Selasa, 22 November 2011

pendekatan

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Arti Pendekatan
Pendekatan adalah : 1. Sebuah cara yang telah diatur dalam berfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.
2. Sesuatu cara kerja untuk memudahkan pendidik atau fasilitator agar peserta didik atau warga belajar ingin belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Tujuan Pendekatan
Pendekatan-pendekatan pendidikan luar sekolah dimaksudkan agar pelaksanaan program pendidikan tersebut dapat memenuhi sasaran dan harapan yang telah ditentukan sehingga hasil yang dicapai dapat bermanfaat untuk semua pihak. Pendekatan-pendekatan yang dimaksudkan diatas terdiri dari :
  1. Pendekatan ditinjau dari segi sasaran.
Ø Pendekatan mentalistik
“suatu usaha pendekatan terhadap anak didik dalam rangka mempengaruhi dan mengubah sikap dan tingkah lakunya dengan cara mempengaruhi secara langsung mental anak didik yang bersangkutan”
Ø Pendekatan kondisional.
“suatu pendekatan dengan cara mengubah kondisi dan situasi di sekitar anak didik yang bersangkutan yang mempunyai pengaruh langsung terhadap penghayatannya.
  1. Pendekatan ditinjau dari segi pelaksanaan.
Ada beberapa cara yang digunakan dalam pendekatan ini merupakan cara untuk mengajak masyarakat/warga belajar atau cara mempengaruhi sikap mental masyarakat.
  1. Cara pendekatan memaksa (force).
Cara pendekatan ini dilaksanakan dengan memaksakan kehendaknya, rencananya kepada masayarakat/warga belasajr dan warga belajar harus menerimanya.
  1. Cara pendekatan menyesuaikan (persuasion)
Cara ini dilaksanakan dengan penyediaan alat perlengkapan tertentu seperti film penerangan, siaran radio yang mengenai rencana-rencana, cara-cara serta pelaksanaannya dan ditujukan kepada masyarakat.
  1. Cara pendekatan mendorong.
Cara pendekatan ini ditempuh dengan jalan mendorong, merangsang masyarakat/ warga belajar agar inisiatifnya timbul dan kemudian dengan sukarela fasilitator melaksanakan programnya kepada warga belajar/ siswa.
c. Pendekatan Pembelajaran.
Atas dasar pendekatan ini Hoxeng (1973), Srinivasan (1977) dan pakar pendidikan lainnya menggolongkan program-program pendidikan luar sekolah ke dalam empat kategori yaitu pendekatan yang berpusat pada isi program (content-contered approach), Pendekatan yang diarahkan pada pemecahan masalah (problem-focased approach,. Pendekatan kesadaran (the conscientization approach), dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia dan perencanaan kreatif (human development and creative planning approach). (Liesen. 1985).
Pendekatan pertama, content-centered approach, biasanya digunakan oleh para ahli dalam menyusun dan menggunakan isi program pendidikan luar sekolah untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan sikap baru dalam bidang tertentu dan untuk membantu peserta didik agar mereka dapat mengadopsi hal-hal baru tersebut. Keluarga berencana, perbaikan gizi, dan program pertanian adalah contoh-contoh yang termasuk ke dalam pendekatan ini. Isi program yang bertujuan agar peserta didik mengadopsi pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dirinci menjadi unit-unit pesan yang akan disampaikan kepada peserta didik melalui berbagai kegiatan belajar seperti ceramah, diskusi, bimbingan individu, demonstrasi, dan media persuasi ini yang terdiri atas flip chart, poster, buku komik, drama, dan film dokumenter.
Teknik belajar-membelajarkan dengan pendekatan partisipatif digunakan untuk memotivasi peserta didik. Sumber belajar berperan untuk membantu peserta didik agar mereka secara bersama-sama dapat mengidentifikasi kebutuhan belajar dan tingkat kemampuan yang mereka miliki, memilih isi program, merencanakan tahapan kegiatan belajar, dan bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan belajar.
Kategori kedua, problem-focused approach, mempunyai tujuan ganda. Pertama ialah untuk membantu peserta didik dalam meningkatkan keterampilan dalam membuat generalisasi untuk memecahkan masalah dengan menggunakan metode ilmiah. Kedua, untuk membantu peserta didik agar mereka mampu menghimpun dan menggunakan informasi yang tepat dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, penggunaan “khit-pen” (berfikir analitik) di Thailand adalah prinsip yang diangkat dari agama Budha untuk memilih jalan yang tepat dalam mengatasi masalah yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat.
Kategori ketiga, the conscientization approach, mengarahkan pendekatan kegiatan membelajarkan untuk menyadarkan peserta didik terhadap isu ketidakseimbangan dalam masyarakat. Kesenjangan kehidupan ini ditandai dengan adanya kelompok masyarakat miskin sebgai akibat pemerasan yang dilakukan oleh pihak tertentu dimasyarakat. Melalui kegiatan belajar penyadaran atau conscientization, sebagai mana dikemukakan oleh Paulo Freire, maka orang-orang miskin yang hidupnya tertekan menjadi sadar terhadap keadaan dirinya dan dapat menggunakan potensi dirinya untuk melepaskan diri dari cengkraman kemiskinan dan perasaan hidup tertekan.
Metode dan teknik penyadaran disusun untuk membantu peserta didik agar mereka menganalisis kenyataan secara kritis melakukan dialog dan praksis. Praksis ialah kegiatan belajar yang dilakukan oleh warga masyarakat dengan tindakan merefleksikan keadaan, melakukan upaya untuk merubah keadaan, dan mengadakan refleksi kembali terhadap proses dan hasil upaya perubahan itu. Bahan belajar, yang digunakan untuk merangsang dialog, terdiri atas gambar-gambar yang memuat tema-tema pokok yang diangkat dari persepsi peserta didik terhadap kehidupan nyata.
Kategori keempat, human development and creative planning approach, diarahkan untuk mengembangkan kreatifitas dan kemampuan merencanakan yang terdapat pada diri peserta didik sehingga mereka dapat berfungsi lebih dinamis dan efektif dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, dan kepoloporan perubahan dengan harga minya bumi di Indonesia dan lain-lain. Pendekatan broad-field cenderung menganut idealisme, akan tetapi banyak mengandung unsur-unsur realisme.
b. Pendekatan Kurikulum Inti (Core Curriculum)
kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field, karena juga menggabungkan berbagai disiplin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah social atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
Kurikulum berusaha untuk menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara berbagai disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsional pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya dari berbagai disiplin ilmu guna memecahkan masalah social personal masa kini.
c. Pendekatan Kurikulum Inti di Perguruan Tinggi
istilah inti (core) juga dipergunakan dalam kurikulum perguruan tinggi. Dengan “core”dimaksud pengetahuan inti yang pokok yang diambil dari semua disiplin ilmu yang dianggap esensial mengenai kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang dianggap layak dimiliki oleh setiap orang terdidik dan terpelajar. Pengetahuan umum ini layak dimiliki setiap mahasisa terlepas dari jurusan yang dipilihnya.
d. Pendekatan Kurikulum Fusi.
Kurikulum ini men-fusi-kan atau menyatukan dua (atau lebih) disiplin tradisional menjadi bidang studi baru, misalnya :
Geografi + Geologi + Botani + Arkeologi menjadi Earth Sciences.
Biologi + Fisika = Biofisika.
Semua pendekatan interdisipliner mempunyai tujuan yang sama, yakni agar mengajar-belajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalam konteks kehidupan kita.
3. Pendekatan Rekontruksionisme
Pendektan ini juga disebut Rekontruksi Sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, rasialisme, dan lain-lain.
Dalam gerakan rekontruksionisme terdapat dua kelompok utama yang sangat berbeda pandangan tentang kurikulum, yakni :
a. Rekontruksionisme Koservatif, Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat. Masalah-masalah dapat bersifat local dan dapat dibicarakan di SD, ada pula yang bersifat daerah, nasional, regional, dan internasional bagi pelajar SD dan Perguruan Tinggi. Dalam PBM-nya metode problem solving memegang peranan utama dengan menggunakan bahan dari berbagai disiplin ilmu. Peranan guru ialah sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses perbaikan masyarakat. Pendekatan kurikulum ini konsisten dengan falsafah pragmatisme.
b. Rekontruksionisme Radikal, pendektan ini berpendapat bahwa bnyak Negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Elite yang berkuasa mengadakan tekanan terhadap masa yang tak berdaya melalui system pendidikan yang diatur demi tujuan itu. Golongan radikal ini menganjurkan agar pendidikan formal maupun pendidikan non formal mengabdikan diri demi tercapinya orde social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata. Mereka berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan masalah social tidak memadai masa social justru merupakan indicator adanya masalah lain yang lebih mendalam mengenai struktur social baru. Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan Negara bersifat opresif dan tidak humanistic serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan status quo.
Untuk pendirian saling bertentangan ini, baik yang konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing berpendirian bahwa misi sekolah, ialah untuk mengubah dan memperbaiki masyarakat. Pemberdayaan terletak pada definisi atau tafsiran tentang “perbaikan” dan cara pendektan terhadap masalah itu. Golongan konservatif bekerja dalam rangka struktur yang ada untuk memperbaiki kualitas hidup.
Mereka berasumsi bahwa masalah-masalah social adalah hasil ciptaan manusia dan karena itu dapat diatasi oleh manusia. Sebaliknya golongan radikal ingin merombak tata social yang ada dan menciptakan tata social yang baru sama sekali untuk memperbaiki system lebih efektif.
4. Pendekatan Pembangunan Nasional
Hingga batas tertentu kurikulum ini terdapat di semua sekolah. Pendektan ini mengandung tiga unsur :
  1. Pendidikan kewarganegaraan.
  2. Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional.
  3. Pendidikan keterampilan.
(1). Pendidikan kewarganegaraan, berorientasi pada system politik Negara yang menentukan peranan, hak, dan kewajiban tiap warga negara. Peranan pendidikan ialah mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagai warga negara. Kewarganegaraan mengajarkan berbagai keterampilan seperti kepemimpinan, berfikir kritis, pemecahan masalah, dan sebagainya serta sikap yang dituntutdari tiap warga negara yang baik.
(2). Pendidikan Pembangunan Nasional, tujuan pendidikan ini ialah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Untuk itu harus diadakan proyeksi kebutuhan tenaga yang cermat. System pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi rupa yang telah diproyeksikan dalam batas kemampuan keuangan negara.
(3).Pendidikan Keterampilan Untuk Kehidupan Praktis, keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yakni:
  • Keterampilan untuk mencari nafkah dan rangka system ekonomi suatu negara.
  • Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.
  • Keterampilan untuk menyumbangkan kepada kesejahteraan umum.
DAFTAR PUSTAKA
H.D. Sudjana. SP. M.Ed. Ph.d. 1991. Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Press.
Dr. Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumli Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar