Defenisi Kepemimpinan
Garry Yukl (1994:2) menyimpulkan definisi yang mewakili tentang kepemimpinan antara lain sebagai berikut :
Kepemimpinan adalah prilaku dari seorang individu yang memimpin aktifitas-aktifitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (share goal) (Hemhill& Coons, 1957:7)
Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, kearah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannenbaum, Weschler & Massarik, 1961:24)
kepemimpinan adalah pembentukan awal serta pemeliharaan struktur dalam harapan dan interaksi (Stogdill, 1974:411)
Perkembangan Paradigma Kepemimpinan:
Gaya, Tipologi, Model dan Teori Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan:
- Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan (bakat) bukannya dibuat)
- Teori Sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati).
- Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan
Tipologi Kepemimpinan
Tipe Otoriter :
v Menganggap bahwa organisasi adalah milik pribadi
v Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi.
v Menganggap bahwa bawahan adalah sebagai alat sematamata
v Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat dari orang lain karena dia menganggap dialah yang paling benar.
v Selalu bergantung pada kekuasaan formal
v Dalam menggerakkan bawahan sering mempergunakan pendekatan (Approach) yang mengandung unsur paksaan dan ancaman
Tipe Militeristik :
v Dalam menggerakkan bawahan untuk yang telah ditetapkan, perintah mencapai tujuan digunakan sebagai alat utama.
v Dalam menggerakkan bawahan sangat suka menggunakan pangkat dan jabatannya.
v Senang kepada formalitas yang berlebihan
v Menuntut disiplin yang tinggi dan kepatuhan mutlak dari bawahan
v Tidak mau menerima kritik dari bawahan
v Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan
Ò Tipe Fathernalistik :
v Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa.
v Bersikap terlalu melindungi bawahan
v Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan. Karena itu jarang dan pelimpahan wewenang.
v Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya tuk mengembangkan inisyatif daya kreasi.
v Sering menganggap dirinya maha tau.
Ò Tipe Demokratik :
v Dalam proses menggerakkan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah mahluk yang termulia di dunia.
v Selalu berusaha menselaraskan kepentingan dan tujuan pribadi dengan kepentingan organisasi.
v Senang menerima saran, pendapat dan bahkan dari kritik bawahannya.
v Mentolerir bawahan yang membuat kesalahan dan berikan pendidikan kepada bawahan agar jangan berbuat kesalahan dengan tidak mengurangi daya kreativitas, inisitif dan prakarsa dari bawahan.
v Lebih menitik beratkan kerjasama dalam mencapai tujuan.
v Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses dari padanya.
v Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Model Kepemimpinan
¡ Model Kepemimpinan Kontinum (Otokratis-Demokratis). Tannenbaun dan Schmidt dalam Hersey dan Blanchard (1994) berpendapat bahwa pemimpin mempengaruhi pengikutnya melalui beberapa cara, yaitu dari cara yang menonjolkan sisi ekstrim yang disebut dengan perilaku otokratis sampai dengan cara yang menonjolkan sisi ekstrim lainnya yang disebut dengan perilaku demokratis.
¡ Model Kepemimpinan Ohio. Dalam penelitiannya, Universitas Ohio melahirkan teori dua faktor tentang gaya kepemimpinan yaitu struktur inisiasi dan konsiderasi (Hersey dan Blanchard, 1992). Struktur inisiasi mengacu kepada perilaku pemimpin dalam menggambarkan hubungan antara dirinya dengan anggota kelompok kerja dalam upaya membentuk pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang ditetapkan dengan baik. Adapun konsiderasi mengacu kepada perilaku yang menunjukkan persahabatan, kepercayaan timbal-balik, rasa hormat dan kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dengan anggota stafnya (bawahan).
¡ Model Kepemimpinan Managerial Grid. Jika dalam model Ohio, kepemimpinan ditinjau dari sisi struktur inisiasi dan konsideransinya, maka dalam model manajerial grid yang disampaikan oleh Blake dan Mouton dalam Robbins (1996) memperkenalkan model kepemimpinan yang ditinjau dari perhatiannya terhadap tugas dan perhatian pada orang.
¡ Model Kepemimpinan Kontingensi. Model kepemimpinan kontingensi dikembang-kan oleh Fielder. Fielder dalam Gibson, Ivancevich dan Donnelly (1995) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang paling sesuai bagi sebuah organisasi bergantung pada situasi di mana pemimpin bekerja.
¡ Model Kepemimpinan Tiga Dimensi. Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Redin. Model tiga dimensi ini, pada dasarnya merupakan pengembangan dari model yang dikembangkan oleh Universitas Ohio dan model Managerial Grid. Perbedaan utama dari dua model ini adalah adanya penambahan satu dimensi pada model tiga dimensi, yaitu dimensi efektivitas, sedangkan dua dimensi lainnya yaitu dimensi perilaku hubungan dan dimensi perilaku tugas tetap sama.
Teori Kepemimpinan
Dua teori yaitu Teori Orang-Orang Terkemuka dan Teori Situasional, berusaha menerangkan kepemimpinan sebagai efek dari kekuatan tunggal. Efek interaktif antara faktor individu dengan faktor situasi tampaknya kurang mendapat perhatian. Untuk itu, penelitian tentang kepemimpinan harus juga termasuk ; (1) sifat-sifat efektif, intelektual dan tindakan individu, dan (2) kondisi khusus individu didalam pelaksanaannya. Pendapat lain mengemukakan, untuk mengerti kepemimpinan perhatian harus diarahkan kepada (1) sifat dan motif pemimpin sebagai manusia biasa, (2) membayangkan bahwa terdapat sekelompok orang yang dia pimpin dan motifnya mengikuti dia, (3) penampilan peran harus dimainkan sebagai pemimpin, dan (4) kaitan kelembagaan melibatkan dia dan pengikutnya (Hocking & Boggardus, 1994).
Kesimpulan dan Saran
Dari berbagai studi pustaka yang kami lakukan, ternyata teori kepemimpinan tersebut berkembang secara paralel dalam berbagai dimensi. Pada tulisan ini, kami mengungkapkan setidaknya 5 (lima) dimensi sebagai cakupan model dari pengembangan kepemimpinan masa depan, yaitu sebagai berikut.
¨ Dimensi kecerdasan emosional. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang sanggup mengendalikan atau memainkan emosinya, atau memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.
¨ Dimensi nyali. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang memiliki nyali atau keberanian untuk membuat keputusan dan melaksanakannya demi mencapai sasaran bersama.
¨ Dimensi kematangan karakter. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang tidak menonjolkan diri, sangat mengutamakan kepentingan atau kemajuan bersama dari pada popularitas pribadinya.
¨ Dimensi kompetensi. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang memiliki kompetensi tertentu, terutama yang berkaitan dengan soft skills.
¨ Dimensi prinsip. Inti dari teori kepemimpinan pada dimensi ini adalah pemimpin yang berhasil adalah mereka yang memiliki prinsip yang kuat dalam memimpin, tidak terjebak dalam keraguan, dan selalu berpegang teguh pada prinsip tersebut.
Saran
Banyaknya pendekatan yang dilakukan untuk mencari teori kepemimpinan menghasilkan berbagai sudut pandang, yang menurut hemat kami sejatinya saling melengkapi. Kondisi ini memiliki implikasi praktik kepada setiap pemimpin untuk memperhatikan hal-hal berikut ini.
Ò Pemahaman mengenai berbagai gaya kepemimpinan, agar dapat menghadapi berbagai situasi dengan tepat dan berbagai tipe atau karakteristik orang sehingga dapat dengan efektif mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
Ò Pengembangan kualitas personal yang mendukung, agar dapat dengan efektif berhubungan dengan bawahan dan berbagai pihak lainnya, sehingga mampu mempengaruhi orang lain untuk mengeluarkan yang terbaik dari dalam diri mereka untuk memberikan kontribusi yang optimal bagi kesuksesan organisasi.
Ò Pemahaman mengenai prinsip followership, karena dalam kondisi dan situasi tertentu pemimpin juga menjadi pengikut, sehingga perlu juga menjadi pengikut yang baik agar dapat menjadi pemimpin yang baik. Selain itu, dengan memahami bagaimana menjadi pengikut yang baik, maka dapat memimpin orang lain untuk menjadi pengikut yang baik, dan mempersiapkan mereka menjadi pemimpin yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar