Rabu, 07 Desember 2011

Evaluasi daya pembeda

Tingkat Kesukaran (TK)
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya berkisar 0,00 - 1,00 (Aiken (1994: 66). Semakin besar indeks tingkat kesukaran yang diperoleh dari hasil hitungan, berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal memiliki TK= 0,00 artinya bahwa tidak ada siswa yang menjawab benar dan bila memiliki TK= 1,00 artinya bahwa siswa menjawab benar. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh peserta didik pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal itu.  Rumus ini dipergunakan untuk soal obyektif. Rumusnya adalah seperti berikut ini (Nitko, 1996: 310).




Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnostik biasanya digunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah.

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas menggambarkan tingkat kesukaran soal itu. Klasifikasi tingkat kesukaran soal dapat dicontohkan seperti berikut ini.

0,00 - 0,30 soal tergolong sukar
0,31 - 0,70 soal tergolong sedang
0,71 - 1,00 soal tergolong mudah

Tingkat kesukaran butir soal dapat mempengaruhi bentuk distribusi total skor tes. Untuk tes yang sangat sukar (TK= < 0,25) distribusinya berbentuk positif skewed, sedangkan tes yang mudah dengan TK= >0,80) distribusinya berbentuk negatif skewed.

Tingkat kesukaran butir soal memiliki 2 kegunaan, yaitu kegunaan bagi guru dan kegunaan bagi pengujian dan pengajaran. Kegunaannya bagi guru adalah: (1) sebagai pengenalan konsep terhadap pembelajaran ulang dan memberi masukan kepada siswa tentang hasil belajar mereka, (2) memperoleh informasi tentang penekanan kurikulum atau mencurigai terhadap butir soal yang bias. Adapun kegunaannya bagi pengujian dan pengajaran adalah: (a) pengenalan konsep yang diperlukan untuk diajarkan ulang, (b) tanda-tanda terhadap kelebihan dan kelemahan pada kurikulum sekolah, (c) memberi masukan kepada siswa, (d) tanda-tanda kemungkinan adanya butir soal yang bias, (e) merakit tes yang memiliki ketepatan data soal.

Di samping kedua kegunaan di atas, dalam konstruksi tes, tingkat kesukaran butir soal sangat penting karena tingkat kesukaran butir dapat: (1) mempengaruhi karakteristik distribusi skor (mempengaruhi bentuk dan penyebaran skor tes atau jumlah soal dan korelasi antarsoal), (2) berhubungan dengan reliabilitas. Menurut koefisien alfa clan KR-20, semakin tinggi korelasi antar soal, semakin tinggi reliabilitas.

Tingkat kesukaran butir soal juga dapat digunakan untuk mempredikst alat ukur itu sendiri (soal) dan kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan guru. Misalnya satu butir soal termasuk kategori mudah, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut.
1)    Pengecoh butir soal itu tidak berfungsi.
2)    Sebagian besar siswa menjawab benar butir soal itu; artinya bahwa sebagian besar siswa telah memahami materi yang ditanyakan.

Bila suatu butir soal termasuk kategori sukar, maka prediksi terhadap informasi ini adalah seperti berikut.
1)    Butir soal itu "mungkin" salah kunci jawaban.
2)    Butir soal itu mempunyai 2 atau lebih jawaban yang benar.
3)    Materi yang ditanyakan belum diajarkan atau belum tuntas pembelajarannya, sehingga kompetensi minimum yang harus dikuasai siswa belum tercapai.
4)    Materi yang diukur tidak cocok ditanyakan dengan menggunakan bentuk soal yang diberikan (misalnya meringkas cerita atau mengarang ditanyakan dalam bentuk pilihan ganda).
5)    Pernyataan atau kalimat soal terlalu kompleks dan panjang.

Namun, analisis secara klasik ini memang memiliki keterbatasan, yaitu bahwa tingkat kesukaran sangat sulit untuk mengestimasi secara tepat karena estimasi tingkat kesukaran dibiaskan oleh sampel (Haladyna, 1994: 145). Jika sampel berkemampuan tinggi, maka soal akan sangat mudah (TK= >0,90). Jika sampel berkemampuan rendah, maka soal akan sangat sulit (TK = < 0,40). Oleh karena itu memang merupakan kelebihan analisis secara IRT, karena 1RT dapat mengestimasi tingkat kesukaran soal tanpa menentukan siapa peserta tesnya (invariance). Dalam IRT, komposisi sampel dapat mengestimasi parameter dan tingkat kesukaran soal tanpa bias.


Daya Pembeda (DP)
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu butir soal dapat membedakan antara warga belajar/siswa yang telah menguasai materi yang ditanyakan dan warga belajar/siswa yang tidak/kurang/belum menguasai materi yang ditanyakan. Manfaat daya pembeda butir soal adalah seperti berikut ini.
1)    Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya. Berdasarkan indeks daya pembeda, setiap butir soal dapat diketahui apakah butir soal itu baik, direvisi, atau ditolak.
2)    Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi/membedakan kemampuan siswa, yaitu siswa yang telah memahami atau belum memahami materi yang diajarkan guru. Apabila suatu butir soal tidak dapat membedakan kedua kemampuan siswa itu, maka butir soal itu dapat dicurigai "kemungkinannya" seperti berikut ini.
•    Kunci jawaban butir soal itu tidak tepat.
•    Butir soal itu memiliki 2 atau lebih kunci jawaban yang benar
•    Kompetensi yang diukur tidak jelas
•    Pengecoh tidak berfungsi
•    Materi yang ditanyakan terlalu sulit, schingga banyak siswa yang menebak
•    Sebagian besar siswa yang memahami materi yang ditanyakan berpikir ada yang salah informasi dalam butir soalnya

Indeks daya pembeda setiap butir soal biasanya juga dinyatakan dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal berarti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan warga belajar/siswa yang telah memahami materi dengan warga belajar/peserta didik yang belum memahami materi. Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 sampai dengan +1,00. Semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka semakin kuat/baik soal itu. Jika daya pembeda negatif (<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (warga belajar/peserta didik yang tidak memahami materi) menjawab benar soal dibanding dengan kelompok atas (warga belajar/peserta didik yang memahami materi yang diajarkan guru).

Untuk mengetahui daya pembeda soal bentuk pilihan ganda adalah dengan menggunakan rumus berikut ini.

DP = daya pembeda soal,
BA = jumlah jawaban benar pada kelompok atas,
BB = jumlah jawaban benar pada kelompok bawah,
N  =jumlah siswa yang mengerjakan tes.

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas dapat menggambarkan tingkat kemampuan soal dalam membedakan antar peserta didik yang sudah memahami materi yang diujikan dengan peserta didik yang belum/tidak memahami materi yang diujikan. Adapun klasifikasinya adalah seperti berikut ini (Crocker dan Algina, 1986: 315).

0,40 - 1,00    soal diterima baik
0,30 - 0,39    soal diterima tetapi perlu diperbaiki
0,20 - 0,29    soal diperbaiki
0,19 - 0,00     soal tidak dipakai/dibuang

Untuk lebih jelas silakan download disini untuk contoh analsis butir soal yang pernah penulis kerjakan dengan menggunakan rumus daya pembeda dan tingkat kesukaran dan program ANATESV.4, ternyata dengan menggunakan dua metode didapat hasil yang sama.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar