Selasa, 01 Mei 2012

mts c

Meneladani Gaya Kepemimpinan Khulafaurrasyidin*

Oleh: Farid Wajdi Amrullah

Yang termasuk Khulafaur Rasyidin ialah Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Khalifah Umar bin Khattab, Khalifah Utsman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
A. Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq
1. Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq mencari hukumnya dalam kitab Allah, bila tidak memperolehnya, ia mempelajari bagaimana Rosulullah SAW bertindak dalam perkara seperti ini. Dan bila ia tidak menemukannya, ia mengajak tokoh-tokoh yang terbaik untuk bermusyawarah.
2. Sikap Tegas
Bersikap tegas dalam menghadapi orang-orang yang murtad, orang-orang yang mengaku sebagai nabi dan orang-orang yang tidak membayar zakat.
3. Terbuka untuk kritik
Hal ini dapat terlihat sebagaimana dalam khutbah pertama setelah beliau dibaiat menjadi khalifah “Apabila aku berbuat baik, bantulah aku; tapi apabila aku berbuat buruk, maka luruskanlah jalanku”.
B. Khalifah Umar bin Khattab
1. Dekat dan memerhatikan dengan seksama kondisi kehidupan umat.
Menjadi kebiasaannya keluar di malam hari hanya untuk mengetahui persis keadaan umat. Khalifah Umar sering berkeliling tanpa diketahui orang untuk me¬ngetahui kehidupan rakyat terutama mereka yang hidup sengsara. Dengan pundaknya sendiri ia memikul gandum yang hendak di¬berikan sebagai bantuan kepada seorang janda yang sedang dita¬ngisi oleh anak-anaknya yang kelaparan. Ketika mengetahui keadaan si ibu dan anak yang sudah kelaparan, Khalifah Umar merasa bahwa kelaparan yang dialami oleh keluarga miskin tersebut adalah disebabkan karena kelalaiannya dan ketidakmampuannya memberikan keadilan terhadap semua lapisan masyarakat, oleh karena itu, langkah pertama yang beliau lakukan adalah menyelesaikan masalah yang dialami oleh sang ibu dengan memberikan makanan kepadanya.
Kualitas kepemimpinan Umar bin Khatthab adalah cermin dari kualitas pemimpin umat yang bijak, arif, dan adil. Beliau ikut merasakan penderitaan rakyatnya.
2. Memiliki jiwa yang besar dalam menerima kritikan dari rakyat yang dipimpinnya.
Keikhlasan menerima kritikan adalah sebuah sikap yang sangat sulit untuk diwujudkan terlepas dari posisi sosialnya. Pernah pada suatu peristiwa Salman al Farisi membuat perhitungan dengan Khalifah Umar bin Khattab di hadapan orang banyak, yaitu ketika ia melihat Umar mengenakan baju yang bahannya terdiri atas dua kali lipat yang menjadi bagian satu orang rakyat biasa dari bahan yang sama. Maka, Umar meminta kepada putranya, Abdullah agar menjelaskan hal itu. Abdullah langsung bersaksi bahwa ia telah memberikan bagiannya itu kepada ayahandanya.
3. Khalifah Utsman bin Affan
1. Khalifah Utsman bin Affan terkenal dermawan. Sifat-sifat kedermawanan yang dimiliki Utsman sebelum menjadi khalifah masih terbawa ketika dia menjadi khalifah.
2. Khalifah Utsman bin Affan bertindak profesional dalam mengangkat wali-wali negeri untuk memperkuat wilayah kekuasaannya melalui personal yang telah jelas dikenal baik karakteristiknya, hal ini mengingat wilayah kekhilafahan pada masa Khalifah Utsman bin Affan semakin luas. Demikian juga tanggungjawab dakwah dimasing-masing wilayah tersebut.
4. Khalifah Ali bin Abi Thalib
Khalifah Ali bin Abi Thalib terkenal berani dan tegas dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya menegakkan keadilan, menjalankan undang-undang Allah SWT, dan menindak segala macam kezaliman dan kejahatan. Sehingga sesudah ia dibai’ah menjadi khalifah, dikeluarkannya dua ketetapan:
a. Memecat kepala-kepala daerah yang diangkat Khalifah Utsman dan mengangkat pengganti pilihannya sendiri
b. Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagi-bagikan khalifah Utsman kepada famili-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah. Demikian juga hibah atau pemberian Utsman kepada siapapun yang tiada beralasan diambil Ali kembali.
Khalifah Ali bin Abi Thalib juga seorang yang memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan, bidang militer dan strategi perang.
Reproduksi Sejarah
Meneladani artinya mengambil atau mencontoh perbuatan, kelakuan, dan sifat yang baik yang terdapat pada diri seseorang. Gaya kepemimpinan artinya cara memimpin. Meneladani gaya kepemimpinan Khulafaurrasyidin artinya mangambil atau mencontoh cara-cara memimpin yang baik yang pernah dilakukan Khulafaurrasyidin dalam memimpin rakyatnya
Setiap gerak gerik dan tingkah laku Khulafaurrasyidin sudah seharusnya menjadi tauladan bagi kita umat Islam. Dan akan sangat menarik apabila kualitas karakter kepemimpinan Khulafaurrasyidin ini bisa kita transfer kepada pemimpin kita yang barada di bumi Indonesia ini. Gaya kepemimpinan Khulafaurrasyidin yang tegas namun penuh dengan kasih sayang, rasa tanggungjawab yang besar, terbuka untuk kritik adalah mutiara yang patut kita ambil hikmah.
Rasa tanggungjawab ini adalah sebuah sikap yang sangat perlu dimiliki oleh pemimpin kita di Indonesia dalam usaha mengentaskan kemiskinan dan mencerdaskan masyarakat. Bupati misalnya, harus bertanggung jawab terhadap terbebasnya kemiskinan dan kebodohan di wilayahnya, Begitu juga dengan Wali Kota, bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dipimpinnya. Gubernur, sebagai pemegang tampuk kepemimpinan tertinggi di wilayah propinsi harus bertanggung jawab terhadap apa yang dialami oleh rakyatnya.
Para pamimpin kita dalam melakukan perubahan dan perbaikan ekonomi, membenahi pendidikan dan sektor lainnya harus dilakukan sesegera mungkin sehingga masalah tidak semakin menumpuk. Pemimpin di Indonesia perlu bahu-membahu dengan berbagai pihak untuk memberikan solusi aktif dalam menyelesaikan masalah apapun ketika bermunculan kepermukaan.
Hal selanjutnya yang perlu sama-sama kita perhatikan adalah, bersedikah kita termasuk para pemimpin kita sekarang ini, baik yang berlevel gubernur, wali kota, bupati dan pemimpin di bidang lainnya rela menerima kritikan dari bawahannya? Mampukah para pemimpin kita tersebut mengambil pelajaran dari kritikan yang mereka terima? Kritikan itu ibarat pil pahit, yang memang rasanya terasa amat pahit, namun bisa menyembuhkan, kritikan juga bisa kita misalkan sebuah rem di kendaraan, dimana rem tersebut akan mampu menyelamatkan sopir dari kecelakaan. Oleh karena itu hendaklah pemimpin kita di Indonesia ini ikhlas menerima kritikan dalam bentuk apapun sehingga kritikan tersebut bisa menjadi koreksi dan acuan bagi pemimpin dan akhirnya mampu meningkatkan kinerjanya.
Daftar Pustaka
Al Maududi, Abul A’la. Khilafah dan Kerajaan. Bandung: Mizan. 1993.
As’ad, Mahrus. Ayo Mengenal Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung: Penerbit Erlangga. 2009.
Ismail, Faisal. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: CV Bina Usaha. 1983.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1. Jakarta: PT Pustaka Al Husna Baru. 2003.
*Disampaikan pada mata kuliah pendalaman bidang studi Sejarah Kebudayaan Islam 24 Desember 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar