Kamis, 08 Desember 2011

KURIKULUM MODEL pengembangan kurikulum

A. Latar Belakang.
Model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Sungguh sangat naif bagi para pelaku pendidikan di lapangan terutama guru. kepala sekolah, pengawas bahkan anggota komite sekolah jika tidak memahami dengan baik keberadaan, kegunaan dan urgensi setiap model-model pengembangan kurikulum.
Mengapa guru dituntut untuk mengetahui konsep-konsep tentang kurikulum, dalam hal ini model-model pengembangan kurikulum ? Karena pemahaman tentamng kurikulum itu sendiri merupakan salah satu unusr kompetensi pedagogik yang harus dimilki oleh seorang guru, sesuai dengan bunyi pasal 10, Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentanag Guru dan Dosen, yang mengatakan “ bahwa kompetensi guru itu mencakup kompetensi pedagogik, kompetrensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.”
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang salah satunya kemampuan pengembangan kurikulum. Pada tahun 2006 pemerintah menerapkan pemberlakuan tentang kurikulum baru. Yang berlaku sebagai pengganti kurikulum 2004 yaitu Kurkulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan inovasi baru dalam bidang kurikulum pendidikan di Indonesia, karena dengan adanya KTSP pihak satuan pendidikan dituntut kemampuannya dalam menyusun kurikulum sesuai dengan keadaan,atau kondisi dan keperluan stauan sekolah tersebut yang lebih dikenal dengan system desentralisasi. Yang tentunya ini merupakan perbedaan pada kurikulum sebelumnya yang lebih menitikberatkan pada sekolah untuk melaksanakannya saja sedangkan yang membuat dan menyusunnya adalah pemerintah atau disebut juga denngan system sentralisasi.
Dalam tuntutan kemampuan penyususnan KTSP bagi stekholder-stekholder di sekolah, maka konsep-konsep kurikulum terutama model –model pengembanagn kurikulum patut untuk dipahami dan dimengerti oleh guru, agar dalam pengembanagn KTSP mendapatkan rambu-rambu yang jelas.
Bagaimanakah sebuah kurikulum menjadi sebuah kebijaksanaan yang diberlakukan oleh pemerintah? Apakah orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mengetahui bagaimana proses terjadinya sebuah kurikulum ? Model-model pengembangan kurikulum yang manakah, yang digunakan oleh pemerintah untuk menetapkan sebuah kurikulum yangh berlaku? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang belum terjawab oleh kita, yang bergelut dalam dunia pendidikan.
Petanyaan- pertanyaan di atas ditambah lagi dengan kenyataan yang ada sekarang, bahwa guru-guru ataupun stekholder-stekholder yang ada di sekolah boleh dikatakan mungkin belum pernah untuk menerima dan memahami model-model pengembanagn kurikulum , hal ini dapat dirasakan oleh penulis selama tiga belas tahun menjadi tenaga pendidik. Atas dasar itulah, maka tulisan ini membahas tentang model-model pengembangan kurikulum sebagai sumbangan pemikiran pengetahuan, kepada para pembaca demi kemajuan pengembangan kurikulum,khususnya bagi yang berkepentingan dalam mendalami model-model tersebut.
B.Pengertian Model Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas, menurut Nana Syaodih Sukmadinata pengembangan kurikulum bisa berarti penyusunan kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikuluym yang telah ada (curriculum improvement).(200:1). Sedangkan model adalah abstraksi dunia nyata atau representasi pristiwa kompleks atau sistem, dalam bentuk naratif, matematis, grafis serta lambang-lambang lainnya. (Wina Sanjaya 2007:177).
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pemngembanagn kuirkulum adalah berbagai bentuk atau model yang nyata dalam penyususnan kurikulum yang baru ataupun penyempurnaan kurikulum yang telah ada.
Dalam pengembangan kurikulumn tidak dapat lepas dari berbagai faktor maupun asfek yang mempengaruhinya, seperti cara berpikir, sistem nilai (nilai moral, keagamaan, politik, budaya, dan sosial), proses pengembangan kebutuhan peserta didik, lingkup (scope) dan urutan (sequence) bahan pelajaran, kebutuhan masyarakat maupun arah program pendidikan.
C.Model model Pengembangan Kurikulum
Berdasarkan perkembangan dan pemikmiran para ahli kurikulum, maka dewasa ini telah banyak disajikan model-model pengembangan kurikulum. Setiap model pengembanagn kuirkulum tersesbut memilkiki karakteristik dan ciri khusus pada pola desain, implementasi, evaluasi dan tindak lanjut dalam pembelajaran.
Nana Syaodih Sukmadinata membagi membagi model-model pengembanagan kuirkulum menjadi delapan model yaitu:1. the administrative (line staff model) model, 2. the grass roots model, 3. Beauchamp”s system, 4.the de4monstration model, 5.Taba”s inverted model, 6.Rongers”s in terpersonal relation model, 7.the systematic action reseach model, 8 dan emerging technical model. (2008:161).
Selain itu Ase Suherman dkk membangi model pengembanagn kurikulum menjadi: model Ralph Taba, model administrative, model Grass Roots, model demonstrasi, model Miller-Seller, model Taba”s (inverted model) (2006 60-66). Sementara itu Wina sanjaya membagi model pengembangan kurikulum menjadsi empat bagian yaitu: model Tyler, model Taba, model Oliva dan model Beauchamp.(2008: 82-91).
Di bawah ini akan di paparkan tentang model-model pengembangan kuirkulum tersebut, saru persatu sebagai berikut:
The Administrative (line staff model) Model.
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model pengembangan paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administrasi atau line staff karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidkan dan menggunakan prosedur administrasi.(Nana Syaodih Sukmadinata 2008 : 161).
Model pengambangan ini bersifat sentralisasi, yaitu dengan wewenang adminstrasinya, administreator pendidikan (dirjen, direktur atau kepala dinas pendidikan propinsi membentuk suatu komisi yang anggota-anggotanya terdiri dari tim yang terdiri dari pejabat di bawahnya seperti ahli pendidikan, ahli kuirkulum, ahli disiplin ilmu dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan(tim pengarah). Tugas tim ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah konsep ini tersusun, administrator pendidikan membentuk kembali sebuah tim yang disebut tim kerja (anggotanya para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, dan guru bidang studi yang senior) tim ini bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih oprasional, dijabarkan dalam konsep-konsep dan kebijakan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah mulai dari penyusunan tujuan sampai pada tahap rencana pelaksanaan evaluasi. Setelah selesai maka hasil kerja tim kerja dikaji ulang oleh tim pengarah. Dan setelah mendapatkan beberapa penyempurnaan maka administrator menetapkan mulai berlakunya kurikulum tersebut dan memerintahkan kepada sekolah-sekolah untuk melaksanakannnya. Pada waktu pelaksanaan tim administrator selalu melakukan pemantauan.
Kurikulum dengan pengembangan seperti ini dapat kita lihat dan rasakan pada pelaksanaan kurikulum tahun 1968, 1975, 1984,1994 dan 2004 yang lebih bersifat sentralisasi.
The graas roots model
Model pengembanagan kurikulum ini merupakan kebalikan dari model the administratif model. Model ini lahir dari asumsi yang dikemukakan olewh Stanley dan Shores yang dikurip dari Nana Syaodih Sukmadinata ”…..guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karena itu dialah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya.” (2008: 163). Alur pengembangannya adalah guru, selompok guru atau seluruh guru disuatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum. Pengembangan dapat berkenaan dengan suatu komponen kuirkulum, satu atau bebarapa bidang studi atau pun seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum.Kemudian kurikulum tersebut dapat diberlakukan sebagai pedoman dalam pelaksanan pendidikan atau pengajaran di sekolah tersebut. Kurikulum ini sangat bersifat desentralisasi, karena segala ide mulai dari perencanaan penyusunan sampai pelaksanaannya dilapangan adalah hak otonomi sekolah tersebut, dan pemerintah atau pengambil kebijaksaan yang lebih tinggi dia atasnya tidak mempunyai kewenangan untuk mengubahnya.
Beauchamp”s system
Model pengembangan ini dikemukan oleh seorang ahli yang bernama Beauchamp. Model ini, yang dikutip dari Nana Syaodih Sukmadinata terdiri dari lima tahap, yaitu:
Pengambil kebijakasaan menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup.
Menetapkan personalia yang terlibat dalam pengembangan kuirkulum. Orang yang telibat terdiri dari empat kategori yaitu: 1). Para ahli pendidikan /kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kuirkulum, dan para ahli dari bidang ilmu luar,2). Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, 3). Para profesional dalam sistem pendidikan, 4). Profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Pada langkah ini ditetapkan prosedur dalam penyusunan rumusan tujuan umum dan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi dan menentukan keseluruhan desain kurikulum. Pada tahap ini terdiri dari lima langkah yaitu: 1). Membentuk tim pengembang kurikulum; 2). Mengadakan peniliaan atau penelitian terhadap kurikulum yang ada dan yang sedang digunakan; 3). Studi penjagaan tentang kemungkinan penyusunan kurikulum baru; 4) merumuskan kreteris-kreteria bagi penetuan kuirkulum baru; dan 5). Penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
Implementaqsi kurikulum
Evalauasi kurikulum ( evalusai pelaksaaan kurikulum oleh guru, evaluasi desain kurikulum, evaluasi hasil belajar siswa, dan evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum).(2008:163-165).
The demosntration model
Model ini pada dasarnya bersifat grass roots, yang datang dari bawah. Bedanya pada model grass roots pengembangan kuirkulum adalah murni dari oaring-orang yang berada dalam suatu sekolah tanpa campur tangan oleh pemerintah atau para ahli.
Model ini diprakarsai oleh guru atau sekelompok guru yang bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Menurut Smith, Stanley dan Shores ada dua variasai dalam model ini yaitu: pertama, sekelompok guru dari suatu sekolah atau beberapa sekolah ditunjuk oleh pengambil kebijaksaan untuk melakukan percobaan tentang salah satu atau beberapa segi/komponen kurikulum, kedua, kurang bersifat formal yaitu beberapa orang guru merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada, kemudian mereka mencoba mengadakan penelitian, perbaikan dan pengembangan sendiri.
Taba”s inverted model
Menurut Taba pengembangan model ini lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru, karena bersifat induktif, yang merupakan inverse atau arah terbalik dari model tradisional. Model ini terdiri dari lima langkah yaitu:
Mengadakan unit-unit eksprimen bersama guru-guru, unit yang dieksprimen meliputi: mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan-tujuan khusus, memilih isi, mengorganisasi isi, memilih pengalaman belajar, mengorganisasi pengalaman belajar, mengevaluasi dan melihat sekuens dan keseimbangan.
Menguji unit eksprimen, yang bertujuan untuk mengetahui validitas, keperaktisan serta serta kelayakan penggunaannya.
Mengadakan revisi dan konsolidasi (tahap perbaikan dan penyempurnaan serta penarikan kesimpulan).
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum yang dilakukan untuk mengetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah masuk atau sesuai.
Implementasi dan disemenasi
Roger”s interpersonal relations model
Model ini lahir dari asumsi yang menurut Roger bahwa manusia berada dalam proses perubahan (becoming, dveloping, chaning), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut.(Nana Syaodih Sukmadinata, 2008:167). Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk membantu memperlancar dan mempercepat perubahan ke arah perkembangan. Guru atau pendidik bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak. Roger mengemukakan model ini terdiri dari empat langkah yaitu:
a.Pemilihan target dari sistem pendidikan, pada langkah ini kreteria yang harus ada adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan kelompok yang intensif. Selama satu minggu para pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana yang relaks, tidak formal.
b. Partisifasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Guru dan pejabat pendidikan bersama-sama mengikuti kegiatan kelompok yang intesif, dari pertemuan tersebut diperoleh hal-hal yang merupakan ide-ide dalam pengembangan kurikulum di lapangan.
c. Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Siswa dilibatkan dalam pertemuan kelompok intensif antara pejabat pendidikan dan guru.
d. Partisifasi orang tua dalam kegiatan kelompok, artinya orang tua telibat juga dalam kegiatan intensif kelompok tersebut.
Model pengembanmgan ini merupakan kulminasi dari semua kegiatan kelompok di atas, berkat berbagai bentuk aktivitas dalam intreraksi ini individu akan berubah.
The systematic action-research model
Model ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini menekankan pada: hubungan insana, sekolah dan organisasi masyarakat, dan wibawa dari pengetahuan profesional. Model ini terdiri dari dua langkah yaitu:
Mengadakan kajian secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut.
Implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama, kegiatan ini segera diikuti oleh kegiatan pegumpulan data dan fakta-fakta. Data-data tersebut berfungsi: menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, dan sebagai bahan unutk menentukan tindakan lebih lanjut.
Emerging technical models.
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efesiensi efektivitas dalam bisnis, juga mepengaruhi perkebangan model-model kurikulum. Hal ini di dasarkan pada:
The berhavioral analisys model, menekankan penguasaan prilaku atau kemampuan. Suatu kemampuan atau prilaku yang kompleks diuraikan menjadi prilaku-prilaku yang sederhana, yang tersusun secara hirarkis.
The system analisys model, berasal dari gerakan efesiensi bisnis. Langkah pertama dalam model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrumen untuk menilai ketercapaian-ketercapaian hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah ketiga mengedintifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
The computer-based model, suatu model pengembangan kurikulum dengan memamafaatkan komputer. Pengembangan dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Setelah diadakan pengelolaan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil yang dicapai siswa disimpan dalam komputer.
9.Model Saylor, Alexander, dan lewis
Menurut Saylor, Alexander, dan Lewis kurikulum merupakan sebuah perencanaan untuk menyediakan seperangkat kesempatan belajar bagi individu supaya menjadi terdidik. Perencanaan kurikulum merupakan beberapa rencana unit-unit kecil pada bagian-bagian tertentu dari sebuah kurikulum. Langkah-langkah pengembangan kurikulum model Saylor dkk adalah:
1. Perumusan Goals dan Objective
Saylor dkk. mengklasifikasikan tujuan menjadi empat domain, yaitu pengembangan pribadi, kompetensi sosial,keterampilan belajar yang berkesinambungan, dan spesialisasi.
2. Merancang Kurikulum, yaitu tahapan dalam menentukan kesempatan belajar untuk setiap domain, bagaimana dan kapan kesempatan belajar itu diberikan.
3. Implementasi Kurikulum, yaitu tahapan untuk menentukan metode dan strategi yang akan digunakan untuk menjalin hubungan dan berinteraksi dengan para siswa.
4. Evaluasi Kurikulum meliputi:
a. Evaluasi program pendidikan sekolah secara keseluruhan, meliputi tujuan institusional, sub tujuan institusional, tujuan instuksional, efektivitas instruksional,dan prestasi siswa dalam beberapa bagian program sekolah.
b. Evaluasi program untuk menentukan apakah tujuan institusional dan tujuan instruksional sudah tercapai atau belum?
10.Model Tyler
Model kurikulum ini termasuk model kurikulum yang paling klasik dan mendasari model-model yang lain. Dalam bukunya yang mahsyur yaitu; basic principles of Curriculum and Instruction. Tyler,(Oliva 199 ; 165 ) merekomendasikan bahwa perencana kurikulum untuk mengindetifikasi tujuan umum dengan mengumpulkan data dari tiga sumber : siswa, kehidupan kontemporer di luar sekolah, dan mata pelajaran. Setelah mengindetifikasi beberapa tujuan umum, perencana kurikulum mengisi dengan memilah menjadi dua aliran utama; pendidikan dan filsafat pendidikan bagi sekolah dan psikologi pembelajaran. Tujuan umum dengan meningkatkan menjadi tujuan instruksional khusus. Dalam menggambarkan tujuan umum, Tyler merujuknya sebagai tujuan, tujuan pendidikan jangka menengah dan tujuan pendidikan jangka panjang.
Tyler,(Hamalik 2000:39) merumuskan empat pertanyaan sentral yang meminta jawaban secara rasional bagi perencanaan kurikulum ialah :
1. Apa tujuan yang harus dicapai oleh sekolah ?
2. Apa pengalaman-pengalaman belajar yang dapat disediakan untuk mencapai tujuantujuan tersebut
3. Bagaimana mengorganisasikan pengalaman-pengalaman tersebut ?
4. Bagaimana kita dapat memutuskan apakah tujuan-tujuan tersebut tercapai ?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menunjukkan, bahwa perencanaan kurikulum dapat menjadi suatu proses yang dikontrol dan logis, dimana langkah pertama adalah yang paling penting.
Kerangka kerja ini besar pengaruhnya di USA, karena keputusan-keputusan utama mengenai isi kurikulum dibuat oleh dewan pendidikan setempat(lokal). Dengan kerangka kerja ini, publik dapat menilai pekerjaan sekolah dengan membandingkan antara tujuan – tujuan dengan hasil yang dicapai.
Pengembangan kurikulum model Tyler ini mungkin yang terbaik, dengan penekanan khusus pada fase perencanaan. Walaupun Tyler mengajukan model pengembangan kurikulum secara komprehensif tetapi bagian pertama dari modelnya(seleksi tujuan) menerima sambutan yang hangat dari pada pendidikan.
Langkah – langkah Pengembangan Kurikulum
Langkah 1: Tyler merekomendasikan, bahwa perencana kurikulum agar menindetifikan tujuan umum( tentative general objectives ) dengan mengumpulkan data dari tiga sumber, yaitu : kebutuhan peserta didik, masyarakat( fungsi yang diperlukan ), dan subject matter.
Langkah 2 : Setelah mengidentifikasikan beberapa buah tujuan umum, perencana merifinenya dengan cara menyaring melalui dua saringan, yaitu filosofi pendidikan dan psikologi belajar. Hasilnya akan menjadi tujuan pembelajaran khusus dan menyebutkan juga pendidikan sekolah dan filosofi masyarakat sebagi saringan pertama untuk tujuan ini.
Selanjutnya perlu disusun garis-garis besar nilai-nilai yang didapat dan mengilustrasikan dengan memberi teknan pada empat tujuan demokratis. Untuk melaksanakan penyaringan, para peserta didik harus menjelaskan prinsip-prinsip belajar yang baik, dan psikologi belajar membeirkan ide melaksanakan kegiatan secara efisien. Tyler pun menyarankan agar pendidikan memberi perhatian kepada cara belajar yang dapat :
• Mengembangkan kemampuan belajar
• Menolong dalam memperoleh informasi
• Mengembangkan sikap masyarakat
• Mengembangkan minat
• Mengembangkan sikap kemasyarakatan
Langkah 3 : menyelaksi pengalaman belajar yang menunjang pencapaian tujuan. Penentuan pengalaman belajar harus mempertibangkan persepsi dan pengalaman yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Langkah 4: Mengorganisasikan pengalaman belajar ke dalam unit-unit dan menggambarkan barbagai prosedur evaluasi.
Langkah 5: Mengarahkan dan mengurutkan pengalaman-pengalaman belajar dan mengaitkan dengan evaluasi terhadap keefektifitan perencanaan dan pelaksanaan.
Langkah 5: Evaluasi pengalaman belajar. Evaluasi merupakan komponen penting dalam pengembangan kurikulum.
Sehubungan dengan hal tersebut Tyler (1949) memperingatkan agar dibedakan antara konten ( isi) pelajaran atau kegiatan-kegiatan belajar dengan pengalaman belajar, karena pengalaman belajar merupakan pengalaman yang diperoleh dan dialami anak-anak didik sebagai hasil belajar dan interaksi mereka dengan konten(isi) dan kegiatan belajar. Untuk mengembangkan pengalaman belajar yang mereka peroleh harus bermuara pada pemberian pengalaman para belajar yang dirancang dengan baik dan dilaksanakan dengan benar. Dari beberapa konsepsi kurikulum diatas kelihatan bahwa kurikulum dapat dilihat dari segi yang sempit atau dari segi yang luas ( sebagai pengalaman yang diperoleh di sekolah atau diluar sekolah ).
11. Model Oliva
Menurut Oliva dalam membuat rencana tentang perkembangan kurikulum terbagi menjadi tiga kriteria;sederhana, komprehensif, systematik .Meskipun model ini menggambarkan beberapa proses yang berasumsi pada model sederhana.model-model ini terdiri dari 12 komponen.Kedua belas komponen menggambarkan langkah demi langkah pengembangan kurikulum yang komprehensif.Model tersebut digambarkan dalam bentuk segi empat dan lingkaran.Segi empat menggambarkan tentang proses perencanaan sedangkan lingkaran menggambarkan proses operasional.Proses dimulai dengan komponen I, karena pada fase ini para pengembang kurikulum menentukan tujuan dari pendidikan serta landasan filosophy dan psikologi.Tujuan ini diyakini berasal dari kebutuhan masyarakaty dan kebutuhan hidup individu dimasyarakat.Komponen ini menggabungkan konsep yang sama dengan tyler.
Komponen II membutuhkan sebuah analisis kebutuhan masyarakat dimana suatu sekolah berada,kebutuhan siswa dilayani oleh masyarakat.Komponen III dan IV disebut sebagai tujuan khusus kurikulum berdasarkan tujuan, keyakinan. Tugas dari komponen V adalah untuk mengorganisir dan mengimplementasikan kurikulum, membentuk dan membangun struktur dengan kurikulum yang akan diorganisir.
Pada komponen VI dan VII melukiskan perincian lebih lanjut dalam pelaksanaan lewat pengajaran yang mencakup tujuan instruksional umum dan khusus.Komponen VIII menunjukkuan strategi agar tujuan tercapai dikelas.Sekaligus dalam fase ini pembina kurikulum secara pendahuluan mencari teknik evaluasi(komponen IX) yang dilanjutkan dengan komponen X dimana pembelajaran dilaksanakan.
KomponenXI adalah evaluasi sesungguhnya mengenai prestasi siswa, keefektifan pengajaran.
Komponen XII merupakan evaluasi kurikulum atau keseluruhan program.hal terpenting adalah umpan balik dari setiap evaluasi untuk pengembangan lebih lanjut.Jadi inti dari semua komponen adalah komponen I sampai IV dan VI sampai IX adalah tahap perencanaan, sementara X-XII adalah tahap operasional. Komponen V merupakan perpaduan antara perencanaan dan operasional.
Model Oliva dapat dipandang terdiri dari dua submodel:komponen I-V dan XII sebagai submodel pengembangan kurikulum.Komponen VI-XI sebagai model pengembangan pengajaran.
Secara terperinci model tersebut mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Spesifikasi kebutuhan siswa umumnya
2. Spesifikasi kebutuhan masyarakat
3. Pernyataan filsafat dan tujuan pendidikan
4. Spesifikasi kebutuahn siswa tertentu
5. Spesifikasi kebutuhan masyarakat lingkungan sekolah
6. Spesifikasi kebutuhan mata pelajaran
7. Spesifikasi tujuan kurikulum sekolah
8. Spesifikasi tujuan kurikulum sekolah lebih lanjut(lebih khusus)
9. Organisasi dan implementasi kurikulum
10. Spesifikasi tujuan instruksional umum
11. Spesifikasi lebih lanjut dan khusus tujuan instruksional
12. Seleksi strategi instruksional
13. Seleksi awal strategi evaluasi
14. Implementasi pengajaran/instruksional
15. Seleksi akhir strategi evaluasi
16. Evaluasi pengajaran dan modifikasi komponen-komponennya
17. Evaluasi kurikulum dan modifikasi komponen-komponen kurikulum
Dari berbagai model diatas nampak ada persamaan dan perbedaan. Taba dan Tyler melukiskan langkah-langkah, Alexander dan Saylor melukiskan proses, sedangkan Oliva melukiskan komponen-komponen pengembangan kurikulum.Tidak ada model yang sempurna demikian juga dikatakan suatu model lebih baik dari yang lain.
D.Fungsi Model Kurikulum Bagi Guru
Wina Sanjaya mengutip pendapat Nadler yang menjelaskan bahwa model yang baik adalah model yang dapat menolong sipengguna untuk mengerti dan memahami suatu proses secara mendasar dan menyeluruh.(2008: 82). Hal ini berarti model pengembangan kurikulum yang baik adalah model yang dapat membantu para pengembang kurikulum dalam mengembangkan kurikulum di lapangan.
Berkenaan dengan model-model pengembangan kurikulum diatas, maka fungsi model pengembangan kuirkulum bagi guru adalah:
1.Sebagai pedoman bagi guru untuk memilih model pengembangan yang sesuai dengan pelaksanaan pengembangan kurikulum di lapangan.
2. Sebagai bahan pengetahuan untuk melihat lahirnya bagaimana sebuah kurikulum tercipta dari mulai perencanaan sampai pelaksanaan di lapangan, yang mungkin selama ini guru hanya mengetahui bahwa kurikulum itu sebagai sesuatu yang siap saji., padahal melalui proses yang panjang sesuai dengan model mana yang di;pilih oleh pengembang kurikulum atau penganbil kebijaksanaan.
3.Sebagai bahan untuk menyusun kurikulum yang sesuai dengan visi, misi, karakteristik, dan sesuai dengan pengalaman belajar yang diharapkan atau dibutuhkan oleh siswa.
4. Sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang merupakani bagian tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru.
5. Sebagai bahan untuk melihat perbandingan dan keberhasilan tentang model pengembangaan kurikulum yang digunakan suatu sekolah, yang nantinya diharapkan untuk memperbaiki kurikulum yang dilaksanakan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keberadaan model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dan sangat urgen untuk difahami oleh barbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pengembangan kurikulum.
Banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model pengembangan kurikulum, namun dari berbagai model tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan masing-masing model arah titik berat pengembangannya sangat berbeda, ada yang menitikberatkan pada pengambil kebijaksanaan, pada perumusan tujuan, perumusan isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu sendiri dan evaluasi kuirkulum.
`Pemilihan suatu model pengembangan kuirkulum bukan saja didasrkan pada asas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal., tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan desentralisasi. Model penegembangan kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kuirkulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial,
B. Saran.
1. Sebagai tenaga profesional guru dituntut untuk memiliki sejumlah pengetahuan yang berhubungan dengan kurikulumkarena kuirkulum merupakan nadi penggerak dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar.Hal ini dapat dilakukan memalui pelatihan, penelituian atau memperkaya diri dengan melalui bahan bacaan, internet dan sebagainya.
2. Diharapkan dengan berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, guru dapat memilih model pengembangan kuiurkulum yang tepat dan diharapkan dengan pilihan tersebut dapat diimplementasikan dalam pengembangan kurikulum di sekolah.
3. Dengan telah diketahui dan dipahaminya tentang model-model pengembangan kurikulum diharapkan dalam pelaksanaan perancangan KTSP yang berlaku disatuan pendidikan tertentu, benar-benar merupakan hasil karya antara stekholder-stekholder yang berada di suatu sekolah, bukan merupakan copy paste dari KPTS sekolah lain.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik,Oemar (2000). Model-model Pengembangan Kurikulum. Bandung: Yayasan Almadani Terpadu.
Hamalik, Oemar. (2008). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung; PT Remaja Rosdakarya.
Oliva, P.F.(1991). Developing the Curriculum. Third Edition,United States: Harper Collins Publisher
Sukmadinata,N.S.(2008) Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek: Bandung; PT. Remaja Rosdakarya
Suherman, Ase, dkk. (2006). Kurikulum dan Pembelajaran. TIM Pengembang Kurikulum dan Pembelajaran, Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan-Universitas Pendidikan Indonesia.
Sanjaya, Wina (2008). Kurikulum dan Pembelajaran, Teori dan Praktik Pengembangan Kuirkulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta; Fajar Interpratama Offset.
Sanjaya, Wina. (2007). Kajian Kurikulum dan Pembelajaran. Sekolah Paqscasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Tyler W. Ralph (1949). Basic Principles Of Curriculum Ande Instruction. London; The University Of Chicago Press.
*.Mahasiswa S2 Pengembangan Kurikulum, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar