PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Arti Pendekatan
Pendekatan adalah :  1. Sebuah cara yang telah diatur dalam berfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.
2. Sesuatu  cara kerja untuk memudahkan pendidik atau fasilitator agar peserta  didik atau warga belajar ingin belajar untuk mencapai tujuan yang telah  ditentukan.
Tujuan Pendekatan
Pendekatan-pendekatan  pendidikan luar sekolah dimaksudkan agar pelaksanaan program pendidikan  tersebut dapat memenuhi sasaran dan harapan yang telah ditentukan  sehingga hasil yang dicapai dapat bermanfaat untuk semua pihak.  Pendekatan-pendekatan yang dimaksudkan diatas terdiri dari :
- Pendekatan ditinjau dari segi sasaran.
Ø Pendekatan mentalistik
“suatu  usaha pendekatan terhadap anak didik dalam rangka mempengaruhi dan  mengubah sikap dan tingkah lakunya dengan cara mempengaruhi secara  langsung mental anak didik yang bersangkutan”
Ø Pendekatan kondisional.
“suatu  pendekatan dengan cara mengubah kondisi dan situasi di sekitar anak  didik yang bersangkutan yang mempunyai pengaruh langsung terhadap  penghayatannya.
- Pendekatan ditinjau dari segi pelaksanaan.
Ada  beberapa cara yang digunakan dalam pendekatan ini merupakan cara untuk  mengajak masyarakat/warga belajar atau cara mempengaruhi sikap mental  masyarakat.
- Cara pendekatan memaksa (force).
Cara  pendekatan ini dilaksanakan dengan memaksakan kehendaknya, rencananya  kepada masayarakat/warga belasajr dan warga belajar harus menerimanya.
- Cara pendekatan menyesuaikan (persuasion)
Cara  ini dilaksanakan dengan penyediaan alat perlengkapan tertentu seperti  film penerangan, siaran radio yang mengenai rencana-rencana, cara-cara  serta pelaksanaannya dan ditujukan kepada masyarakat.
- Cara pendekatan mendorong.
Cara  pendekatan ini ditempuh dengan jalan mendorong, merangsang masyarakat/  warga belajar agar inisiatifnya timbul dan kemudian dengan sukarela  fasilitator melaksanakan programnya kepada warga belajar/ siswa.
c. Pendekatan Pembelajaran.
Atas  dasar pendekatan ini Hoxeng (1973), Srinivasan (1977) dan pakar  pendidikan lainnya menggolongkan program-program pendidikan luar sekolah  ke dalam empat kategori yaitu pendekatan yang berpusat pada isi program  (content-contered approach), Pendekatan yang diarahkan pada pemecahan masalah (problem-focased approach,. Pendekatan kesadaran (the conscientization approach), dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia dan perencanaan kreatif (human development and creative planning approach). (Liesen. 1985).
Pendekatan pertama, content-centered approach, biasanya  digunakan oleh para ahli dalam menyusun dan menggunakan isi program  pendidikan luar sekolah untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan  sikap baru dalam bidang tertentu dan untuk membantu peserta didik agar  mereka dapat mengadopsi hal-hal baru tersebut. Keluarga berencana,  perbaikan gizi, dan program pertanian adalah contoh-contoh yang termasuk  ke dalam pendekatan ini. Isi program yang bertujuan agar peserta didik  mengadopsi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dirinci menjadi  unit-unit pesan yang akan disampaikan kepada peserta didik melalui  berbagai kegiatan belajar seperti ceramah, diskusi, bimbingan individu,  demonstrasi, dan media persuasi ini yang terdiri atas flip chart,  poster, buku komik, drama, dan film dokumenter.
Teknik  belajar-membelajarkan dengan pendekatan partisipatif digunakan untuk  memotivasi peserta didik. Sumber belajar berperan untuk membantu peserta  didik agar mereka secara bersama-sama dapat mengidentifikasi kebutuhan  belajar dan tingkat kemampuan yang mereka miliki, memilih isi program,  merencanakan tahapan kegiatan belajar, dan bertanggung jawab untuk  melakukan kegiatan belajar.
Kategori kedua, problem-focused approach, mempunyai  tujuan ganda. Pertama ialah untuk membantu peserta didik dalam  meningkatkan keterampilan dalam membuat generalisasi untuk memecahkan  masalah dengan menggunakan metode ilmiah. Kedua, untuk membantu peserta  didik agar mereka mampu menghimpun dan menggunakan informasi yang tepat  dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh,  penggunaan “khit-pen” (berfikir analitik) di Thailand adalah  prinsip yang diangkat dari agama Budha untuk memilih jalan yang tepat  dalam mengatasi masalah yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat.
Kategori ketiga, the conscientization approach,  mengarahkan pendekatan kegiatan membelajarkan untuk menyadarkan peserta  didik terhadap isu ketidakseimbangan dalam masyarakat. Kesenjangan  kehidupan ini ditandai dengan adanya kelompok masyarakat miskin sebgai  akibat pemerasan yang dilakukan oleh pihak tertentu dimasyarakat.  Melalui kegiatan belajar penyadaran atau conscientization, sebagai  mana dikemukakan oleh Paulo Freire, maka orang-orang miskin yang  hidupnya tertekan menjadi sadar terhadap keadaan dirinya dan dapat  menggunakan potensi dirinya untuk melepaskan diri dari cengkraman  kemiskinan dan perasaan hidup tertekan.
Metode  dan teknik penyadaran disusun untuk membantu peserta didik agar mereka  menganalisis kenyataan secara kritis melakukan dialog dan praksis.  Praksis ialah kegiatan belajar yang dilakukan oleh warga masyarakat  dengan tindakan merefleksikan keadaan, melakukan upaya untuk merubah  keadaan, dan mengadakan refleksi kembali terhadap proses dan hasil upaya  perubahan itu. Bahan belajar, yang digunakan untuk merangsang dialog,  terdiri atas gambar-gambar yang memuat tema-tema pokok yang diangkat  dari persepsi peserta didik terhadap kehidupan nyata.
Kategori keempat, human development and creative planning approach, diarahkan  untuk mengembangkan kreatifitas dan kemampuan merencanakan yang  terdapat pada diri peserta didik sehingga mereka dapat berfungsi lebih  dinamis dan efektif dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, dan  kepoloporan perubahan dengan harga minya bumi di Indonesia dan lain-lain. Pendekatan broad-field cenderung menganut idealisme, akan tetapi banyak mengandung unsur-unsur realisme.
b. Pendekatan Kurikulum Inti (Core Curriculum)
kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena  juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan  berdasarkan suatu masalah social atau personal. Untuk memecahkan masalah  itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan  masalah itu.
Kurikulum  berusaha untuk menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara  berbagai disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional  pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dari berbagai disiplin  ilmu guna memecahkan masalah social personal masa kini.
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
istilah  inti (core) juga dipergunakan dalam kurikulum perguruan tinggi. Dengan  “core”dimaksud pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari semua  disiplin ilmu yang dianggap esensial mengenai kebudayaan dan ilmu  pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh setiap orang terdidik dan  terpelajar. Pengetahuan umum ini layak dimiliki setiap mahasisa terlepas  dari jurusan yang dipilihnya.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi.
Kurikulum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional menjadi bidang studi baru, misalnya :
Geografi + Geologi + Botani + Arkeologi menjadi Earth Sciences.
Biologi + Fisika = Biofisika.
Semua  pendekatan interdisipliner mempunyai tujuan yang sama, yakni agar  mengajar-belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami  dalam konteks kehidupan kita.
3. Pendekatan Rekontruksionisme
Pendektan  ini juga disebut Rekontruksi Sosial karena memfokuskan kurikulum pada  masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi,  ledakan penduduk, rasialisme, dan lain-lain.
Dalam gerakan rekontruksionisme terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangan tentang kurikulum, yakni :
a. Rekontruksionisme Koservatif, Aliran  ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu  kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian  masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.  Masalah-masalah dapat bersifat local dan dapat dibicarakan di SD, ada  pula yang bersifat daerah, nasional, regional, dan internasional bagi  pelajar SD dan Perguruan Tinggi. Dalam PBM-nya metode problem solving  memegang peranan utama dengan menggunakan bahan dari berbagai disiplin  ilmu. Peranan guru ialah sebagai orang yang menganjurkan perubahan  (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses  perbaikan masyarakat. Pendekatan kurikulum ini konsisten dengan falsafah  pragmatisme.
b. Rekontruksionisme Radikal, pendektan  ini berpendapat bahwa bnyak Negara mengadakan pembangunan dengan  merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat.  Elite yang berkuasa mengadakan tekanan terhadap masa yang tak berdaya  melalui system pendidikan yang diatur demi tujuan itu. Golongan radikal  ini menganjurkan agar pendidikan formal maupun pendidikan non formal  mengabdikan diri demi tercapinya orde social baru berdasarkan pembagian  kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Mereka berpendapat  bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan masalah social tidak  memadai masa social justru merupakan indicator adanya masalah lain yang  lebih mendalam mengenai struktur social baru. Mereka berpendapat bahwa  sekolah yang dikembangkan Negara bersifat opresif dan tidak humanistic  serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.
Untuk  pendirian saling bertentangan ini, baik yang konservatif maupun yang  radikal mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian bahwa misi  sekolah, ialah untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat. Pemberdayaan  terletak pada definisi atau tafsiran tentang “perbaikan” dan cara  pendektan terhadap masalah itu. Golongan konservatif bekerja dalam  rangka struktur yang ada untuk memperbaiki kualitas hidup.
Mereka  berasumsi bahwa masalah-masalah social adalah hasil ciptaan manusia dan  karena itu dapat diatasi oleh manusia. Sebaliknya golongan radikal  ingin merombak tata social yang ada dan menciptakan tata social yang  baru sama sekali untuk memperbaiki system lebih efektif.
4. Pendekatan Pembangunan Nasional
Hingga batas tertentu kurikulum ini terdapat di semua sekolah. Pendektan ini mengandung tiga unsur :
- Pendidikan kewarganegaraan.
- Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional.
- Pendidikan keterampilan.
(1).  Pendidikan kewarganegaraan, berorientasi pada system politik Negara  yang menentukan peranan, hak, dan kewajiban tiap warga negara. Peranan  pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan,  keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum  sebagai warga negara. Kewarganegaraan mengajarkan berbagai keterampilan  seperti kepemimpinan, berfikir kritis, pemecahan masalah, dan sebagainya  serta sikap yang dituntutdari tiap warga negara yang baik.
(2).  Pendidikan Pembangunan Nasional, tujuan pendidikan ini ialah  mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan  pembangunan. Untuk itu harus diadakan proyeksi kebutuhan tenaga yang  cermat. System pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu  menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi rupa yang telah  diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan negara.
(3).Pendidikan  Keterampilan Untuk Kehidupan Praktis, keterampilan yang diperlukan bagi  kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak  hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek  pengetahuan dan sikap, yakni:
- Keterampilan untuk mencari nafkah dan rangka system ekonomi suatu negara.
- Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
- Keterampilan untuk menyumbangkan kepada kesejahteraan umum.
DAFTAR PUSTAKA
H.D. Sudjana. SP. M.Ed. Ph.d. 1991. Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.
Dr. Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumli Aksara.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar