Awal kurikulum terbentuk pada tahun 1947, yang diberi nama Rentjana  Pembelajaran 1947. Kurikulum ini pada saat itu meneruskan kurikulum yang  sudah digunakan oleh Belanda karena pada saat itu masih dalam psoses  perjuangan merebut kemerdekaan. Yang menjadi ciri utama kurikulum ini  adalah lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia yang berdaulat  dan sejajar dengan bangsa lain.
Setelah rentjana pembelajaran  1947, pada tahun 1952 kurikulum Indonesia mengalami penyempurnaan.  Dengan berganti nama menjadi Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Yang  menjadi ciri dalam kurikulum ini adalah setiap pelajaran harus  memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan  sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964 pemerintah  kembali menyempurnakan sistem kurikulum pendidikan di Indonesia. Kali  ini diberi nama dengan Rentjana pendidikan 1964. yang menjadi ciri dari  kurikulum ini pembelajaran dipusatkan pada program pancawardhana yaitu  pengembangan moral, kecerdasan, emosional, kerigelan dan jasmani.
Kurikulum  1968 merupakan pemabaharuan dari kurikulum 1964. Yaitu perubahan  struktur pendiddikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa  pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Pemabelajaran  diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan serta  pengembangan fisik yang sehat dan kuat
kurikulum 1975 sebagai  pengganti kurikulum 1968 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih  efisien dan efektif. Metode materi dirinci pada Prosedur Pengembangan  Sistem Instruksi (PPSI). Menurut Mudjito (dalam Dwitagama: 2008) Zaman  ini dikenal dengan istilah satuan pelajaran yaitu pelajaran setiap  satuan bahasan. Setiap satuan dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan  intruksional khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan  belajar-mengajar, dan evaluasi.
 Kurikulum  1984 mengusung proses skill approach. Meski mengutamakan pendekatan  proses, tapi faktor tujuan itu penting. Kurikulum ini juga sering  disebut dengan kurikulum 1975 yang disempurnakan. Posisi siswa  ditempatkan sebgai subyek belajar. Dari mengamati sesuatu,  mengelompokkan, mendiskusikan,hingga melaporkan. Model ini disebut  dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).
  Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum  sebelumnya. “Jiwanya ingin mengkombinasikan antara Kurikulum 1975 dan  Kurikulum 1984, antara pendekatan proses,” kata Mudjito menjelaskan  (dalam Dwitagama: 2008).
 Kurikulum  1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan  sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan  Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu  dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan  sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap  diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima  materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya sebagai berikut:
Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan. 
Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi). 
Kurikulum  1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum  untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum  inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri  disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar. 
Dalam  pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi  yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik,  dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal  yang mengarah kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan  lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan. 
Dalam  pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan  konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga  diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan  pada pemahaman konsep dan pengajaran yang menekankan keterampilan  menyelesaikan soal dan pemecahan masalah. 
Pengajaran  dari hal yang konkrit ke ha yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal  yang sulit dan dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks. 
Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman. 
  Selama dilaksanakannya kurikulum 1994 muncul beberapa permasalahan,  terutama sebagai akibat dari kecenderungan kepada pendekatan penguasaan  materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut:
Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya materi/ substansi setiap mata pelajaran. 
Materi  pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat  perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait  dengan aplikasi kehidupan sehari-hari. 
  Permasalahan di atas saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994.  Hal ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum  tersebut. Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya suplemen  kurikulum 1994. Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap  mempertimbangkan prinsip penyempurnaan kurikulum, yaitu:
Penyempurnaan  kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan kurikulum  dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan  kebutuhan masyarakat. 
Penyempurnaan  kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat antara tujuan  yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan keadaan  lingkungan serta sarana pendukungnya. 
Penyempurnaan  kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi  pelajaran dan kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa. 
Penyempurnaan  kurikulum mempertimbangkan brbagai aspek terkait, seperti tujuan materi  pembelajaran, evaluasi dan sarana-prasarana termasuk buku pelajaran. 
Penyempurnaan  kurikulum tidak mempersulit guru dalam mengimplementasikannya dan tetap  dapat menggunakan buku pelajaran dan sarana prasarana pendidikan  lainnya yang tersedia di sekolah. 
  Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah  dilaksanakan bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan  penyempurnaan jangka panjang. Implementasi pendidikan di sekolah mengacu  pada seperangkat kurikulum. Salah satu bentuk invovasi yang  dikembangkan pemerintah guna meningkatkan mutu pendidikan adalah  melakukan inovasi di bidang kurikulum. Kurikulum 1994 disempurnakan lagi  sebagai respon terhadap perubahan struktural dalam pemerintahan dari  sentralistik menjadi disentralistik sebagai konsekuensi logis  dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tentang otonomi daerah.
  Pada era ini kurikulum yang dikembangkan diberi nama Kurikulum Berbasis  Kompetensi (KBK). KBK adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang  kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian,  kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam  pengembangan kurikulum sekolah (Depdiknas, 2002). Kurikulum ini menitik  beratkan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas  dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan  oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap serangkat kompetensi  tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman,  kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, agar dapat melakukan  sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan dan keberhasilan dengan penuh  tanggungjawab.
Adapun karakteristik KBK menurut Depdiknas (2002) adalah sebagai berikut:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupu klasikal. 
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. 
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. 
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. 
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Kurikulum  ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK yang diberi nama Kurikulum  Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP ini merupakan bentuk implementasi  dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang  dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah  Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan  Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan  dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1)standar isi,  (2)standar proses, (3)standar kompetensi lulusan, (4)standar pendidik  dan tenaga kependidikan, (5)standar sarana dan prasarana, (6)standar  pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7)standar penilaian pendidikan.
  Kurikulum dipahami sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai  tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai  pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan  pendidikan tertentu, maka dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19  Tahun 2005, pemerintah telah menggiring pelaku pendidikan untuk  mengimplementasikan kurikulum dalam bentuk kurikulum tingkat satuan  pendidikan, yaitu kurikulum operasional yang disusun oleh dan  dilaksanakan di setiap satuan pendidikan.
  Secara substansial, pemberlakuan (baca: penamaan) Kurikulum Tingkat  Satuan Pendidikan (KTSP) lebih kepada mengimplementasikan regulasi yang  ada, yaitu PP No. 19/2005. Akan tetapi, esensi isi dan arah pengembangan  pembelajaran tetap masih bercirikan tercapainya paket-paket kompetensi  (dan bukan pada tuntas tidaknya sebuah subject matter), yaitu:
Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal. 
Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman. 
Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi. 
Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif. 
Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi. Terdapat  perbedaan mendasar dibandingkan dengan KBK tahun 2004 dengan KBK tahun  2006 (versi KTSP), bahwa sekolah diberi kewenangan penuh dalam menyusun  rencana pendidikannya dengan mengacu pada standar-standar yang  ditetapkan, mulai dari tujuan, visi-misi, struktur dan muatan kurikulum,  beban belajar, kalender pendidikan hingga pengembangan silabusnya 
A.Kurikulum
  Kurikulum adalah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan  dipelajarai oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan (Hamalik,  2003: 16). Menurut nasution (1999: 5) kurikulum adalah segala usaha  sekolah untuk mempengaruhi anak belajar apakah dalam ruangan kelas,  dihalaman sekolahataupun diluar sekolah termsuk kurikulum. 
  Menurut hemat saya dari setiap perubahan kurikulum pendidikan telah  menunjukkan perbaikan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Namun hal itu  tidak dibarengi dengan kemajuan kompetensi siswa yang dimiliki. Hal ini  terbukti dari posisi negara kita dalam tingkat kemajuan pendidikan  masih kalah jauh dengan negara tetangga yang notabene secara geografis  negara kita lebih luas. Logikanya semakin luas, jumlah pendudukpun  semakin banyak, otomatis bannyak bakat-bakat yang terdapat dalam setiap  individu-individu bangsa Indonesia. Menurut Okta (2007), Secara  peringkat. Berdasarkan dalam laporan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa  (PBB) untuk bidang pendidikan, United Nation Educational, Scientific,  and Cultural Organization (UNESCO), yang dirilis pada Kamis (29/11/07)  menunjukkan, peringkat Indonesia dalam hal pendidikan turun dari 58  menjadi 62 di antara 130 negara di dunia. Mau tidak mau, itu  menggambarkan bahwa kualitas pendidikan kita pun semakin dipertanyakan.  Sebab, tingkat pendidikan Indonesia kian melorot. 
  Jika melihat fakta ini sungguh ironis, tidak sebanding dengan fakta  atas perubahan-perubahan yang sudah dilakukan sebanyak 7 kali yaitu pada  tahun 1947, 1952, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, 2006. Menurut (dari di  internet) negeri kita hanya mampu menjadi bangsa “panjual” tenaga kerja  murah di negeri orang. Dari pendapt di atas dapat disimpulkan betapa  gagalnya dunia pendidikan di negara kita ini yang telah gagal dalam  melahirkan tenaga-tenga yang berkualitas yang mampu bersaing dalam dunia  kerja, walaupun kurikulum telah mengalami perubahan sebanyak 7 kali,  atau bisa disebut berkali-kali. 
  Hal ini juga diungkapkan oleh Prof. Aleks Maryunus guru besar  Universitas Negeri Padang menyebutkan bahwa “selama ini sibuk mengurusi  dan membenahi dokumen tetulisnya saja”. Menurutnya perubahan kurikulum  di negara kita lebih menitikberatkan pada perubahan konsep tertulisnya  saja (berupa buku-bukupelajran dan silabus saja) tanpa mau memperbaiki  proses pelaksanaannya di tingkat sekolah. Sedangkan proses dan hasilnya  tak pernah mampu dijawab oleh kurikulum pendidikan kita. 
  Kurikulum kita 7 kali telah mengalami pergantian. Faktor-faktor apa  saja yang menyababkan perubahan itu. Jika diamati perubahan kurikulum  dari tahun 1947 hingga 2006 yang menjadi faktor atas perubahan itu  diantaranya: (1) menyesuaikan dengan perkembangan jaman, hal ini dapat  kita lihat awal perubahan kurikulum dari rentJana pelajaran 1947 menjadi  renjtana pelajaran terurai 1952. Awalya hanya mengikuti atau meneruskan  kurikulum yang ada kemudian dikembangkan lagi dengan lebih menfokuskan  pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. (2) kepentingan politis semata,  hal ini sangat jelas terekam dalam perubahan kurikulum 2004 (KBK)  menjadi kurklum 2006 (KTSP). Secara matematis masa aktif kurikulum 2004  sebelum diubah menjadi kurikulum 2006 hanya bertahan selama 2 tahun. Hal  ini tidak sesuai dengan perkembangan sebelum-sebelumnya. Dalam kurun  waktu yang singkat ini, kita tidak bisa membuktikan baik tidaknya sebuah  kerikulum. Hal senada juga diungkapkan oleh Bagus (2008), menyebutkan  bahwa lahirnya kurikulum 1968 hanya bersifat politis saja, yaitu  mengganti Rencana pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde  Lama. 
 Hal senada juga diungkapkan  oleh Hamalik (2003: 19) menyebutkan bahwa dalam perubahan kurikulum  dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1.Tujuan  filsafat pendidikan nasional yang dijadikan yang dijadikan sebagai  dasar untuk merumuskan tujuan institusional yang pada gilirannya menjadi  landasan merumuskan tujuan kurikulum suatu satuan pendidikan. 
2.Sosial budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakat 
3.Keadaan lingkungan (interpersonal, kultural, biokologi, geokologi). 
4.Kebutuhan pembangunan POLISOSBUDHANKAM 
5.Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan sistem nilai dan kemanusiaan serta budaya bangsa. 
  Menurut, S. Nasution (dalam Jumari (2007) menyebutkan bahwa perubahan  kurikulum mengikuti dua prosedur, yaitu Administrative approach dan  grass roots approach. Administrative approach, yaitu suatu perubahan  atau pembaharuan yang direncanakan oleh pihak atasan untuk kemudian  diturunkan kepada instansi-instansi bawahan sampai kepada guru-guru,  jadi from the top down, dari atas ke bawah, atas inisiatif para  administrator. Yang kedua, grass roots approach, yaitu yang dimulai dari  akar, from the bottom up, dari bawah ke atas, yakni dari pihak guru  atau sekolah secara individual dengan harapan agar meluas ke  sekolah-sekolah lain. 
 Kurikulum  yang terbaru adalah kurikulum 2006 KTSP yang merupakan perkembangan dari  kurikulum 2004 KBK. Kurikulum 2006 yang digunakan pada saat ini  merupakan kurikulum yang memberikan otonomi kepada sekolah untuk  menyelenggarakan pendidikan yang puncaknya tugas itu akan diemban oleh  masing masing pengampu mata pelajaran yaitu guru. Sehingga seorang guru  disini menurut Okvina (2009) benar-benar digerakkan menjadi manusia yang  professional yang menuntuk kereatifitasan seorang guru. Kurikulum yang  kita pakai sekarang ini masih banyak kekurangan di samping kelebihan  yang ada. Kekurangannya tidak lain adalah (1) kurangnya sumber manusia  yang potensial dalam menjabarkan KTSP dengan kata lin masih rendahnya  kualitas seorang guru, karena dalam KTSP seorang guru dituntut untuk  lebihh kreatif dalam menjalankan pendidikan. (2) kurangnya sarana dan  prasarana yang dimillki oleh sekolah.
Kesimpulan
  Dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan kerikulum  dari tahun ketahun menunjukkan kemajuan yang cukup baik jika diihat dari  kontektual. Namun hal itu tidak seiring dengan kenyataan di lapangan.  Keadaan pendidikan mulai saat perubahan kurikulum pertama kali hingga  saat ini, kalau boleh saya bilang kurikulumm Indonesia masih berjalan di  Tempat artinya tidak berkembang hal bisa dibuktikan dengan data yang  menunjukkan pperingkat Indonesia masih berada pada No 62 dari 130 negara  yang ada. Hal ini merupakan PR bagi pemerintah bagaimana langkah yang  harus dilakukan.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar