Sabtu, 07 April 2012

ayat evalusai


VI. EVALUASI PENDIDIKAN
Surah al-Baqarah: 31
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31)
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman:”Sebutkanlah kepadaKu nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar”.
Proses pendidikan terhadap manusia terjadi pertama kali ketika Allah SWT selesai menciptakan Adam Alaihissalam, lalu Allah SWT mengumpulkan tiga golongan mahluk yang diciptakan-Nya untuk diadakan Proses Belajar Mengajar (PBM). Tiga golongan mahluk ciptaan Allah dimaksud yaitu Jin, Malaikat, dan Manusia (Adam Alaihissalam) sebagai "mahasiswa" nya, sedangkan Allah SWT bertindak sebagai "Maha Guru" nya. Setelah selesai PBM maka Allah SWT mengadakan evaluasi kepada seluruh mahasiswa ( jin, malaikat, dan manusia) dengan cara bertanya dan menyuruh menjelaskan seluruh materi pelajaran yang diberikan, dan ternyata Adam lah (dari golongan manusia) yang berhasil menjadi juara dalam ujian tersebut.
Pengertian Evaluasi Pendidikan
Istilah evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti tindakan atau proses untuk menentukan nilai sesuatu. Sesuai dengan pendapat tersebut menurut Wand dan Brown, Maka evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan. Dalam bahasa Arab evaluasi dikenal dengan istilah imtihan yang berarti ujian. Dan dikenal pula dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan.
Selain istilah evaluasi, terdapat pula istilah lainnya yang hampir berdekatan, yaitu pengukuran dan penilaian. Sementara orang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama. Dan untuk memahami apa perbedaan, persamaan, ataupun hubungan antara ketiganya, menurut Suharsini Arikunto dapat dipahami melalui contoh-contoh di bawah ini.
1. Apabila ada orang yang akan memberi sebatang pensil kepada kita dan kita disuruh memilih antara dua pensil yang tidak sama panjangnya, maka tentu kita akan memilih yang panjang. Kita tidak memilih yang pendek kecuali ada alasan yang sangat khusus.
2. Pasar merupakan suatu tempat bertemunya orang-orang yang akan menjual dan membeli. Sebelum menentukan barang yang akan dibelinya, seorang pembeli akan memilih dahulu mana barang yang lebih baik menurut ukurannya. Apabila ia ingin membeli jeruk, dipilihnya jeruk yang besar, kuning, halus kulitnya. Semuanya itu dipertimbangkan karena menurut pengalaman sebelumnya, jenis jeruk-jeruk yang demikian ini rasanya akan manis. Sedangkan jeruk yang masih kecil, hijau, dan kulitnya agak kasar, biasanya rasanya masam.
Dari contoh-contoh diatas ini dapat kita simpulkan bahwa sebelum menentukan pilihan, kita mengadakan penilaian terhadap benda-benda yang akan kita pilih. Dalam contoh pertama kita memilih mana pensil yang lebih panjang, sedangkan pada contoh kedua kita menentukan dengan perkiraan kita atas jeruk yang baik, yaitu yang rasanya manis.
Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang untuk kita, itulah yang disebut mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita tidak dapat mengadakan penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran.
- Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif.
- Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif.
- Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yakni mengukur dan menilai.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan adalah suatu kegiatan yang berisi mengadakan pengukuran dan penilaian terhadap keberhasilan pendidikan dari berbagai aspek yang berkaitan dengannya. Dengan kata lain evaluasi pendidikan adalah mengukur dan menilai terhadap sesuatu yang terjadi dalam kegiatan pendidikan.
Sedang evaluasi dalam pendidikan Islam menurut M Arifin adalah merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku manusia didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual religius, karena manusia hasil pendidikan bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religius, melainkan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya.

Fungsi Evaluasi dalam Pendidikan dan Tujuannya menurut Al Qur’an
Evaluasi sebagai suatu proses pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu :
1. Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
2. Untuk menentukan angka kemampuan/hasil belajar masing-masing murid yang antara lain diperlukan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya murid.
3. Untuk menentukan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan.
4. Untuk mengenal latar belakang (psikologi fisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan belajar.
Sehubungan dengan keempat fungsi yang dikemukakan di atas, Evaluasi Hasil Belajar (EHB) dapat digolongkan atas empat jenis :
1. Evaluasi Formatif : Evaluasi yang dilaksanakan untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh anak didik setelah menyelesaikan program dalam satuan bahan pelajaran pada bidang studi tertentu.
2. Evaluasi Sumatif : Evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar murid yang telah selesai mengikuti pelajaran dalam satu catur wulan, semester atau akhir tahun.
3. Evaluasi Penempatan : Yang dilaksanakan untuk keperluan menempatkan murid pada situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat kemampuan/karakteristik lain yang dimilikinya.
4. Evaluasi Diagnostik : Yang dilaksanakan untuk keperluan mengenal latar belakang (psikologi fisik, lingkungan) dari murid yang mengalami kesulitan-kesulitan belajar.
Menurut Muzayyin, meskipun dalam sumber ilmu pendidikan Islam, klasifikasi jenis evaluasi di atas tidak kita temukan secara eksplisit, namun dalam praktek dapat diketahui bahwa pada perinsipnya jenis evaluasi seperti ini sering sekali ditemukan. Di samping itu di dalam pendidikan Islam kita bisa saja mengadopsi hal-hal yang positif yang datang dari luar untuk diterapkan pula dalam pendidikan Islam selama yang diadopsi itu tidak bertentangan dengan prinsip kependidikan dalam Islam.
Allah dalam berbagai firman-Nya dalam kitab suci Al Qur’an memberitahukan kepada kita bahwa pekerjaan evaluasi terhadap manusia didik adalah merupakan suatu tugas penting dalam rangkaian tugas pendidikan yang dilaksanakan oleh pendidik. Ada tiga tujuan pedagogis dari sistem evaluasi Tuhan terhadap perbuatan manusia yaitu ;
1. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dialaminya.
2. Untuk mengetahui sampai di mana atau sejauh mana hasil pendidikan wahyu yang telah diterapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
3. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat-tingkat hidup keislaman manusia, sehingga diketahui manusia yang paling mulia di sisi Allah yaitu yang paling bertaqwa kepada-Nya, manusia yang sedang dalam iman dan ketaqwaannya, dan manusia yang ingkar kepada ajaran Islam.
Adapun sistem evaluasi yang terapkan oleh Allah tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia ilmu pengetahuan modern sekarang. Namun prinsip-prinsipnya menunjukan bahwa sistem pengukuran terhadap prilaku manusia yang beriman dan tak beriman secara umum telah pula ditunjukan dalam Al Qur’an. Misalnya ayat-ayat yang menunjukan bahwa sifat-sifat atau watak manusia mukmin adalah bila shalat mereka khusyu’, melaksanakan perintah zakat, menjaga kemaluan terhadap wanita yang bukan istri (seperti tersebut dalam QS. Al-Mu’minun ayat1-5). Orang beriman jika disebut nama Allah, gemetarlah hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah imannya (seperti tersebut dalam QS. Al-Anfal ayat2). Dan jika ditimpakan musibah mereka mengucapkan : “Inna lillaahi wa inna Ilahi raji’uun”.
Untuk mengetahui sejauh mana kuatnya iman seseorang, Allah SWT terkadang mengevaluasinya melalui berbagai cobaan yang besar. Allah SWT berfirman :

أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا آمنا وهم لا يفتنون
ولقد فتنا الذين من قبلهم فليعلمن الله الذين صدقوا وليعلمن الكاذبين

Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan : “kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji (dievaluasi) lagi ? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar, dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut, 29:2-3).

Sasaran evaluasi dengan teknik testing tersebut, adalah ketahanan mental beriman dan taqwa kepada Allah. Jika mereka ternyata tahan terhadap uji coba Tuhan, mereka akan mendapatkan kegembiraan dalam segala bentuk, terutama kegembiraan yang bersifat mental rohaniah. Seperti kelapangan dada, ketegaran hati, terhindar dari putus asa, kesehatan jiwa dan kegembiraan paling tinggi nilainya adalah mendapatkan tiket masuk surga.
Sistem evaluasi untuk mengetahui apakah bersyukur ataukah kufur terhadap Tuhan, sebagaimana firman-Nya :
قال الذي عنده علم من الكتاب أنا آتيك به قبل أن يرتد إليك طرفك فلما رآه مستقرا عنده قال هذا من فضل ربي ليبلوني أأشكر أم أكفر ومن شكر فإنما يشكر لنفسه ومن كفر فإن ربي غني كريم

“……..iapun berkata (orang yang berilmu dari Al-Kitab) : ia termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakan aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan)dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (An-Naml, 40)

Nabi Sulaiman pernah mengevaluasi kejujuran seekor burung hud-hud yang memberitahukan tentang adanya kerajaan yang diperintah oleh seorang wanita cantik, yang dikisahkan dalam Al Qur’an sebagai berikut :
قال سننظر أصدقت أم كنت من الكاذبين

“Berkata Sulaiman : “Akan kami lihat (evaluasi) apakah kamu benar ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.” (An-Naml, 27)

Sebagai contoh ujian yang berat kepada Nabi Ibrahim, Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anaknya Ismail yang amat dicintai. Tujuannya untuk mengetahui kadar keimanan dan ketaqwaan serta ketaatannya kepada Allah.

فلما أسلما وتله للجبين إن هذا لهو البلاء المبين وفديناه بذبح عظيم

Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya) …. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata; dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. (As Shaffaat,103, 106, 107)

Dengan demikian, pekerjaan evaluasi Tuhan pada hakekatnya adalah bersifat mendidik hamba-Nya agar sadar terhadap pungsinya selaku hamba-Nya, yaitu menghambakan diri hanya kepada-Nya.
Sistem evaluasi Tuhan yang tersebut di dalam al-Qur’an adalah bersifat makro dan universal dengan menggunakan teknik testing mental atau psikotes.

Teknik Evaluasi dalam Pendidikan dan Al Qur’an
Teknik evaluasi dalam pendidikan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu berbentuk test dan bukan berbentuk test (non-test).
Test adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh sekelompok peserta didik, sehingga menghasilkan suatu nilai tentang prestasi belajarnya, yang dapat dibandingkan dengan
nilai yang dicapai oleh peserta didik lainnya atau dengan nilai standar yang ditetapkan. Di samping evaluasi dalam bentuk test, pendidik perlu mengadakan evaluasi pendidikan dalam bentuk lain, yaitu non test. Misalnya : dalam bentuk laporan pribadi (self report) atau catatan-catatan hasil sikap peserta didik, atau hasil observasi yang dilakukan secara sengaja.
Dalam Al Qur’an terdapat beberapa ayat yang dapat dikaitkan dalam pengertian dan teknik evaluasi yang tersebar di beberapa surat, seperti al-inba’, al-hisab, al-bala’, al-wazn, al-taqdir dan an-nadzr
1. Al-Inba’ terdapat dalam surat al-Baqarah 31 dan 33, Allah berfirman :
وعلم آدم الأسماء كلها ثم عرضهم على الملائكة فقال أنبئوني بأسماء هؤلاء إن كنتم صادقين قال يا آدم أنبئهم بأسمائهم فلما أنبأهم بأسمائهم قال ألم أقل لكم إني أعلم غيب السماوات والأرض وأعلم ما تبدون وما كنتم تكتمون

Artinya : Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman : “sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar 1” Allah berfirman : “Bukankah sudah ku katakan kepadamu bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan ?”

Evaluasi pertama ditujukan kepada Malaikat dengan firman Allah : anbiuni bi asmai ha ulai in kuntum shadiqin, untuk menguji argumentasi yang dikemukakan oleh malaikat yang meragukan eksistensi Adam sebagai khalifah dengan membanggakan keutamaan yang dimilikinya yaitu senantiasa bertasbih dengan memuji dan mensucikan Allah. Al-Maraghi mengulas ayat ini : Apakah Tuhan hendak menjadikan seseorang yang sifatnya sedemikian itu sebagai khalifah. Sedangkan kami (para malaikat) adalah makhluk-Mu yang ma’shum (terpelihara dari kesalahan). Namun ternyata pengetahuan tasbih, tahmid dan taqdis yang dimiliki Malaikat tidak dapat dikembangkan sebagaimana kemampuan Adam, karena mereka tidak dapat menjabarkan pada keadaan sekitarnya. Sedang pada diri manusia telah disediakan alat untuk bisa meraih kemampuan secara sempurna di bidang ilmu pengetahuan, lebih jauh jangkauannya di banding Malaikat. Al-Inba’ adalah evaluasi dalam bentuk dialog atau tes lisan yang membutuhkan pengembangan dalam jawaban. Hal ini dimiliki manusia (Adam) tetapi tidak dimiliki oleh Malaikat. Kemudian Allah mengarahkan evaluasi kepada Adam untuk menguji kemampuannya terhadap ilmu yang telah diajarkan kepadanya dan ternyata Adam dapat menjawab dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan itu dengan lancar. Karena kemampuan Adam dalam menyelesaikan seluruh pertanyaan dalam evaluasi tersebut, maka Allah memberikan penghargaan kepadanya dengan memerintahkan kepada Malaikat supaya bersujud (memberikan penghormatan) kepada Adam. Tes ini sama dengan placement test, atau test untuk menentukan penempatan peserta didik apakah di kelas A atau di kelas B dst. Juga dikenal dengan fit and proper test atau uji kelayakan, yakni tes yang biasa dilakukan pada pejabat yang akan menduduki posisi penting dalam pemerintahan dan sebagainya.
2. Al-hisab yang diterjemahkan perhitungan, semakna dengan evaluasi. Di dalam QS. Al-Baqarah 2 : 202 Allah berfirman :
أولئك لهم نصيب مما كسبوا والله سريع الحساب

Artinya : Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungannya.

Allah menganugerahi hasil yang baik yakni hasil evaluasi yang diberikan adalah berdasarkan hasil kerja mereka. Bila pekerjaannya baik maka dia akan memperoleh hasil yang membahagiakan yaitu surga. Namun bila hasil evaluasinya buruk karena pekerjaannya jelek maka dia akan memperoleh hasil yang mengecewakan berupa siksa neraka. Al-hisab adalah prinsip evaluasi yang berlaku umum, mencakup tekhnik dan prosedur evaluasi Allah terhadap makhluknya. Al-hisab sering diikuti dengan lafaz sari’ (cepat). Di akhirat kelak perhitungan hasil evaluasi manusia dilakukan sangat cepat.
Lafaz al-hisab lebih banyak dipakai pada pengertian yang bersifat teknis seperti : Sari’ul hisab (hisab yang cepat), Su’ul hisab (hisab yang buruk), bi ghairi hisab (tanpa hisab) dsb.
Evaluasi yang dilaksanakan oleh Allah terhadap makhluk-Nya pada hari penerimaan hasil evaluasi (pengadilan di akhirat) maka manusia itu sendiri yang disuruh membaca atau memberikan penilaian terhadap hasil perbuatannya di dunia. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Isra’ 14
اقرأ كتابك كفى بنفسك اليوم عليك حسيبا

“Bacalah kitabmu cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghisab terhadapmu”

3. Al Bala’ yang diartikan cobaan dan ujian, ibtala’ atau menguji, mencoba banyak digunaklan oleh Allah dalam mengungkapkan bentuk ujian yang disebutkan, nama bahan ujiannya atau dengan istilah pendidikan mata kuliah, bidang studi atau mata pelajaran. Sehingga dalam penggunaan kata ini dalam Al-Qur’an selalu menyebutkan nama-nama yang diujikan, diantaranya seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah :124 dan 155, QS. Al-A’raf 7: 68, QS. Al-Kahfi 18:7, QS. Al-Anbi’a 21:35, QS. Muhammad 47:31. Sebagai contoh dalam QS. Al-Baqarah 2:155 :
ولنبلونكم بشيء من الخوف والجوع ونقص من الأموال والأنفس والثمرات وبشر الصابرين
Artinya : Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang sabar.

Ayat diatas merinci bahan ujian (materi evaluasi) yaitu terdiri dari : ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, kematian, kurang bahan makanan dan sebagainya. Maka hanya orang-orang yang sabar, yang mampu keluar dari kesulitan dengan tidak menggadaikan imannya tetapi lulus dalam ujian untuk memantapkan imannya. Ciri-cirinya dapat dilihat yakni, dia tidak bergembira berlebih-lebihan dengan kesenangan yang diperolehnya tetapi bersyukur dan mengeluarkan sebahagiaan yang wajib dikeluarkan atau bersadaqah, dan tidak pula bersedih yang menjadikan putus asa karena penderitaan yang dialaminya. Bila dikaitkan dengan pendidikan, maka nilai buruk yang diperolehnya tidak menjadikan dia lengah dan nilai buruk yang diperolehnya, karena dia sabar atau tabah dalam menghadapi kesulitan. Demikian pula QS. Al-A’raf 7:168 :
وقطعناهم في الأرض أمما منهم الصالحون ومنهم دون ذلك وبلوناهم بالحسنات والسيئات لعلهم يرجعون

Artinya : Dan kami bagi-bagi mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; diantaranya ada orang-orang yang shaleh dan diantaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran)

Dalam ayat ini bahan ujiannya sayyiat dan hasanat. Kedua hal ini dapat disamakan dengan materi yang agak mudah.
4 An-Nadzar, searti dengan al-bashar yaitu penglihatan, juga searti dengan arri’ayah wal I’tibar yakni pertimbangan seperti firman Allah dalam QS. 10; Yunus : 14
ثم جعلناكم خلائف في الأرض من بعدهم لننظر كيف تعملون

Artinya : Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan kamu berbuat.

Linandzura, menjadi bahan evaluasi yakni lakon dalam kepemimpinan yang diperagakan, senantiasa dalam pengawasan Allah. Apabila diperhatikan ayat-ayat yang menggunakan ungkapan nadzara, maka evaluasi itu adalah sesuatu yang didemonstrasikan atau dipraktekkan oleh orang sedang dievaluasi. Karena alat evaluasi yang digunakan adalah pancaindera yaitu mata. Dalam pendidikan, tekhnik inipun sering digunakan terutama dalam menilai sesuatu yang memerlukan kebenaran dalam gerak atau membutuhkan pengamatan yang seksama dari supervisior.
5. Al-Wazn atau taqdir ats tsiql yakni penimbangan seperti dalam firman Allah QS. : Al-Qori’ah; 6-9
فأما من ثقلت موازينه فهو في عيشة راضية وأما من خفت موازينه فأمه هاوية

Artinya : Dan adapun orang-orang yang berat timbangan amal (kebaikan)nya, maka ia berada dalam kehidupan yang memuaskan, adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.

Tsaqula mizanu fulanin (jika si fulan mempunyai kedudukan yang tinggi), jadi seakan-akan apabila diletakkan di atas timbangan akan mempunyai bobot atau berat.
Bobot yang dimaksudkan disini adalah mempunyai keutamaan dan amal shaleh yang banyak sehingga berada dalam kehidupan yang sangat menyenangkan. Adapun orang yang Khaffat mawazinuhu (kadar atau bobotnya ringan atau nihil), maka jika ditimbang maka bobotnya tidak akan naik. Hal ini karena amalnya jelek, berbuat
maksiat, merusak di bumi dan hanya sedikit melakukan kebaikan. Bila menggunakan perspektif pendidikan maka bila seseorang tidak mengerjakan tugas atau soal dengan baik, maka nilai yang akan diterima tentu bobotnya kecil, tetapi bila dapat mengerjakan tugas dan jawaban dengan baik, maka bobotnya tentu lebih banyak dan mendapat hasil yang memuaskan. Jadi bila amalan baiknya banyak, maka mizannya berbobot atau hasil evaluasinya menggembirakan, tapi sebaliknya bila amalan jeleknya yang banyak maka mizannya tidak berbobot atau hasil evaluasinya mengecewakan.
6. Al-Fitnah, cobaan dan ujian, yakni sesuatu yang berat hati untuk melakukan, meninggalkan, menerima atau menolaknya. Fitnah bisa terjadi pada keyakinan, perkataan, perbuatan dan apa saja. Dan Allah pun memberi ujian atau fitnah ini kepada siapa saja, orang mukmin, kafir, shadiq, maupun munafiq, lalu memberi balasan kepada mereka masing-masing sesuai perbuatan yang dilakukannya setelah mendapat ujian tersebut, apakah tetap berpegang pada kebenaran atau justru kebatilan, tetapkah melakukan kebaikan ataukah tetap dalam kejahatan.
Demikian juga firman Allah QS. Al-Anbiya 21:35
كل نفس ذائقة الموت ونبلوكم بالشر والخير فتنة وإلينا ترجعون

Artinya : Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan

Lafaz fitnah yang berarti ujian, juga menunjukkan nama bahan ujian yang tercakup di dalamnya beberapa materi ujian, karena Allah selalu menyebutkan nama-namanya yang terinci lalu menjelaskan bahwa itu adalah fitnah atau bahan ujian. Fitnah ini banyak terkait dengan psiko test, disebabkan ada kecenderungan hati dan berat dalam menentukan sikap.
6. At-Taqdir, ketentuan, jumlah, ukuran, seperti firman Allah QS. Al-Hijr 15:21
وإن من شيء إلا عندنا خزائنه وما ننزله إلا بقدر معلوم

Artinya : Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kamilah Khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.

Demikian juga firman Allah QS. Ar-Ra’d 13:8 :
الله يعلم ما تحمل كل أنثى وما تغيض الأرحام وما تزداد وكل شيء عنده بمقدار

Artinya : Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisinya ada ukurannya.

Bi miqdar dengan masa yang tidak dilebihi dan tidak dikurangi. Lafaz At-taqdir dapat disamakan dengan cara penilaian dengan memberikan penetapan nilai pada setiap soal yang diberikan atau ketentuan pembobotan seperti pemberian nilai sikap pada penelitian yang menggunakan statistik.
At-Taqdir dapat juga disamakan dengan pengujian validitas hasil belajar yakni penganalisaan terhadap tes hasil belajar sebagai suatu totalitas yang dapat dilakukan dengan dua cara, Pertama : penganalisaan dengan cara berfikir secara rasional atau penganalisaan yang menggunakan logika (logical analysis). Kedua : penganalisaan yang dilakukan berdasarkan kenyataan empiris (empirical analysis).
Jika dilihat dari teori taksonomi Benjamin S. Bloom, maka jelaslah bahwa yang dijadikan sasaran evaluasi Tuhan dan Nabi adalah sebagai berikut :
1. Evaluasi Tuhan lebih menitik beratkan pada sikap, perasaan dan pengetahuan manusia seperti iman dan kekafiran, ketaqwaan dan kefajiran (kognitif-afektif).
2. Evaluasi Nabi sebagai pelaksana perimtah Tuhan sesuai wahyu yang diturunkan kepada beliau lebih menitik beratkan pada kemampuan dan kesediaan manusia mengamalkan ajaran-Nya, di mana faktor psikomotorik menjadi penggeraknya. Di samping itu faktor konatif (kemauan) juga dijadikan sasarannya. (Konatif-psikomotorik).
Ketentuan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Allah terhadap makhluknya, tidak akan menyalahi aturan yang telah ditetapkan sehingga tidak ada orang yang teraniaya atau dirugikan. Kesalahan hanya dihitung sesuai dengan jumlah kesalahan (dosa), tetapi kebaikan dihitung berlipat ganda, kebaikan satu diberi nilai 10 sampai 700 berarti nilai minimal kebaikan adalah B (baik). Tidak ada nilai min atau denda yang menyebabkan peserta didik ragu menjawab karena takut nilai dikurangi bila menjawab salah.

Kesimpulan
Evaluasi sebagai suatu proses pendidikan berfungsi sebagai :
1. Umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar.
2. Menentukan angka kemampuan/hasil belajar masing-masing murid.
3. Menentukan situasi belajar mengajar yang tepat bagi murid sesuai tingkat kemampuan.
4. Mengenal latar belakang (psikologi fisik dan lingkungan) murid yang mengalami kesulitan belajar.
Tujuan pedagogis dari sistem evaluasi Tuhan terhadap perbuatan manusia yaitu :
1. Untuk menguji daya kemampuan manusia yang beriman.
2. Untuk mengetahui sampai di mana hasil pendidikan wahyu yang telah diterapkan Rasulullah SAW terhadap umatnya.
3. Untuk menentukan klasifikasi hidup keislaman manusia, sehingga diketahui ada yang beriman dan bertaqwa dan ada yang ingkar kepada ajaran Islam.
Ada beberapa istilah evaluasi yang digunakan di dalam Al-Qur’an seperti
- Al-Hisab mencakup seluruh evaluasi dalam pengertian umum.
- Al-Inba’ mencakup pengertian PMDK, UMPTN, placement test dan fit profer test.
- At-Taqdir dan Al-Wazn mencakup pengertian alat evaluasi.
- An-Nadzr yakni ar-ri’ayah wal I’tibar yang berarti pertimbangan, juga berarti al-bashar yaitu penglihatan yaitu evaluasi yang dilakukan dengan menggunakan pancaindera mata.
- Al-Bala’, selalu diikuti oleh penjelasan nama materi evaluasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar