Minggu, 29 April 2012

anak

PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A.Pendahuluan

Pendidik dan peserta didik merupakan komponen penting dalam sistem pendidikan Islam. Kedua komponen ini saling berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan. Oleh karena itu, pendidik sangat berperan besar sekaligus menentukan ke mana arah potensi peserta didik yang akan dikembangkan.


Demikian pula peserta didik, ia tidak hanya sekedar objek pendidikan, tetapi pada saat-saat tertentu ia akan menjadi subjek pendidikan. Hal ini membuktikan bahwa posisi peserta didik pun tidak hanya sekedar pasif laksana cangkir kosong yang siap menerima air kapan dan dimanapun. Akan tetapi peserta didik harus aktif, kreatif dan dinamis dalam berinteraksi dengan gurunya, sekaligus dalam upaya pengembangan keilmuannya.


Konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri. Karakteristik ini akan membedakan konsep pendidik dan peserta didik dalam pandangan pendidikan lainnya. Hal itu juga dapat ditelusuri melalui tugas dan persyaratan ideal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik dan peserta didik yang dikehendaki oleh Islam. Tentu semua itu tidak terlepas dari landasan ajaran Islam itu sendiri, yaitu al-Qur’an dan Sunnah yang menginginkan perkembangan pendidik dan peserta didik tidak bertentangan dengan ajaran kedua landasan tersebut sesuai dengan pemahaman maksimal manusia.


Jika karakteristik yang diinginkan oleh pendidikan Islam tersebut dapat dipenuhi, maka pendidikan yang berkualitas niscaya akan dapat diraih. Untuk itu, kajian dan analisis filosofis sangat dibutuhkan dalam merumuskan konsep pendidik dan peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam sehingga diperoleh pemahaman yang utuh tentang kedua komponen tersebut.


Makalah yang sederhana ini akan menguraikan tentang analisis filosofis tentang pendidik dan peserta didik dalam perspektif filsafat pendidikan Islam. Diharapkan makalah ini menjadi bahan diskusi lebih lanjut agar dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang kedua komponen itu sehingga berguna dalam upaya mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan secara efektif dan efisien.
B. Peserta Didik

1. Pengertian Peserta Didik


Dalam bahasa Arab, setidaknya ada tiga istilah yang menunjukkan makna peserta didik, yaitu murid, al-tilmīdz, dan al-thālib. Murid berasal dari kata ‘arada, yuridu, iradatan, muridan yang berarti orang yang menginginkan (the willer). Pengertian ini menunjukkan bahwa seorang peserta didik adalah orang yang menghendaki agar mendapatkan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, dan kepribadian yang baik untuk bekal hidupnya agar berbahagia di dunia dan akhirat dengan jalan belajar yang sungguh-sungguh. Sedangkan al-tilmīdz tidak memiliki akar kata dan berarti pelajar. Kata ini digunakan untuk menunjuk kepada peserta didik yang belajar di madrasah. Sementara al-thālib berasal dari thalaba, yathlubu, thalaban, thālibun, yang berarti orang yang mencari sesuatu. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik adalah orang yang mencari ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dan pembentukan kepribadiannya untuk bekal masa depannya agar bahagia dunia dan akhirat.

Kemudian, dalam penggunaan ketiga istilah tersebut biasanya dibedakan berdasarkan tingkatan peserta didik. Murid untuk sekolah dasar, al-tilmīdz untuk sekolah menengah, dan al-thālib untuk perguruan tinggi. Namun, menurut Abuddin Nata, istilah yang lebih umum untuk menyebut peserta didik adalah al-muta’allim. Istilah yang terakhir ini mencakup makna semua orang yang menuntut ilmu pada semua tingkatan, mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi.


Terlepas dari perbedaan istilah di atas, yang jelasnya peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam sebagai objek sekaligus subjek dalam proses pendidikan. Ia adalah orang yang belajar untuk menemukan ilmu. Karena dalam Islam diyakini ilmu hanya berasal dari Allah, maka seorang peserta didik mesti berupaya untuk mendekatkan dirinya kepada Allah dengan senantiasa mensucikan dirinya dan taat kepada perintah-Nya. Namun untuk memperoleh ilmu yang berasal dari Allah tersebut, seorang peserta didik mesti belajar pada orang yang telah diberi ilmu, yaitu guru atau pendidik. Karena peserta didik memiliki hubungan dengan ilmu dalam rangka upaya untuk memiliki ilmu, maka seorang peserta didik mesti berakhlak kepada gurunya. Akhlak tersebut tentunya tetap mengacu kepada nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an dan hadis.


2. Tugas dan Kewajiban Peserta Didik


Agar proses pendidikan yang dilalui oleh peserta didik berjalan dengan baik dan mampu mencapai tujuan pendidikan sebagaimana yang diinginkan, maka peserta didik hendaknya mengetahui tugas dan kewajibannya. Al-Abrasyi menyebutkan ada dua belas kewajiban tersebut, yaitu:

a. Sebelum belajar, peserta didik mesti membersihkan hatinya karena menuntut ilmu adalah ibadah.

b. Belajar diniatkan untuk mengisi jiwanya dengan fadhilah dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk sombong.

c. Bersedia meninggalkan keluarga dan tanah air serta pergi ke tempat jauh sekalipun demi untuk mendatangi guru.

d. Jangan sering menukar guru, kecuali atas pertimbangan yang panjang/matang.

e. Menghormati guru karena Allah dan senantiasa menyenangkan hatinya.

f. Jangan melakukan aktivitas yang dapat menyusahkan guru kecuali ada izinnya.

g. Jangan membuka aib guru dan senantiasa memaafkannya jika ia salah.

h. Bersungguh-sungguh menuntut ilmu dan mendahulukan ilmu yang lebih penting.

i. Sesama peserta didik mesti menjalin ukhuwah yang penuh kasih sayang.

j. Bergaul dengan baik terhadap guru-gurunya, seperti terdahulu memberi salam.

k. Peserta didik hendaknya senantiasa mengulangi pelajarannya pada waktu-waktu yang penuh berkat.

l. Bertekad untuk belajar sepanjang hayat dan menghargai setiap ilmu.


Sementara Imam al-Ghazali, yang juga dikembangkan oleh Said Hawa, berpendapat bahwa seorang peserta didik memiliki beberapa tugas zhahir (nyata) yang harus ia lakukan, yaitu:

1) Mendahulukan penyucian jiwa dari pada akhlak yang hina dan sifat-sifat tercela karena ilmu merupakan ibadah hati, shalatnya jiwa, dan pendekatan batin kepada Allah.

2) Mengurangi keterkaitannya dengan kesibukan duniawi karena hal itu dapat menyibukkan dan memalingkan.

3) Tidak sombong dan sewenang-wenanga terhadap guru.

4) Orang yang menekuni ilmu pada tahap awal harus menjaga diri dari mendengarkan perselisihan di antara banyak orang. Artinya, hendaknya di tahap awal ia mempelajari satu jalan ilmu, setelah ia menguasainya barulah ia mendengarkan beragam mazhab atau pendapat.

5) Seorang penuntut ilmu tidak meninggalkan satu cabang pun dari ilmu-ilmu terpuji.

6) Tidak sekaligus menekuni bermacam-macam cabang ilmu, melainkan memperhatikan urutan-urutan dan memulai dari yang paling penting.

7) Hendaknya ia memasuki sebuah cabang ilmu kecuali jika telah menguasai cabang ilmu yang sebelumnya, karena ilmu itu tersusun rapi secara berurut.

8) Hendaklah seorang penuntut ilmu mengetahui faktor penyebab yang dengan pengetahuan itu ia dapat mengetahui ilmu yang lebih mulia.

9) Hendaknya tujuan seorang peserta didik dalam menuntut ilmu di dunia untuk menghiasi diri dan mempercantik batin dengan keutamaan, sedangkan di akhirat nanti untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meningkatkan diri agar dapat berdekatan dengan makhluk tertinggi dari kalangan malaikat dan orang-orang yang didekatkan kepada Allah.


Tugas dan kewajiban di atas idealnya dimiliki oleh setiap peserta didik, sehingga ilmu yang ia tuntut dapat dikuasai dan keberkahan ilmu pun ia peroleh. Selain tugas dan kewajiban tersebut, peserta didik juga diharapkan mempersiapkan dirinya baik secara fisik maupun mental sehingga tujuan pendidikan yang ia cita-citakan dapat tercapai secara optimal, efektif dan efisien.


3. Sifat-sifat Ideal Peserta Didik


Selain dari tugas dan kewajiban di atas, peserta didik juga mesti memiliki sifat-sifat terpuji dalam kepribadiannya. Imam al-Ghazali, seperti yang dikutip oleh Samsul Nizar, bahwa sifat-sifat ideal yang mesti dimiliki oleh setiap peserta didik paling tidak meliputi sepuluh hal.


a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub ila Allah. Konsekuensi dari sikap ini, peserta didik akan senantiasa mensucikan diri dengan akhlaq al-karimah dalam kehidupan sehari-harinya dan berupaya meninggalkan watak dan akhlak yang rendah/tercela sebagai refleksi atas firman Allah dalam Q.S. al-An’am/6: 162 dan adz-Dzariyat/51:56).

b. Mengurangi kecenderungan pada kehidupan duniawi dibanding ukhrawi atau sebaliknya. Sifat yang ideal adalah menjadikan kedua dimensi kehidupan (dunia akhirat) sebagai alat yang integral untuk melaksanakan amanah-Nya, baik secara vertikal maupun horizontal.

c. Bersikap tawadhu’ (rendah hati).

d. Menjaga pikiran dari berbagai pertentangan yang timbul dari berbagai aliran. Dengan pendekatan ini, peserta didik akan meihat berbagai pertentangan dan perbedaan pendapat sebagai sebuah dinamika yang bermanfaat untuk menumbuhkan wacara intelektual, bukan sarana saling menuding dan menganggap diri paling benar.

e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji, baik ilmu umum maupun agama.

f. Belajar secara bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkrit) menuju pelajaran yang sulit (abstrak); atau dari ilmu yang fardhu ‘ain menuju ilmu yang fardhu kifayah (Q.S. a;l-Fath/48: 19).

g. Mempelajari ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya. Dengan cara ini, peserta didik akan memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.

h. Memahami nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.

i. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.

j. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu pengetahuan yang bermanfaat, membahagiakan, mensejahterakan, serta memberi kesematan hidup dunia dan akhirat, baik untuk dirinya maupun manusia pada umumnya.


Dari beberapa pemikiran di atas, dapat dipahami bahwa seorang peserta didik dalam perspektif pendidikan Islam tidak hanya menuntut dan menguasai ilmu tertentu secara teoritis an sich, akan tetapi lebih dari itu ia harus berupaya untuk mensucikan dirinya sehingga ilmu yang akan ia peroleh memberi manfaat baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, pendidikan Islam sangat mengutamakan akhlak seorang peserta didik. Akhlak tersebut harus diawali dari niat peserta didik itu sendiri, dimana niat menuntut ilmu tersebut haruslah semata-mata karena Allah SWT, bukan karena tujuan-tujuan yang bersifat duniawi dijadikan prioritas utama. Selain itu, peserta didik harus menuntut ilmu berorientasi kepada duniawi dan ukhrawi. Dengan konsep semacam ini, maka peserta didik akan menuntut ilmu sesuai dengan dasar dan prinsip-prinsip pendidikan Islam itu sendiri yang berlandaskan kepada al-Qur’an dan sunnah serta berorientasi kepada dunia dan akhirat secara integral dan seimbang.

C.Hakekat Peserta Didik

Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Didalam pandangan yang lebih modern anak didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga mereka harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan cara melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.
Dasar-dasar kebutuhan anak untuk memperoleh pendidikan, secara kodrati anak membutuhkan dari orang tuanya. Dasar-dasar kpdrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak dalam kehidupannya, dalam hal ini keharusan untuk mendapatkan pendidikan itu jika diamati lebih jauh sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan, antara lain :
1). Aspek Paedogogis.
Dalam aspek ini para pendidik mendorang manusia sebagai animal educandum, makhluk yang memerlukan pendidikan. Dalam kenyataannya manusia dapat dikategorikan sebagai animal, artinya binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang pada umumnya tidak dapat dididik, melainkan hanya dilatih secara dresser. Adapun manusia dengan potensi yang dimilikinya dapat dididik dan dikembangkan kearah yang diciptakan.
2). Aspek Sosiologi dan Kultural.
Menurut ahli sosiologi, pada perinsipnya manusia adalah moscrus, yaitu makhlik yang berwatak dan berkemampuan dasar untuk hidup bermasyarakat.
3). Aspek Tauhid.
Aspek tauhid ini adalah aspek pandangan yang mengakui bahwa manusia adalah makhluk yang berketuhanan, menurut para ahli disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya tuhan) atau disebut juga homoriligius (makhluk yang beragama).
KESIMPULAN
Pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Secara khusus pendidikan dalam persepektif pendidikan islam adalah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan seluruh potensi peseta didik. Kalau kita melihat secara fungsional kata pendidik dapat di artikan sebagai pemberi atau penyalur pengetahuan, keterampilan.
Seorang pendidik mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya sebagai seorang pendidik. Seperti yang dikatakan oleh Imam Ghazali bahwa” tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membawa hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT.
Sedangkan peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing, dimana mereka sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya. Berdasarkan pengertian ini, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar