Selasa, 24 April 2012

kognitif sd 1

Perkembangan berpikir anak SD

 
 
 
 
 
 
6 Votes
Perkembangan dan Cara Belajar Anak di SD

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Perkembangan anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan anak. Baik unsure-unsur bawaan maupun unsure-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan ank tersebut.
Guru terutama guru SD diharapkan mempunyai pemahaman konseptual tentang perkembangan dan cara belajar anak di SD.pemahaman konseptual tersebut meliputi gambaran tentang siapa anak SD dan bagaiamana mereka berkembang, yang mencakup tentang karakteristik perkembangan anak usia SD dalam berbagai aspek fisik biologis, kognitif, bahasa, dan psikososial. Selain itu diperlukan adanya pemahaman tentang prinsip-prinsip belajar anak, proses-proses psikologis yang terjadi dalam belajar anak serta peran motivasi dalam belajar anak.
Dengan bekal pemahaman konstektual tersebut, guru diharapkan dapat mengaplikasikan pemahaman tersebut dalam menyelenggarakan proses pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan anak SD.
1.2. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah perkembangan anak sekolah dasar dan cara belajar anak sekolah dasar ?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui perkembangan anak sekolah dasar dan cara belajar anak sekolah dasar.
PEMBAHASAN

2.1  PERKEMBANGAN ANAK SEKOLAH DASAR

  1. A. PERKEMBANGAN SECARA FISIK

Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan. Perubahan proporsi atau perbandingan antar bagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak. Pertumbuhan dan perkembangan fisik anak menentukan ketrampilan anak bergerak. Pertumbuhan dan perkembangan mempengaruhi cara memandang dirinya sendiri dan orang lain, yang berdampak dalam melakukan penyesuaian dengan dirinya dan orang lain.
ü      Pertumbuhan Tinggi
Pertumbuhan tinggi badan setiap anak berbeda-beda, tapi mengikuti pola yang sama.
  1. Anak usia 5 tahun : tinggi tubuh 2x dari tinggi/panjang tubuh saat  lahir.
Setelah itu melambat 7 cm setiap tahun.
  1. Anak usia 12/13 thn : tinggi anak 150 cm, masih bertambah sampai usia
18 tahun ketika mengakhiri masa remaja.
Pada akhir usia SD dan anak masuk masa puber, pertumbuhan anak laki-laki lebih lambat dari anak perempuan. Namun setelah itu, pertumbuhan laki-laki lebih cepat.
ü      Perkembangan Berat Tubuh Peserta Didik.
  1. Anak usia 5 tahun          : berat 5x setelah dilahirkan.
  2. Anak masa anak            : berat 35-40 kg.
  3. Anak usia 10-12 tahun (permulaan masa remaja):
  • Anak mengalami periode lemak.
  • Mengalami pematangan kelamin yang berasal dari hormone.
  • Nafsu makan anak semakin besar.
  • Pertumbuhan tubuh yang cepat.
  • Penumpukan lemak pada perut, pinggul,pangkal paha, dada, sekitar rahang, leher dan pipi.
Berdasarkan tipologi Sheldon (Hurlock, 1980) ada tiga kemungkinan bentuk primer anak SD, yaitu:
  1. Bentuk tubuh endomorph: yang tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
  2. Bentuk tubuh mesomorf: kelihatannya kokoh, kuat, dan lebih kekar.
  3. Berat tubuh ektomorf: tampak jangkung, dada pipih, lemah dan seperti tak berotot.
ü      Pertumbuhan Tulang, Gigi, Otot dan Lemak.
  1. Pertumbuhan tulang (jumlah dan komposis) pada peserta didik usia SD/MI cenderung lambat dibandingkan anak awal dan remaja.
  2. Pengerasan tulang dan tulang rawan menjadi tulang keras berlangsung terus sampai akhir masa remaja.
  3. Pertumbuhan tulang terjadi tidak serempak dan kecepatannya berbeda, tergantung pada hormone, gizi dan zat mineral yang dikonsumsi.
  4. Pada dua tahun terakhir masa anak akhir dimana terjadi periode lemak, terjadi pembengkokkan tulang karena tulang belum/tidak cukup keras menompang berat badan.
  5. Pergantian gigi susu menjadi gigi tetap terjadi pada peserta didik usia SD/MI menjadi peristiwa penting karena dapat mempengaruhi perilaku anak.
  6. Perkembangan susunan syaraf pada otak dan tulang belakang mempengaruhi perkembangan indra dan berpikir anak yang berdampak pada kemampuan anak dalam belajar.
  7. Sebagian peserta usia SD/MI juga berbeda pada masa awal remaja/puber.
  • Masa ini terjadi perubahan fisik yang sangat pesat dalam ukuran tinggi, berat badan, proporsi tubuh.
  • Kematangan kelenjar dan hormone yang berkaitan engan pertumbuhan seksual.
  • Mengalami ketidakseimbangan, terlalu memperhatikan perubahan fisik, menarik diri dari pergaulan, perubahan minat/aktivitas bermain, bersikap negative/menentang, kurang PD, dsb.
v     Faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik
Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI lebih lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan masa sebelumnya (masa bayi dan TK awal) dan sesudahnya (masa puber dan remaja). Jadwal waktu pertumbuhan fisik tiap anak tidak sama, ada yang berlangsung cepat, sedang atau lambat. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak a.n:
  1. 1. Pengaruh keluarga
ü       Faktor keturunan
Membuat anak menjadi gemuk dari pada anak lainnya. Perbedaan ras suku bangsa (orang Amerika,Eropa, dan  Australia cenderung lebih tinggi dari pada orang Asia).
ü       Faktor lingkungan
Akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan anak tersebut. Lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh daripada tinggi tubuh.
  1. 2. Jenis Kelamin
Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak perempuan, kecuali pada usia 12-15 tahun.
  1. 3. Gizi dan kesehatan
  • Anak yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggitubuhnya dan relatif lebih cepat mencapai masa puber dibandingkan dengan anak yang bergizi kurang.
  • Anak yang sehat dan jarang sakit biasanya mempunyai tubuh sehat dan lebih berat dibanding dengan anak yang sering sakit.
  1. 4. Status sosial dan ekonomi
  • Fisik anak dari kelompok ekonomi rendah cenderung lebih kecil dibandingkan dengan keluarga ekonomi cukup atau tinggi.
  • Keadaan status ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam memberi makan, gizi dan pemeliharan kesehatan serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan anak.
  1. 5. Gangguan Emosional
Anak yang sering mengalami gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan pada kelenjar pituitary, akibatnya anak mengalami keterlambatan perkembangan memasuki masa puber.
Bagi anak usia SD atau MI, reaksi yang diperlihatkan orang lain terutama oleh teman-teman sebayanya terhadap ukuran dan proporsi tubuhnya mempunyai makna penting. Apabila ukuran-ukuran dan proporsi tubuh anak berbeda jauh dengan teman sebayanya anak akan merasa kelainan, tidak mampu dan rendah diri.

  1. B. PERKEMBANGAN INTELEK

v     Struktur pengetahuan
Pengertian kognitif meliputi aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu, dan dalamnya terdapat aspek: persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan persoalan. Perkembangan kognitif merupakan proses dan hasil individu dengan lingkungannya.
Selain itu, struktur pengetahuan juga menjelaskan tentang tingkat kecerdasan peserta didik pada usia SD. Dengan adanya beberapa kecerdasan tiap individu, maka memungkinkan terjadinya kecerdasan ganda (multiple intelligence),  sehingga perlu diadakannya semacam tes untuk mengetahui tingkat intelegensi tiap individu yang biasa disebut dengan IQ (Intelligence Quotient). IQ merupakan hasil bagi usia mental dengan usia kronologis atau kalender dikalikan seratus. Dengan berpegang pada satuan ukuran IQ, maka kecerdasan dikategorikan dalam tabel berikut (Sukmadinata, 2003):
IQ Kategori
140-…… Genius
130-139 Sangat cerdas
120-129 Cerdas
110-119 Di atas normal
90-109 Normal
80-89 Di bawah normal
70-79 Bodoh
50-69 Debil
25-49 Imbecil
……..-25 Idiot
vTahap perkembangan kogntif
Pada anak usia SD, mereka mengalami tahap ketiga dan keempat dari 4 tahap, yaitu:
  • Tahap 3: Konkret Operasional (7-11 tahun)
Pada masa ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas, menkonservasi angka melalui 3 macam proses operasi, yaitu:
  1. Negasi sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses yang terjadi di antara kegiatan dan memahami hubungan antara keduanya.
  2. Resiprokasi sebagai kemampuan untuk melihat hubungan timbal balik.
  3. Identitas dalam mengenali benda-benda yang ada.
Dengan demikian, pada tahap ini anak sudah mampu berfikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, mampu mengkonservasi angka, serta memahami konsep melalui pengalaman sendiri dan lebih objektif.
  • Tahap 4 : Formal Operasional (11 – 12 tahun)
Pada fase ini, anak sudah dapat berfikir abstrak, hipotesis dan sistematis mengenai sesuatu yang abstrak dan memikirkan hal-hal yang akan dan mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak sudah mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif dalam memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis, menggabungkan sejumlah informasi secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam abstraksi, memahami, dan membuat perkiraan di masa depan.
Dengan mengetahui tahap perkembangan kognitif tersebut, diharapkan orang tua dan guru dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan intelektual anak dengan tepat sesuai dengan usia perkembangan kognitifnya.
v     Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek peserta didik usia SD atau MI, antara lain:
  1. Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui pesan indera dalam perjalanannya ke otak (kesadaran).
  2. Intelegensi mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti dan memahami sesuatu.
  3. Kesempatan belajar yang diperoleh anak.
  4. Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak mendapat pengalaman seara tidak langsung dari orang lain atau informasi dari buku.
  5. Jenis kelamin karena pembentukan konsep anak laki-laki atau perempuan telah dilatih sejak kecil dengan cara yang sesuai dengan jenis kelamin.
  6. Kepribadian pada anak dalam memandang kehidupan dan menggunakan suatu kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
Dalam perkembangan intelek, dapat juga terjadi kendala dan berbahaya yang mempengaruhi perkembangan anak secara keseluruhan, di antaranya :
  1. Kelambanan perkembangan otak yang dapat mempengaruhi kemampuan bermain dan belajar di sekolah serta penyesuaian diri dan social anak, yang dikarenakan oleh tingkat kecerdasan di bawah normal dan kurangnya mendapat kesempatan memperoleh pengalaman.
  2. Konsep yang salah yang disebabkan oleh informasi yang salah, pengalaman terbatas, mudah percaya, penalaran yang keliru, dan imajinasi yang sangat berperan, pemikiran tidak realistis, serta salah menafsirkan arti.
  3. Kesulitan dalam membenarkan konsep yang salah dan tidak relistik. Hal ini biasanya berkenaan dengan konsep diri dan sosial yang bisa membingungkan anak.
  1. C. PERKEMBANGAN AFEKTIF

Erikson melahirkan teori perkembangan afektif yang terdiri atas delapan tahap.
  1. a. Trust vs Mistnis/Kepercayaan dasar (0;0 -1;0).
Yang kebutuhannya terpenuhi waktu ia bangun, keresahannya segera terhapus, selalu dibuai dan diperlakukan sebaik-baiknya, diajak main dan bicara, akan turnbuh perasaannya bahwa dunia ini tempat yang aman dengan orang-orang di sekitarnya yang selalu bersedia menolong dan dapat dijadikan tempat ia menggantungknn nasibnya. Jika pemeliharaan terhadap bayi itu tidak menetap, tidak memadai sebagaimana mestinya, serta terkandung di dalarnnya sikap-sikap menolak, akan turnbuhlah pada bayi itu rasa takut serta ketidak-percaya.in yang mendasar terhadap dunie sekelilingnya dan terhadap orang-orang di sekitarnya. Perasaan ini akan terus terbawa pada tingkat-tingkat ptrkembanpan berikutnya.
  1. b. Autonomy vs Shame and Doubt/Otonomi (1;0 – 3;0)
Pada tahap ini Erikson melihat munculnya autonomy. Dimensi autonomy ini timbulnya karena adanya kemampuan motoris dan mental anak. Pada saat ini bukan hanya berjalan, tetapi juga memanjat, menutup-membuka menjatuhkan, menarik dan mendorong, memegang dan melepaskan. Anak sangat bangga dengan kemampuannya ini dan ia ingin melakukan banyak hal sendiri. Orang tua sebaiknya menyadari bahwa anak butuh melakukan sendir hal-hal yang sesuai dengan kemampuannya menurut langkah dan waktunya; sendiri. Anak kemudian akan mengembangkan perasannya bahwa ia dapat mengendalikan otot-ototnya, dorong-dorongannya, serta mengendalikan diri dan lingkungannya. Jika orang dewasa yang mengasuh dan membimbing anak tidak sabar dan selalu membantu mengerjakan segala sesuatu yang sesungguhnya dapat dikerjakannya sendiri oleh anak itu, maka akan tumbuh pada anak itu rasa; malu-malu dan ragu-ragu. Orang tua yang terlalu melindungi dan selalu mencela hasil pekerjaan anak-anak, berarti telah memupuk rasa malu dan ragu yang berlebihan sehingga anak tidak dapat mengendalikan dunia dan dirinya sendiri, Jika anak, meninggalkan masa perkembangan ini dengan autonomi yang lebih kecil daripada rasa malu dan ragu, ia akar mengalami kesulitan untuk memperoleh autonomi pada masa remaja dan masa dewasanya. Sebaliknya anak yang dapal melalui masa ini dengan adanya keseimbangan serta dapat mengatasi rasa malu dan ragu dengan rasa outonomus, maka ia sudah siap menghadapi siklus-siklus kehidupan berikutnya. Namun demikian keseimbangan yang diperoleh pada masa ini dapat berubah ke arah positif maupun negatif oleh perisliwa-peristiwa di masa selanjutnya.
  1. c. Initiatives vs Guilt/Inisiatif (3;0 – 5;0)
Pada masa ini anak sudah menguasai badan dan geraknya. la dapat mengendarai sepeda roda tiga, dapat lari, memukul, memotong. Inisialif anak akan lebih terdorong dan terpupuk bila orang tua member! respons yang baik terhadap keinginan anak untuk bebas dalam melaknkan. kegiatan-kegiatan motoris sendiri dan bukan lianya bereaksi atnu nienirn anak-anak lain. Hal yang sama terjadi pada kemampuan anak nnluk menggunakan bahasa dan kegiatan fantasi.
  1. d. Industry vs litferioriry/Produkttvltns (6;0 – 11 ;00)
Anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut peraturan yang ada. Dimensi psikososial yang rnuncul pada masa ini adalah: sense of industry, sense of inferiority Anak didorong untuk membuat, melakukan dan mengerjakan dengan benda-benda yang praktis. dan mengerjakannya sampai selesai sehingga menghasilkan sesuatu. Berdasarkan hasilnya mereka dihargai dan di mana perlu diberi hadiah. Dengan demikian rasa/sifat ingin menghasilkan sesuatu dapat dikembangkan. Pada usia sekolah dasar ini dunia anak bukan hanya lingkungan rumah saja melainkan meneakup juga lembaga-iembaga lain yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan individu. Pengalaman-pengalaman sekolah anak mempengaruhi industry dan inferiority anak. Anak dengan IQ 80 atau 90 akan mempunyai pengalaman sek’olah yang kurang memuaskan walaupun sifat indtistri dipupuk dan dikembangkan di ruitiah. Ini dapat menimbulkan rasa inferiority (rasa tidak” mampu). Keseimbangan industry dan inferiority bukan hanya bergantung kepada orang tuanya, tetapi dipengaruhi pula oleh orang-orang dewasa lain yang berhubungan dengan anak itu
  1. e. Identity vs Role Confusion/Identitas (12;0 – 18;0)
Pada saat ini anak sudah menuju kematangan fisik dan mental. la mempunyai perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan baru sebagai akibat perubahan-perubahan itubuhnya. Pandangan dan pemikirannya tentang dunia sekelilingnya mengilami perkembangan. la mulai dapat berpikir tentang pikiran orang lain. la berpikir puh apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya. la mulai mengrrti tentang keluarga yang ideal, agama, dan masyarakat, yang dapat diperbandingkannya dengan apa yang dialaminya sendiri.
Menurut Erikson, pada tahap ini dimensi interpersonal yang muncul adalah: ego identity -4 •–>• role confusion. Pada masa ini siswa harus dapat ‘mengirtegrasikan apa yang telah dialami dan dipelajarinya tentang dirinya sebagai anak, siswa, teman, anggota pramuka, dan lain sebagainya menjadi suatu kesatuan sehingga menunjukkan kontinuitas dengan masa lalu dan siap menghadapi masa datang. Peran orang tua yang pada masa lalu berpengaruh secara langsung pada krisis perkembangan, maka pada masa ini pengaruhnya tidak langsung. Jika anak mencapii masa remaja dengan rasa terima kasih kepada orang tua, dengan penuh kepercayaan, mempunyai autonomy, berinisiatif, memiliki sifat-sifat industry, maka kesempatannya kepada ego indentiti sudah berkembang.
  1. f. Intimacy vs Isolation/Keakraban (19;0 – 25;0)
Yang dimaksud dengan intimacy oleh Erikson selain hubungan antara suami istri adalah juga kemampuan untuk berbagai rasa dan memperhatikan orang lain. Pada tahap ini pun keberhasilan tidak bergantung secara langsung kepada orang tua. Jika intimacy ini tidak terdapat di antara sesama teman atau suami istri, menurut Erikson, akan terdapat apa yang disebut isolation, yakni kesendirian tanpa adanya orang lain untuk berbagai rasa dan saling memperhatikan.
  1. g. Generavity vs Self Absorption/Generasi Berikut (25;0 – 45;0)
Generativity berarti bahwa orang mulai memikirkan orang-orang lain di luar keluarganya sendiri, memikirkan generasi yang akan datang serta hakikat masyarakat dan dunia tempat generasi ifi liidnp. Generativily ini bukan hanya terdapat pada orang tua (ayah dan ibu), tetapi terdapat pula pada individu-individu yang secara aktif memikirkan kesejahteraan kaum muda serta berusaha membuat tempat bekerja yang lebih baik untuk mereka hidup. Orang yang tidak berhasil mencapai gereralivily berarti ia berada dalam keadaan self absorption dengan hanyr memutuskart perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan dan kesenang’an pribadinya saja.
  1. h. Integrity vs Despair/Integritas (45;0)
Pada tahap ini usaha-tisaha yang pokok pada individu sudah mendekati kelengkapan, dan merupakan masa-masa untuk menikmati pergaulan dengan cucu-cucu. Integrity timbul dari kemampupn individu untuk melihat kembali kehidupannya yang lalu dengan kepuasan. Sedangkan kebalikannya adalah despair, yaitu keadaan di mana individu yang menengok ke belakang dan meninjau kembali kehidupannya masa lalu sebagai rangkaian kegagalan dan kehilangan arah, serta disadarinya bahwa jika ia memulai lagi sudah terlambat.
Sebagai rekapitulasi dapat dinyatakan bahwa penahapan perkembangan afektif manusia merupakan perpaduan dari tugas-tugas perkembangan dan tugas-tugas sosial. Perkembangan afektif suatu tahap dapat berpengaruh secara positif maupun negatif terhadap tahap berikutnya. Jika anak mencapai tahap ketiga yang bergaul dengan anak bukan hanya orang tuanya saja melainkan juga orang dewasa lainnya di sekolah, yaitu guru. Guru yang membimbing dan mengasuh peserta didiknya pada berbagai aspek tingknt kelas perlu memahami dan menyadari sikap, kebutuhan dan perkembangan mereka.
  1. D. PERKEMBANGAN  MINAT  ANAK  SD

Meichati (1975) mengartikan minat adalah perhatian yang kuat, intensif, dan menguasai individu secara mendalam untuk tekun melakukan suatu aktivitas.
Secara operasional, Lilawati (1988) mengartikan minat adalah suatu perhatian yang kuat dan mendalam disertai dengan perasaan senang terhadap suatu kegiatan sehingga mengarahkan anak untuk melakukan kegiatan tersebut dengan kemauan sendiri.
Sinambela (1993) mengartikan minat adalah sikap positif dan adanya rasa ketertarikan dalam diri anak terhadap suatu aktivitas tertentu.
Jadi dapat diartikan bahwa minat adalah kekuatan yang mendorong anak untuk memperhatikan, merasa tertarik, dan cenderung senang terhadap suatu aktivitas sehingga mereka mau melakukan aktivitas tersebut dengan kemauannya sendiri.
Minat terdiri dari dua aspek, yaitu :
  1. Aspek kognitif, berupa konsep positif terhadap suatu obyek dan  berpusat pada manfaat dari obyek tersebut.
  2. Aspek afektif, nampak pada rasa suka atau tidak senang dan kepuasan pribadi terhadap obyek tersebut.
Minat pada anak dipengaruhi oleh dua faktor :
  1. Faktor personal, merupakan faktor-faktor  yang ada pada diri anak itu (meliputi usia, jenis, kelamin, intelegensi, sikap, dan kebutuhan psikologi).
  2. Faktor instusional, merupakan faktor-faktor di luar diri anak (melalui pengaruh orang tua, guru, dan teman sebaya).
Dari segi materi dan  pengamatan lapangan, kami dapat menyimpulkan bahwa minat pada anak SD pada pada sesuatu umumnya tergantung pada beberapa hal, yaitu :
  1. Kemauan anak terhadap kegiatan tersebut (meskipun ada dorongan yang besar dari orang-orang tertentu, misalnya orang tua, kalau dia tidak mempunyai keinginan yang tinggi terhadap kegiatan tersebut dia tidak akan melakukan kegiatan tersebut)
  2. Karakter masing-masing anak.
  3. Suasana hati / keinginan hati (mood)
Minat anak SD terhadap suatu kegiatan lebih tergantung pada pengaruh teman sebayanya. Mereka lebih cenderung “ikut-ikutan“ dalam melakukan suatu kegiatan (pengaruh lingkungan). Pada dasarnya mereka lebih mempunyai minat yang tinggi kepada suatu aktivitas yang menarik perhatian mereka dan yang memberi kesenangan pada mereka. Anak sekolah dasar kurang begitu tertarik kepada hal-hal yang menimbulkan kebosanan dan kejenuhan.
  1. E. PERKEMBANGAN BAHASA

Bahasa merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan, pendapat, perasaan dengan menggunakan simbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat, bahasa dapat dibedakan menjadi 3, yaitu bahasa lisan, bahasa tulis, dan bahasa isyarat.
Keterampilan dalam berbahasa memiliki 4 aspek atau ruang lingkup, yaitu:
  1. 1. Keterampilan mendengarkan
  2. 2. Keterampilan berbicara
  3. 3. Keterampilan membaca
  4. 4. Keterampilan menulis
Di sekolah dasar, keterampilan mendengarkan meliputi kemampuan memahami bunyi bahasa, perintah, dongeng, drama, petunjuk, denah, pengumuman, beruta, dan konsep materi pelajaran. Keterampilan berbicara meliputi kemampuan mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa,pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, berita, deklamasi, memberi tanggapan, pendapat/saran, dan diskusi. Keterampilan membaca meliputi ketrampilan memahami teks bacaan melalui membaca intensif dan sekilas. Keterampilan menulis meliputi kemampuan menulis permulaan, dikte, mendeskripsikan benda, mengarang, menulis surat, undangan, dan ringkasan paragraf.
v     Pola Perkembangan Bahasa Anak
Anak dikatakan siap atau matang berbicara dan belajar bahasa apabila aspek motorik bicara (koordinasi otot bicara) dan aspek mental bicara (kemampuan berpikir) anak sudah mulai berfungsi dengan baik. Pada saat anak mulai masuk sekolah merupakan masa yang paling baik untuk belajar bahasa. Anak selalu bertanya mengenai segala yang dilihat dan ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Anak mulai membangun kosakata yang biasanya merupakan kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan, kata merangkai/pengganti dari apa saja yang dijumpai anak dalam kehidupan sehari-hari khususnya mengenai warna, waktu, uang, dan kata popular yang digunakan kelompok anak atau teman sebaya. Selanjutnya perkembangan bahasa dengan pembentukan kalimat, dimulai dengan kalimat sederhana menjadi kalimat lengkap.
Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan berbicara atau berbahasa anak semakin baik. Isi pembicaraan anak pada umumnya dibedakan menjadi 2, yaitu:
  1. Kegiatan berbicara yang berpusat pada diri sendiri (eosentrik), meskipun anak itu sedang berada dalam kelompok.Anak type ini lebih banyak berbicara tentang hal yang berhubungan dengan dirinya sendiri dan cenderung mendominasi pembicaraan sehingga kurang berminat dan sulit mendekatkan atau menerima pendapat orang lain.
  2. Kegiatan bicara yang berpusat pada orang lain (sosialisasi). Anak type ini cenderung menyesuaikan isi dan cara berbicaranya dengan orang yang sedang berinteraksi dengannya. Sehingga anak mampu melibatkan diri dengan kegiatan social dan mampu berkomunikasi.
v     Faktor Kendala dalam Mempelajari Ketrampilan Berbahasa
Meskipun pada umumnya pula perkembangan keterampilan berbahasa anak sama, namun tetapada perbedaan individual.berikut ini adalah beberapa faktor penyebab perbedaan tersebut:
  1. 1. Kesehatan
Anak yang sehat lebih cepat belajar berbicara dibandingkan dengan anak yang kurang sehat, sebab perkembangan aspek aspek motorik dan aspek mental berbicaranya lebih baik sehingga lebih siap untuk belajar berbicara.
  1. 2. Kecerdasan
Anak yang memiliki kecerdasan tinggi, akan belajar berbicara lebih baik dan memiliki penguasaan bahasa erat kaitannya dengan kemampuan berpikir.
  1. 3. Jenis kelamin
Anak perempuan lebih dalam belajar bahasa daripada anak laki-laki, baik dalam pengucapan, kosa kata maupun  keseringan berbahasa.
  1. 4. Keluarga
Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin sering anak mendengar dan berbicara. Demikian pula anak pertama lebih baik perkembangan berbicaranya karena orang tua lebih banyak memiliki waktu untuk berbicara dan berbahasa.
  1. 5. Keinginan dan Dorongan Komunikasi
Semakin kuat keinginan dan dorongan untuk berkomunikasi dengan orang lain terutama teman sebaya, akan semakin kuat pula usaha anak untuk berbicara dan berbahasa.
  1. 6. Kepribadian
Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan memiliki kepribadian yang baik cenderung memiliki kemampuan bicara dan berbahasa lebih baik daripada anak yang mengalami masalah dalam penyesuaian diri.
  1. F. PERKEMBANGAN SOSIAL

Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Tuntutan sosial pada perilaku sosial anak tergantung dari perbedaan harapan dan tuntutan budaya dalam masyarakat tempat anak tumbuh kembangkan tugas perkembangannya. Dalam belajar hidup bermasyarakat diperlukan tiga proses dalam bersosialisasi, yaitu:
  1. Belajar berperilaku yang dapat diterima social.
  2. Memainkan  peran social yang dapat diterima
  3. Perkembangan sikap social.
Jika peserta didik tidak mampu melakukan 3 proses sosialisasi diatas maka peserta didik tersebut berkembang menjadi orang yang nonsosial, asosial, dan anti sosial.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi adalah sebagai berikut:
  1. Kesempatan dan waktu untuk bersosialisai dengan orang lain.
  2. Kemampuan berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik maupun orang dewasa lain.
  3. Motivasi peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi.
  4. Metode belajar efisien dan bimbingan bersosialisasi.
Pengalaman sosial awal memegang peranan penting bagi perkembangan dan perilaku sosial selanjutnya. Sebab pengalaman sosial awal cenderung menetap. Jadi mudah atau sulitnya perkembangan sosial anak selanjutnya tergantung pada baik buruknya si anak mempelajari sikap dan perilaku sosial. Selain itu, pengalaman sosial awal juga berpengaruh terhadap partisipasi sosial anak. Anak yang mempunyai pengalaman sosial awal yang baik cenderung lebih aktif dalam kegiatan kelompok social begitu juga sebaliknya.
Para peserta didik usia SD atau MI yang berada pada posisi anak akhir akan mulai membentuk kelompok bermain yang selanjutnya berkembang menjadi kelompok belajar dan melakukan aktifitas pada masa anak. Sedangkan peserta didik kelas 5 atau 6 kadang-kadang sudah mengalami masa puber. Pada masa ini seorang peserta didik mengalami perubahan fisik sensual yang pesat. Sehingga seorang anak cenderung menarik diri dari kelompoknya, kurang dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Juga terjadi kemunduran minat untuk bermain dan melakukan aktifitas kelompok serta cenderung bersikap antisocial.
v     Peranan Kelompok dan Permainan
Pada masa anak akhir, kelompok atau geng anak memegang peranan penting dalam perkembangan social. Jika pada masa anak awal terbentuk kelompok bermain yang terbentuk secara spontan, informal dan sementara, maka kelompok yang terbentuk pada masa anak akhir mempunyai struktur yang lebih tegas dan formal. Ada yang menjadi pemimpin dan pengikut. Mereka melakukan beberapa aktivitas seperti bermain, hiburan, minat dan hoby, bahkan kadang mencoba menggangu orang lain. Kelompok pada masa anak akhir merupakan usaha anak untuk menciptakan suatu masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhannya.
Pengaruh kelompok terhadap sosialisasi anak dilakukan dalam hal :
  1. Membantu anak bergaul dengan teman sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara social dan kelompoknya.
  2. Membantu anak mengembangkan kesadaran yang rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti nilai orang tua yang sebelumnya cenderung diterima anak sebagai kata hati yang otoriter.
  3. Mempelajari sikap social yang pantas melalui pengalamannya dalam menyukai orang an cara menikmati kehidupan serta aktivitas kelompok.
  4. Membantu kemandirian anak dengan cara memberikan kepuasan emosional melalui persahabatan dengan teman-teman sebaya.
Permainan atau bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan dengan sukarela tanpa ada paksaan/tekanan dari luar apalagi kewajiban.
Melalui permainan atau bermain, anak tidak hanya memperoleh kesenangan tetapi mereka juga dapat mempelajari sesuatu. Permainan atau bermain mempunyai empat manfaat yaitu :
  1. Latihan fungsi baik fungsi motorik maupun kognitif.
  2. Sarana sosialisasi, anak dapat belajar bekerjasama dan saling tolong menolong dalam bermain.
  3. Mengukur kemampuan terutama untuk permainan yang dilombakan.
  4. Menempa emusi/sikap melalui kegiatan untuk mentaati aturan permainan dan bersikap sportif.
v Penyesuaian Sosial
Penyesuaian sosial berarti keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok paa khusunya. Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik mempelajari berbagai ketrampilan seperti kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Di bawah ini adalah beberapa criteria penyesuaian social yang baik.
  1. 1. Ketrampilan nyata
Perilaku social anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi harapan kelompok.    
  1. 2. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok.
Anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok lainnya.     
  1. 3. Sikap social
Anak menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap orang lain serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok serta kegiatan social.
  1. 4. Kepuasan pribadi
Karena anak dapat bersosialisasi dengan baik dan dapat berperan dalam kelompok, maka anak akan merasa kepuasan tersendiri.
Teman sebaya sangat berperan dan berpengaruh terhadap kemampuan penyesuaian sosial peserta didik usia SD. Penerimaan atau penolakan teman kelompok akan berdampak pada perkembangan aspek-aspek lainnya seperti emosi, konsep diri, dan kepribadiannya. Pada masa anak akhir, ada teman biasa yang hanya memenuhi kebutuhan anak untuk berada dalam kelompoknya, teman bermain yang dapat melakukan aktivitas bermain bersama-sama, dan teman akrab yang memungkinkan anak dapat berkomunikasi melalui pertukaran ide, rasa percaya, meminta nasehat dan berani mengkritik. Jumlah teman peserta didik usia SD sangat bervariasi, tetapi seiring bertambah usia maka jumlah temanpun semakin banyak. Pemilihan teman biasanya terjadi karena adanya kesamaan sifat, minat, nilai-nilai dan kedekatan geografis/lokasi. Pergantian teman dapat terjadi karena perubahan minat, mobilitas social, atau perpindahan likasi tempat tinggal. Melalui pergantian teman, anak dapat belajar hal-hal yang penting dalam perkembangan sosial.
v     Penyesuaian Diri Pada  Anak Sekolah Dasar
Penyesuaian diri pada anak sekolah dasar terlihat dalam proses sosialisasi, anak menunjukkan perilaku sesuai aturan-aturan sosial yang ditentukan. Anak pun mulai membutuhkan teman dekat. Yaitu teman sebagai orang yang dapat membantu jika dibutuhkan. Umumnya teman dekat ini adalah kelompok sebayanya. Kelompok sebaya dapat sebagai model dalam berperilaku, di mana anak cenderung meniru perilaku kelompoknya. Jika mempunyai teman berperilaku sesuai tuntutan masyarakat, anak pun akan mengikutinya. Berbagai karakteristik dari kelompok sebaya menunjukkan bahwa kelompok sebaya memiliki keunikan tersendiri yang mungkin tidak dijumpai di kelompok yang lain. Hal ini pula yang membuat anak sebagai anggota kelompok dapat mempelajari pola-pola perilaku anggota kelompoknya.
Meskipun kelompok sebaya merupakan hal yang diutamakan dalam perkembangan seorang anak, namun peran guru maupun orang tua tetap diperlukan dalam menanamkan norma yang sesuai dengan tuntutan lingkungan agar apa yang dituntut oleh kelompok seimbang dengan apa yang dituntut oleh lingkungan
Dalam menyesuaikan diri dengan kelompoknya, anak pun belajar tentang peran jender. Adanya peran yang berbeda, membuat adanya aturan bagi anak laki-laki dan perempuan. Proses perkembangan jender dalam diri seseorang sebenarnya bisa dikarenakan faktor biologis, kemampuan kognitif dan sosial. Namun dari kesemuanya itu justru lingkungan sosiallah misalnya bagaimana interaksi dan pengalaman anak dengan orang tua, pengaruh dari guru, teman sebaya, media masa, pelajaran, dan lain-lain yang paling berperan dalam perkembangan jender.
Walaupun kenyataan menunjukkan bahwa peran jender tidak bisa diabaikan di lingkungan masyarakat, namun sebagai orang tua maupun guru hendaknya dapat mengajarkan pada anak bahwa peran tersebut dapat berganti karena semua itu sangat tergantung dari kebutuhan, situasi, minat dan keterampilan yang dimiliki. Itulah sebabnya kadangkala dijumpai seorang pria yang menekuni karirnya di bidang seni tari, sementara seorang wanita menekuni karirnya di bidang keteknikan, dan lain-lain. Yang perlu ditanamkan adalah bahwa kita harus menghargai apa yang dilakukan anak, bukan karena anak itu laki-laki atau perempuan.
  1. G. TUGAS PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK USIA SD
Tugas perkembangan atau development tasks menurut  Havighurst adalah “tugas – tugas yang harus dipecahkan dan diselesaikan oleh setiap individu pada setiap periode perkembangannya agar supaya individu menjadi berbahagia”.
Tujuan mempelajari tugas perkembangan ialah:
  1. Mendapatkan petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada periode usia – usia tertentu
  2. Memberikan motivasi kepada individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok social pada usia tertentu sepanjang kehidupannya.
  3. Menunjukkan kepada individu tentang apa yang akan dihadapi dan tindakan apa yang diharapkan kalau sampai pada tingkat perkembangan berikutnya
Selain itu ada Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia, faktor – faktor itu antara lain:
1)      Faktor tuntutan kebudayaan yang berbentuk kekuatan, norma hidup, harapan serta nilai – nilai ideal pada kehidupan individu yang sedang berkembang.
2)      Kematangan fisik, merupakan salah satu faktor penentu munculnya tugas – tugas perkembangan pada periode usia – usia tertentu, di samping kondisi kesehatan dan kecacatan.
3)      Kepribadian seseorang, antara lain intelegensi, minat, sikap, kecenderungan sosial emosional, sifat dan karakter.
Setelah mengetahui tujuan dan faktor perkembangan. Berikut akan dijelaskan mengenai karakteristik perkembangan pada periode anak usia Sekolah Dasar, yakni antara lain:
  1. Dorongan untuk ke luar dari rumah dan masuk ke dalam kelompok anak – anak sebaya.
  2. Dorongan yang bersifat kejasmanian untuk memasuki dunia permainan anak yang menuntut  keterampilan tertentu.
  3. Dorongan untuk memasuki dunia orang dewasa yang yaitu dunia konsep – konsep logika, simbol dan komunikasi, serta kegiatan mental lainnya.
Dilihat dari karakteristik yang ada, maka untuk tugas perkembangan pada anak usia Sekolah Dasar antara lain:
  1. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan – permainan yang umum. Hakikat dari tugas perkembangan ini adalah mempelajari keterampilan – keterampilan yang bersifat fisik/jasmani untuk dapat melakukan permainan.
  2. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluq yang sedang tumbuh. Hakikat tugas perkembangan ini adalah belajar mengembangkan sikap kebiasaan untuk hidup sehat.
  3. Belajar menyesuaikan diri dengan teman – teman seusianya. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar memberi dan menerima dalam kehidupan sosial antar teman sebaya, dan belajar membina persahabatan dengan teman sebaya, termasuk juga bergaul dengan musuhnya.
  4. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita dengan tepat. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar dan bertindak sesuai dengan peran seksnya yaitu sebagai anak laki – laki atau anak perempuan.
  5. Mengembangkan keterampilan – keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak belajar mengembangkan  tiga keterampilan dasar yaitu membaca, menulis dan berhitung yang diperlukan untuk hidup di masyarakat.
  6. Mengembangkan pengertian – pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari – hari. Hakikat tugas perkembangan ini adalah anak harus mempelajari berbagai konsep agar dapat berpikir efektif mengenai permasalahan sosial di sekitar kehidupan sehari – hari.
  7. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, serta tata dan tingkatan nilai. Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan moral yang bersifat batiniah yaitu hati nurani, serta mengembangkan pemahaman dan sikap moral terhadap peraturan dan tata nilai yang berlaku dalam kehidupan anak.
  8. Mengembangkan sikap terhadap kelompok – kelompok sosial dan lembaga – lembaga. Hakikat tugas perkembangan ini adalah mengembangkan sikap sosial yang demokratis dan menghargai orang lain.
  9. Mencapai kebebasan. Hakikat tugas perkembangan ini adalah  anak menjadi individu yang otonom atau bebas, dalam arti dapat membuat rencana untuk masa sekarang dan masa yang akan datang, bebas dari pengaruh orang tua atau orang lain.
2.2 CARA BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR

  1. A. PENGERTIAN CARA BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR

Memahami cara belajar anak adalah kunci pokok untuk menunjang keberhasilan anak. Sebaliknya, jika cara belajar anak tidak dipahami, maka hasilnya akan kurang maksimal. Secara umum, cara belajar adalah bagaimana seseorang menangkap, mengerti, memproses, mengungkapkan, dan mengingat suatu informasi.
Cara belajar anak SD dibanding orang dewasa mempunyai perbedaan yang besar. Menurut Piaget (1950), setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur kognitif yang disebut schemata. Schemata adalah sistem konsep yang merupakan hasil pemahaman anak atas objek yang berada di sekitar anak. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yaitu menghubungkan objek baru dengan konsep yang sudah ada dalam pikiran, sedangkan akomodasi adalah proses memanfaatkan konsep-konsep yang sudah ada dalam pikiran untuk menafsirkan objek baru.
Kedua proses tersebut akan berlangsung secara terus menerus sehingga membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi seimbang. Dengan demikian anak akan dapat membangun pengetahuan melalui interaksi secara langsung dengan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi diri anak dengan lingkungannya. Demikianlah “Cara Belajar Anak Sekolah Dasar”.
  1. B. TAHAPAN BELAJAR ANAK SEKOLAH DASAR

Anak usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang usia sekolah dasar tersebut, anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
  1. Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak.
  2. Mulai berpikir secara operasional.
  3. Mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda.
  4. Membentuk dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat.
  5. Memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
  1. Konkret.
Konkret mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik, dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
  1. Integratif
Pada tahap usia sekolah dasar, anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni dari hal umum ke bagian demi bagian.
  1. Hierarkis
Pada tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan serta kedalaman materi.

  1. C. MACAM-MACAM CARA PENERIMAAN INFORMASI  ANAK SEKOLAH DASAR

Ada tiga cara seseorang anak menerima sebuah informasi :
  1. Melalui indra penglihatan/ visual
    1. Melalui indra pendengaran/ auditorial
    2. Melalui indra peraba/ kinestetik
Walaupun ketiga indra tersebut selalu digunakan bersamaan dalam menerima sebuah informasi, umumnya ada satu cara yang lebih disukai (preferred style of learning).

  1. 1. VISUAL – belajar melalui penglihatan
Anak-anak visual umumnya senang dengan hal-hal yang dapat dilihat, termasuk melihat bagaimana sesuatu hal dikerjakan. Mereka senang melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka guru untuk mengerti isi suatu pelajaran. Anak-anak ini lebih senang duduk di depan supaya pandangannya tidak terhalang, misalnya oleh kepala teman.
Anak-anak visual berpikir dalam bentuk visual dan lebih cepat mengerti jika melihat tampilan gambar misalnya diagram, buku bergambar, transparansi, video presentasi dan flipchart yang berwarna. Cara belajar orang-orang visual sering disebut sebagai ”Tunjukkan Caranya/ Show Me”.
Ciri-ciri anak visual :
  • Senang bereksperimen dengan warna
  • Senang menonton
  • Sering melamun terutama saat kegiatan verbal
  • Lebih banyak mengamati daripada berbicara
  • Lebih mudah mengingat dengan melihat gambar
  • Umumnya rapi dan bisa memadukan warna
  • Sering menggunakan kata-kata yang berhubungan dengan indra penglihatan, misalnya ”Kelihatannya …”
  1. 2. AUDITORIAL  – belajar melalui pendengaran
Anak-anak auditorial menggunakan bahasa secara efektif untuk menggambarkan sesuatu dengan kata-kata. Fokus mereka adalah pada perkataan dan suara. Seringkali anak-anak auditorial tidak melihat kepada pembicara, (menutup mata, menunduk, dsb.) karena pada saat itu mereka sedang fokus mendengarkan perkataan yang diucapkan oleh pembicara. Mereka memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan sintesis informasi.
Anak-anak auditorial menginterpretasikan arti yang tersirat dari suatu perkataan dengan mendengarkan nada suara, tinggi rendahnya nada, kecepatan berbicara, intonasi, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan bunyi.
Informasi tertulis mungkin tidak terlalu berarti sampai mereka mendengar informasi tersebut melalui suara. Agar anak-anak auditorial lebih tertarik untuk belajar, yang perlu kita lakukan adalah menggunakan cerita atau pengalaman pribadi untuk menjelaskan suatu poin, penjelasan dalam bentuk narasi, membandingkan kata-kata.
Ciri-ciri anak auditorial :
  • Senang mendengar musik/irama.
  • Sensitif terhadap keributan atau suara yang keras.
  • Bisa mengikuti pembicaraan yang sedang berlangsung walaupun terlihat tidak memperhatikan.
  • Senang dengan peralatan yang bisa mengeluarkan bunyi, misalnya MP3 player atau iPod.
  • Sering menggunakan kata-kata yang berkaitan dengan indra pendengaran. Misalnya, ” Kedengarannya ….”
  1. 3. KINESTETIK – belajar melalui bergerak, melakukan, dan meraba
Anak-anak yang cenderung kinestetik adalah anak-anak yang perlu terlibat secara fisik dalam sebuah proses. Mereka tidak akan mendapatkan apa-apa dari sebuah proses yang isinya cuma ”duduk, diam, dan dengar”. Pembelajaran dari pengalaman adalah cara paling efektif untuk menarik perhatian mereka.
Anak-anak kinestetik senang bergerak. Agar anak-anak kinestetik tertarik, yang perlu kita lakukan adalah membuat aktivitas yang memaksa mereka bergerak, membuat latihan dimana mereka membuat dan melakukannya sendiri.
Ciri-ciri anak kinestetik :
  • Senang bergerak dan tidak bisa duduk diam di dalam kelas.
  • Mau mencoba hal baru.
  • Lebih memilih pakaian berdasarkan bahan yang nyaman, bukan warna yang sesuai.
  • Tangannya tidak bisa diam dan selalu mencoba untuk ’memegang’ sesuatu.
  • ’Mencari’ sesuatu barang dengan ’meraba’.
  • Sensitif terhadap lingkungan yang terlalu panas atau dingin.
  • Sering menggunakan kata-kata berdasarkan perasaan. Misalnya, ”Rasanya…”.
  1. C. PENGEFEKTIFAN CARA BELAJAR ANAK SD

Agar proses pembelajaran efektif, artinya pengajar harus mampu memberikan pelajaran yang menggunakan semua indera tersebut di atas untuk bisa menjangkau semua murid.
Yang dapat dilakukan:
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung visual dapat belajar dengan lebih baik :
  1. Pilihkan buku dengan gambar yang berwarna-warni, namun bukan buku komik.
  2. Menonton video dan melihat foto.
  3. Membuat kliping dari majalah bekas.
  4. Mewarnai, menggambar dan membuat kolase.
  5. Menghias : ajak anak anda memilih hiasan rumah, kebun, hadiah atau hiasan apa saja.
  6. Gunakan flash card untuk belajar warna, bentuk, pola, huruf dan angka.
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung auditorial dapat belajar dengan lebih baik :
  1. Mendengarkan musik. Cari tahu musik apa yang mereka sukai dan gunakan musik untuk mengatur suasana hati mereka sebelum, saat (sebagai latar belakang) dan sesudah (sebagai hadiah/reward) belajar.
  2. Masukkan musik ke dalam topik yang sedang dipelajari, misalnya irama tertentu untuk mengingat suatu pelajaran. Mereka akan lebih cepat menyerap pelajaran tersebut.
  3. Bicaralah dengan nada tenang dan teratur. Anak-anak auditorial membedakan guru mereka dari nada dan tinggi rendahnya suara para guru.
  4. Berceritalah dalam mengajarkan sesuatu dan gunakan nada yang berbeda untuk menekankan topik tersebut.
Beberapa ide agar anak-anak yang cenderung kinestetik dapat belajar dengan lebih baik:
  1. Menari : gunakan lagu dengan irama yang menyenangkan.
  2. Memasak : biarkan mereka berkreasi dan belajar mengukur, menghitung, membaca sambil mengaduk sesuatu.
  3. Pekerjaan tangan (art & craft) : menggunting, menempel, menggambar, finger painting, membuat sesuatu dengan ’play dough’.
  4. Gunakan metode ’hands-on’ dimana anak harus mecoba melakukan sesuatu sendiri dan bukan hanya menyaksikan demo.

Yang Perlu Diingat:
  1. Apapun cara belajar anak anda, pastikan suasana yang mendukung. Jangan paksa anak anda untuk belajar disaat ia (dan juga anda) sedang kelelahan.
  2. Pilih topik yang menarik baginya, jangan berasumsi apa yang menarik untuk anda, akan membuat ia tertarik. Kaitkan pembelajaran tersebut dengan sesuatu yang disukai si anak. Jika anda bisa mengaitkan suatu informasi baru dengan apa yang sudah pernah dipelajarinya, mereka akan lebih cepat mengerti.
  3. Buatlah informasi baru tersebut relevan dengan situasiu anak-anak. Contohnya, mereka tidak suka pelajaran matematika dan merasa belajar matematka tidak ada gunanya. Tetapi jika anda membantu mereka untuk mengatur anggaran untuk membeli mainan, mereka akan jauh lebih tertarik untuk mempelajarinya.
  4. Usahakan agar suasana belajar menyenangkan dan tidak terlalu berlarut-larut.
  5. Jangan lupa untuk mengulang hal yang sudah dipelajari. Lebih baik mengulang hal sedikit-sedikit daripada sekaligus banyak.
  1. D. CARA BELAJAR ANAK

  1. 1. Anak belajar secara kontinyu (terus-menerus).
Anak senantiasa belajar. Tak pernah mereka berhenti belajar. Bahkan mereka mungkin mempelajari beberapa hal sekaligus, padahal kita tidak pernah bermaksud mengajarkan hal tersebut kepada mereka. Kalau pengajaran kita tidak menantang mereka, boleh jadi mereka “belajar” bahwa Sekolah Minggu sangat membosankan dan tidak menarik. Jika penelitian Alkitab tidak membangkitkan minat, boleh jadi mereka “belajar” bahwa Alkitab adalah buku kuno yang menjemukan dan tidak ada hubungannya dengan masa sekarang. Jika mereka secara pribadi tidak terlibat dalam bagian doa dan penyembahan, boleh jadi mereka “belajar” bahwa saat doa adalah waktu yang baik untuk mengganggu teman yang duduk di sampingnya karena guru sedang menutup mata.
Kita sekali-kali tidak akan sengaja mengajarkan hal-hal ini. Namun demikian anak-anak mungkin akan mempelajarinya. Dengan mengetahui bahwa para murid kita belajar secara kontinyu, mungkin akan menolong kita untuk lebih berhati-hati mengenai apa yang kita ajarkan secara tidak langsung melalui suasana kelas.
  1. 2. Anak belajar melalui panca inderanya.
Mereka belajar:
i.      1 persen dari apa yang mereka baca.
ii.      20 persen dari apa yang mereka dengar.
iii.      30 persen dari apa yang mereka lihat.
iv.      50 persen dari apa yang mereka lihat dan dengar.
v.      70 persen dari apa yang mereka katakan sementara mereka melihat.
vi.      80 persen dari apa yang mereka katakan sementara mereka melakukannya.
Anak hanya mempunyai satu cara belajar, yakni melalui panca inderanya. Panca indera itu merupakan pintu masuk ke dalam kesadarannya. Fakta ini menunjukkan pentingnya penggunaan bermacam-macam bahan bantuan untuk mengajar.
  1. 3. Anak belajar melalui kegiatan.
Inilah prinsip yang terpenting tentang cara belajar para murid. Belajar bukanlah pengalaman yang pasif. Hal belajar bukanlah sesuatu yang sekedar terjadi pada anak itu, melainkan adalah sesuatu yang dilakukan oleh anak itu. Anak dapat mengingat paling banyak dari sesuatu yang dipelajarinya dengan cara mengatakan dan melakukan.
Anak dapat terlibat dalam proses belajar melalui beberapa cara. Ia bisa belajar secara langsung dalam kegiatan-kegiatan, misalnya mengerjakan proyek-proyek, pekerjaan tangan, diskusi dan drama. Atau melalui lukisan-lukisan cerita ia bisa terlibat, secara tidak langsung karena menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Perasaannya dapat dibangkitkan, khayalannya digiatkan, emosinya digerakkan.
  1. 4. Anak akan belajar sebaik-baiknya bila ia mempunyai dorongan atau alasan untuk belajar.
Anak akan paling cepat belajar bila hal itu dijadikan sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan. Dalam proses belajar ada dua macam dorongan. Yang pertama adalah dorongan dari luar, secara lahir. Beberapa contoh dari dorongan sejenis ini ialah ganjaran, hadiah, penghargaan, dan pujian. Dalam mengajar di Sekolah Minggu ada tempat bagi dorongan sejenis ini, tetapi jangan sampai merupakan dorongan satu-satunya.
Dorongan yang kedua adalah dari dalam, secara batin. Keinginan, hasrat, dorongan hati pribadi adalah contoh-contoh dorongan sejenis ini. Dalam hal terlibat kebutuhan dan kepentingan yang dirasakannya. Dorongan inilah yang bekerja bila anak itu dipimpin untuk memahami bagaimana kebutuhannya dipenuhi melalui penerapan prinsip-prinsip Alkitab dalam kehidupannya. Sungguh penting bagi kaum remaja dan orang dewasa menginsafi bahwa ajaran Alkitab dapat dipraktekkan bagi keperluan hidup mereka.
  1. 5. Anak akan belajar paling baik bila mereka sudah siap untuk belajar.
Ini berarti bahwa sebelum pengajar menarik perhatian anak dan membangkitkan rasa ingin tahu mereka, mereka harus disiapkan untuk menerima kebenaran Alkitab. Juga, para murid siap untuk belajar bila mereka dapat melihat hubungan bagian-bagian pelajaran itu dengan keseluruhan pengajaran tersebut. Mungkin sebelumnya pengajar harus memberi uraian pendahuluan tentang seri pelajaran yang baru dan menghubungkan pelajaran-pelajaran yang dahulu dengan keseluruhannya melalui ulangan secara berkala. Suatu prinsip belajar lainnya yang terpaut di sini adalah bahwa para murid belajar hal-hal yang belum diketahuinya berdasarkan hal-hal yang sudah diketahuinya. Ini berarti pengajar harus mengetahui taraf pengertian murid-muridnya dalam hal-hal rohani. Kita harus mengetahui apa yang sudah diketahui para murid kita.
  1. 6. Anak belajar dengan jalan meniru.
Fakta ini sekali menunjukkan pentingnya kehidupan pengajar. Kita mengajar, baik dengan perbuatan dan sikap maupun dengan perkataan atau gagasan. Segala sesuatu mengenai diri kita mengajarkan sesuatu. Dalam arti yang sesungguhnya, kita ini adalah “surat … yang dapat dibaca oleh semua orang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar