Multikulturalisme adalah sebuah filosofi terkadang ditafsirkan sebagai ideologi yang menghendaki adanya persatuan dari berbagai kelompok kebudayaan dengan hak dan status sosial politik yang sama dalam masyarakat modern. Istilah multikultural juga sering digunakan untuk menggambarkan kesatuan berbagai etnis masyarakat yang berbeda dalam suatu negara.
Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan, yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Dalam konteks pembangunan bangsa, istilah multikultural ini telah membentuk suatu ideologi yang disebut multikulturalisme.
Multikultural adalah berbagai pengalaman yang membentuk persepsi umum terhadap usia, gender, agama, status sosial ekonomi, jenis identitas budaya, bahasa, ras, dan berkebutuhan khusus.
Segala perbedaan yang dimiliki individu maupun kelompok memiliki potensi besar terjadinya konflik antar individu maupun kelompok, bahkan dapat merambah ke perbedaan wilayah yang lebih luas: wilayah geografis, etnis, budaya, agama, keyakinan dan pola pikir.
Multikulturalisme, sebagai suatu paham yang berusaha memahami dan menerima segala perbedaan setiap individu, dikemas dalam program pendidikan untuk menghindari terjadinya konflik.
Multikulturalisme mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi, yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas.
Berbagai konsep yang relevan dengan multikulturalisme antara lain adalah, demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan, kebudayaan sukubangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, domain privat dan publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang relevan.
Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikulturalisme dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka ragam budaya masyarakat seperti Indonesia, maka pendidikan multikulturalisme ini perlu dikembangkan.
Pendidikan multikultural, memfasilitasi peserta didik memiliki karakter kuat untuk bersikap demokratis, pluralis dan humanis.
Melalui pendidikan multikulturalisme ini diharapkan akan dicapai suatu kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam undang-undang dasar.
Inkulturasi proses pemahaman/menerima terhadap nilai-nilai oleh individu maupun kelompok masyarakat terhadap kultur yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi, sehingga berlaku dalam kelompoknya.
Sosialisasi merupakan proses pembelajaran secara sosial dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang dapat memahami norma-norma dan kultur yang berlaku di dalam kelompoknya.
Etnosentris adalah kecenderungan menilai negatif menghukumi terhadap budaya lain dengan tolok ukur kulturnya sendiri. Hal dikarenakan orang akan berpandangan, bahwa tingkahlaku, adat istiadat dinilai tidak manusiawi, anek bahkan primitif (Ainul Yakin, 2005 :15).
Relatifisme kultur bahwa tingkah laku dan adat istiadat yang ada pada kultur orang lain tidak dapat diukur dan dinilai dengan standar yang ada pada kulturnya.
Prejudis merupakan kecenderungan melakukan generalisasi (prasangka) dalam melihat dan menilai seseorang atau sekelompok lainnya tanpa mempedulikan kenyataan, bahwa setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda.
Contoh: apabila seseorang mempunyai prejudis terhadap salah seorang anggota dari suku “A”. Maka ia cenderung menganggap semua orang suku A mempunyai karakter yang sama.
Stereotip memberikan penilaian terhadap sifat-sifat sebagai ciri-ciri khusus yang typical dan edential, yang ada pada seseorang atau golongan masyarakat tertentu.
Contoh: menganggap bahwa gadis dari suku Sunda adalah gadis materialistik; orang padang itu pelit; orang jawa halus sikapnya, sebenarnya sadis.
Sejarah lahirnya pendidikan multikultural
Pendidikan multikultural merupakan perkembangan dari pendidikan inkultural.
Pendidikan multikultural pada awalnya bertujuan agar populasi mayoritas dapat toleran terhadap para imigran baru dan sebagai alat kontrol sosial penguasa terhadap warganya, agar kondisi negara aman dan stabil (Ainul Yakin, 2005:23).
Mulai tahun 1415 negara-negara Eropa melakukan ekspansi menjajah terhadap negara-negara lain di Afrika, Asia dan Amerika yang menimbulkan berbagai penderitaan di wilayah jajahan.
Akibat perang dunia menyebabkan negara-negara Eropa bercerai berai dan saling bermusuhan yang menimbulkan pengangguran, kriminalitas dan berbagai kerusuhan.
Indonesia memiliki pengalaman yang menyedihkan: kekerasan, pemberontakkan, pembumihangusan, dan pembunuhan genocide. Perpecahan dan ancaman disintegrasi bangsa yang terjadi sejak zaman kerajaan Singosari, Sriwijaya, Majapahit, Goa, Mataram hingga saat ini.
Indonesia dengan kondisi geografis dan sosio-kultural yang beragam, menjadi salah satu negara multikultur terbesar. Selain itu ditambah dengan beragamnya agama dan berbagai macam aliran kepercayaan masyarakatnya.
Pengertian pendidikan multikultural
Ide, gerakan pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria maupun wanita, siswa berkebutuhan khusus; dan siswa yang merupakan anggota dalam kelompok ras, etnis, dan kultur yang beragam akan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai prestasi akademik dan non akademik di sekolah.
Pendidikan multikultural, sebagai strategi pendidikan yang diaplikasikan dalam pembelajaran berbagai bidang studi, dengan cara menggunakan perbedaan-perbedaan karakteristik dan kultur peserta didik agar proses pembelajaran efektif memfasilitasi peserta didik mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan pendidikan multikultural dalam proses pembelajaran, disamping peserta didik terfasilitasi mencapai tujuan pembelajaran, juga dapat membangun karakter peserta didik agar mampu bersikap demokratis, humanis dan pluralis dalam lingkungan mereka.
Karena itu yang terpenting dalam pendidikan multikultural, guru tidak hanya dituntut menguasai materi, tetapi secara profesional melalui kegiatan pembelajaran harus mampu menanamkan nilai-nilai demokratis, humanisme, dan pluralisme.
Dengan nilai-nilai multikulturalisme, diharapkan peserta didik selalu menjunjung tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistik, dan kejujuran dalam berperilaku sehari-hari.
Ide & kesadaran akan nilai penting keragaman budaya
Bahwa semua siswa tanpa memandang karakteristik budayanya seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk belajar di sekolah.
Perbedaan itu perlu diterima sebagai suatu kewajaran dan bukan untuk membedakan, sehingga diperlukan sikap toleransi agar bisa hidup berdampingan secara damai baik dalam sekala lokal, regional, nasional dan internasional.
Gerakan pembaharuan pendidikan
Tekait dengan multikultur yang dimiliki bangsa Indonesia, UU No 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS menghendaki bahwa pendidikan diselenggarakan:
1. Secara demokratis, berkeadilan serta tidak diskriminatif serta menjunjung tinggi HAM, nilai: religi, kultural, dan keberagaman suku bangsa.
2. Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
Proses , pendidikan multikultural dipandang sebagai suatu proses yang kontinyu secara demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif yang memfasilitasi siswa mewujudkan perkembangan potensinya secara utuh dan menjadikan dirinya mampu bereksistensi secara lokal, regional, nasional, dan internasional.
Konsep pendidikan multikultural:
1. Kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk mewujudkan petensinya secara utuh
2. Menyiapkan siswa untuk berpartisipasi dalam masyarakat antar budaya
3. Partisipasi aktif sekolah menghilangkan diskriminatif dan penindasan dalam penyelenggaraan pendidikan, sehingga menghasilkan lulusan yang sadar akan keberagaman antar sesama
4. Pendidikan berpusat pada siswa dengan memperhatikan karakteristik individualnya
5. Pendidik menyelenggaraan program pendidikan yang mampu mengakomodasi keberagaman karakteristik individual siswa
Tujuan Pendidikan Multikultural
Tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global
Imron Mashadi (2009) pendidikan multikultural bertujuan mewujudkan sebuah bangsa yang kuat, maju, adil, makmur dan sejahtera tanpa perbedaan etnik, ras, agama dan budaya. Dengan semangat membangun kekuatan di seluruh sektor sehingga tercapai kemakmyran bersama, memiliki harga diri yang tinggi dan dihargai bangsa lain
Tujuan Pendidikan Multikultural mencakup 10 aspek (Sutarno, 2008:1-24)
1. Pengembangan literasi etnis dan budaya. Memfasilitasi siswa memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang berbagai budaya semua kelompok etnis
2. Perkembangan pribadi. Memfasilitasi siswa memahami bahwa semua budaya setiap etnis sama nilai antar satu dengan lain. Sehingga memiliki kepercayaan diri dalam berinteraksi dengan orang lain (kelompok etnis) walaupun berbeda budaya masyarakatnya
3. Klarifikasi nilai dan sikap. Membelajarkan siswa untuk. Pendidikan multikultural mengangkat nilai-nilai inti yang berasal dari prinsip martabat manusia, keadilan, persamaan, kebebasan dan demokratis. Sehingga pendidikan multikultural membantu siswa memahami bahwa berbagai konflik nilai tidak dapat dihindari dalam masyarakat pluralistik
4. untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya
5. untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama.
6. Persamaan dan keunggulan pendidikan. Tujuan ini berkaitan dengan peningkatan pemahaman guru terhadap bagaimana keragaman budaya membentuk gaya belajar, perilaku mengajar dan keputusan penyelenggaraan pendidikan. Keragaman budaya berpengaruh pada pola sikap dan perilaku setiap individu.
sehingga guru harus mampu mehami siswa sebagai individu yang memiliki ciri unik dan memperhitungkan lingkungan fisik dan sosial yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran
7. Memperkuat pribadi untuk reformasi sosial. Pendidikan multikultural memfasilitasi peserta didik memiliki dan mengembangkan sikap, nilai, kebiasaan dan keterampilan, sehingga mampu menjadi agen perubahan sosial yang memiliki komitmen tinggi dalam reformasi masyarakat untuk memberantas perbedaan (disparities) etnis dan rasial.
pendidikan multikultural membantu peserta didik dari berbagai kelompok budaya yang berbeda dalam memperoleh kompetensi akademik yang diperlukan dalam masyarakat yang berpengetahuan
8. Memiliki wawasan kebangsaan/kenegaraan yang kokoh.
Karekteristik pendidikan multikultural, yaitu:
1. belajar hidup dalam perbedaan
2. membangun tiga aspek mutual (saling percaya, saling pengertian, dan saling menghargai)
3. terbuka dalam berfikir
4. apresiasi dan interdependensi
5. serta resolusi konflik dan rekonsiliasi nirkekerasan.
(Zakiyyudin Baidhawy, 2005:78)
(Zakiyyudin Baidhawy, 2005:78)
Kemudian dari karakteristik-karakteristik tersebut, diformulasikan dengan ayat-ayat al-Qur’an sebagai back up strategis (baca:dalil), bahwa konsep pendidikan multikultural ternyata selaras dengan ajaran-ajaran Islam dalam mengatur tatanan hidup manusia di muka bumi ini, terutama sekali dalam konteks pendidikan
Al-Qur’an surat Al Hujuraat, ayat 13: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.
1. Karakteristik belajar hidup dalam perbedaan.
Selama ini pendidikan lebih diorientasikan pada tiga pilar pendidikan:
a. menambah pengetahuan,
b. pembekalan keterampilan hidup (life skill), dan
c. menekankan cara menjadi “orang” sesuai dengan kerangka berfikir peserta didik.
Kemudian dalam realitas kehidupan yang plural, ketiga pilar tersebut kurang relevan dengan kehidupan masyarakat yang semakin majemuk
Maka dari itu diperlukan satu pilar strategis yaitu belajar saling menghargai akan perbedaan, sehingga akan terbangun relasi antara personal dan intra personal.
Dalam terminology Islam, realitas akan perbedaan tak dapat dipungkiri lagi, sesuai dengan Q.S. Al-Hujurat:13 yang menekankan bahwa Allah SWT menciptakan manusia yang terdiri dari berbagai jenis kelamin, suku, bangsa, serta interprestasi yang berbeda-beda.
2. Membangun tiga aspek mutual, yaitu membangun saling percaya (mutual trust), memahami saling pengertian (mutual understanding), dan menjunjung sikap saling menghargai (mutual respect).
Tiga hal ini sebagai konsekuensi logis akan kemajemukan dan kehegemonikan, maka diperlukan pendidikan yang berorientasi kepada kebersamaan dan penanaman sikap toleran, demokratis, serta kesetaraan hak.
Banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan akan pentingnya saling percaya, pengertian, dan menghargai orang lain, diantaranya ayat yang menganjurkan untuk menjauhi berburuk sangka dan mencari kesalahan orang lain (Q.S. al-Hujurat:12), tidak mudah memvonis dan selalu mengedepankan klarifikasi (Q.S. al-Hujurat:6), serta ayat yang menegaskan prinsip tidak ada paksaan (Q.S. al-Baqoroh:256).
Tantangan pendidikan multikultural:
1. Bagaimana pendidikan mampu meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi sebagai upaya meningkatkan dan memelihari pembangunan bekelanjutan
2. Bagaimana membangun kemampuan melakukan research/kajian secara komprehensif di era reformasi dalam membangun kualitas sumber daya manusia
3. Bagaimana kemampuan meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan IPTEK dan seni dalam persaingan global
4. Bagaimana kemampuan menghadapi globalisasi bidang politik dan ekonomi
5. Bagaimana mempertahankan ideologi bangsa/mentalitas bangsa dalam berinteraksi dengan ideologi secara global
Peran guru dan sekolah dalam membangun paradigma keberagaman inklusif (Ainun, 2005:61):
1. Mampu bersikap demokratis. Dalam bersikap dan berbicara tidak diskriminatif (bersikap tidak adil/ menyinggung) murid yang beraga berbeda dengannya.
Contoh: dalam menjelaskan sejarah perang salib, guru mampu bersikap tidak memihak salah satu kelompok yang terlibat dalam perang
2. Peduli terhadap kejadian/peristiwa tertentu yang berkaitan dengan agama.
contoh: dalam peristiwa pengeboman hotel Mariot. Guru harus mampu menjelaskan, seharusnya pengeboman tidak terjadi. Karena setiap agama, mengajarkan umatnya
Pendidikan multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas memerlukan pengenalan terhadap beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat manusia dari beragam suku bangsa, ras atau etnis, dan agama. Keragaman koleksi yang mencakup berbagai subjek dan aspek-aspeknya merefleksikan keterbukaan perpustakaan terhadap isu-isu pluralisme dan multikulturalisme.
Semakin akomodatif kebijakan suatu perpustakaan terhadap berbagai sumber-sumber informasi dari beragam kebudayaan maka berarti perpustakaan tersebut telah menunjukkan kepeduliannya terhadap pendidikan multikulturalisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar