryan & White (1987 : 226) diketahui bahwa :
Daerah akan mempunyai kemampuan yang kecil saja jika semata-mata ditugaskan untuk mengikuti kebijakan pusat. Jika diserahi tanggungjawab dan sumber daya, kemampuan badan-badan lokal akan meningkat. Disamping itu, asas demokrasi dapat terwujud di daerah dengan adanya kesempatan rakyat untuk ikut serta dalam pemerintahan dan pembangunan serta Pemerintah Daerah wajib bertanggungjawab kepada rakyat setempat dan kepada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh pendapat ahli di atas maka Kaho (1987 : 38) menyebutkan bahwa : “Penyelenggaraan pemerintahan daerah suatu negara tergantung dari bentuk negara yang bersangkutan. Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan sistem desentralisasi yang dapat ditentukan dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945”.
Sejak kemerdekaan ketentuan tersebut telah dioperasionalkan dengan berbagai Undang-Undang yang memberikan kewenangan kepada daerah sesuai asas-asas pemerintahan daerah yang dianut.
Kesenjangan yang terjadi pada sistem pendidikan di Indonesia memang tidak dapat dipungkiri. Kesempatan belajar bagi setiap anak di seluruh Indonesia tidak sama, begitupun berbagai akses yang dimiliki mereka untuk mengenyam pendidikan yang layak sangat bermacam-macam. Dengan diberlakukannya otonomi daerah diharapkan akan muncul sebuah harapan baru untuk mengatasi masalah pendidikan di setiap daerah seperti kesenjangan sistem pendidikan di Indonesia. Tulisan ini akan membahas lebih jauh lagi mengenai upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengatasi masalah tersebut.
Menyelenggarakan pemerintahan jarak jauh atau dikenal dengan asas sentralisasi tidak akan efektif, begitupun di dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan pemerintah pusat tidak dapat melakukan pengawasan terhadap semua daerah terutama yang jauh dari pusat pemerintahan. Oleh karena itu, diperlukan asas dalam mengelola daerah yang meliputi desentalisasi pelayanan publik/rakyat dan dekonsentrasi. Untuk memudahkan pelayanan pendidikan kepada rakyat/publik, otonomi daerah dapat digunakan. Otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dengan adanya otonomi daerah, akan tercipta suatu otonomi pendidikan yang mampu mengatur sistem pendidikan di suatu daerah sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.
Indonesia dikenal dengan pluralisme, sehingga sudah saatnya setiap daerah melaksanakan program pendidikan yang terbaik untuk daerahnya. Sedangkan pemerintah pusat membuat regulasi dan memberikan pengawasan serta bertanggung jawab sepenuhnya bagi terlaksana pendidikan nasional tersebut sebaik mungkin. Otonomi pendidikan sangat tepat dilaksanakan, karena persoalan serta kendala terlaksananya program pendidikan di setiap daerah pada umumnya berbeda-beda. Otonomi pendidikan harus dilakukan, mengingat kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah di setiap daerah juga berbeda-beda. Dengan otonomi pendidikan yang dilakukan di setiap daerah, pendidikan di setiap daerah akan semakin berkembang.
Di daerah yang sudah maju seperti di kota-kota besar yang berada di Pulau Jawa yang letaknya dekat pusat pemerintahan Indonesia, sistem pendidikannya berkembang dengan pesat. Sekolah-sekolah umum negeri memiliki fasilitas pendidikan yang memadai dan akses pendidikan yang baik dan mudah. Sistem pendidikan yang diterapkanpun beragam dan dianggap sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut kompetensi yang baik. Sekolah internasional, homeschooling dan sekolah umum negeri yang memiliki sistem pendidikan yang maju seperti kelas internasional dan akselarasi ditawarkan. Setiap orang tua dapat dengan mudah memilih sekolah yang diinginkan denagn sistem pendidikan yang paling tepat atau dianggap cocok untuk anak-anaknya. Sementara itu, di daerah yang terpencil, masih banyak anak yang masih belum mendapatkan pendidikan dengan baik karena kekurangan guru, ruang kelas yang tidak layak dan akses ke sekolah yang sulit ditempuh. Jangankan untuk mengembangkan sistem pendidikan di sekolah, untuk memperbaiki gedung saja dananya tidak ada. Jika hanya mengandalkan perhatian pemerintah pusat, keadaan ini akan terus berlangsung. Oleh karena itu perlu adanya otonomi pendidikan di daerah.
Pembahasan di atas telah menunjukan bahwa otonomi pelaksanaan pendidikan merupakan salah satu jawaban terbaik terlaksananya program pembelajaran masyarakat dari tingkat dasar, menengah pertama, menengah atas maupun perguruan tinggi. Selain itu, kepala daerah memiliki tanggung jawab terhadap kemajuan pendidikan di daerahnya.
KEPUSTAKAAN
Bisri, I. (2004). Sistem Hukum Indonesia: Prinsip-prinsip dari implementasi hukum di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Mubarak, Z., et al. (2008). Mata kuliah pengembangan kepribadian terintegrasi: buku ajar III manusia, akhlak, budi pekerti & masyar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar