Jumat, 13 April 2012

perubhan sosial islam

Konsep Islam Tentang Perubahan Sosial


OPINI | 20 January 2012 | 00:32 Dibaca: 216   Komentar: 2   Nihil

Makna Perubahan Sosial
Perubahan Sosial adalah perubahan dalam hubungan interaksi antar orang, komunitas, atau organisasi, ia dapat menyangkut pola “nilai dan norma” atau “struktur sosial”. Wilbert Moore berpendapat bahwa yang dimaksudkan dengan perubahan sosial adalah “perubahan penting dari struktur sosial”, sedangkan yang dimaksudkan dengan struktur sosial adalah “pola-pola perilaku dan interaksi sosial”.
Kingsley Davis berpendapat bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur dan fungsi masyarakat. Misalnya saja adanya organisasi buruh dalam masyarakat kapitalis, terjadi perubahan-perubahan antara majikan dengan buruh, selanjutnya perubahan-perubahan organisasi sosial dan politik
Dan terakhir, dikutip dari Selo Soemardjan mengartikan perubahan sosial itu adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Perubahan sosial yang terbesar dalam sepanjang abad islam mungkin adalah apa yang telah dibawa oleh Muhammad saw. Melalui metode-metode yang dipakai telah mampu mengubah pola perilaku masyarakat dari yang suka berperang, suka membunuh anak perempuan, suka mabuk-mabukan menjadi masyarakat yang progresif, intelektual, terpelajar, dan yang terpenting, semua perilaku masa lalunya hilang ketika Muhammad mengubah sosio-kultural yang ada pada waktu itu.
Muhammad adalah nabi sekaligus pemimpin yang terhebat sepanjang sejarah ini. Dan ini telah dibuktikan. Michael Hearts dalam bukunya “100 orang yang berpengaruh di dunia” menempatkan Muhammad diurutan pertama. Ajaran Islam yang dibawanya mampu mengakar kedalam sosio-kultural mereka, mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat yang intelektual.
Proses perubahan masyarakat yang digerakkan oleh Muhammad adalah evolusi. Proses itu digerakkan dengan mekanisme interaksi dan komunikasi sosial, dengan imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati. Strategi perubahan kebudayaan yang dicanangkan adalah strategi yang sesuai dengan nalar, fitrah, bakat, asaz atau tabiat-tabiat universal kemanusiaan.
Strategi atau apalah namanya yang diterapkan oleh Muhammad sebenarnya patut kita pelajari, mengapa dalam kurun waktu kurang lebih 22 tahun, Muhammad bisa mengubah masyarakat yang jahiliyah kepada masyarakat yang intelektual tadi. Bahkan bukan Cuma untuk kaum Arar saja, akan tetapi hampir seluruh dunia dihegemoni oleh fikroh/pemikiran Muhammad tadi. Ini sangat jelas, mengapa dan ada apa dibalik dari strategi yang diterapkan oleh Muhammad. Suatu hipotesis yang perlu diketengahkan, bahwa sistem teologi yang dibawa oleh Muhammad sangat bertentang dengan sistem teologi yang ada dalam masyarakat jahiliyah.
Faktor Mempengaruhi Perubahan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu perubahan, yaitu : bertambah atau berkurangnya penduduk, penemuan-penemuan baru, pertentangan, terjadinya revolusi di dalam masyarakat itu sendiri, adanya gangguan dari alam, seperti gempa bumi, tsunami, dan peperangan.
Konsep Islam Tentang Perubahan itu sendiri
Perubahan adalah suatu hukum alam atau disebut Sunnatullah. Kita bisa membuktikan bahwa kehadiran manusia di bumi ini adalah dari yang tidak ada menjadi ada. Penciptaan bumi dan lain sebagainya pun hampir sama halnya dengan manusia. Dalam ‘adanya’ manusia, ia telah mengalami perubahan dari anak, dewasa, dan tua.
Dan juga, perubahan-perubahan itu terjadi di masyarakat-masyarakat muslim. Perubahan-perubahan sosial tentu saja dibolehkan, selama tidak melanggar prinsip asaz-asaz sosial yang telah ditentukan oleh Allah. Akan tetapi, banyak masyarakat islam yang tidak mengerti akan hal itu, terkadang mereka - atau bahkan kita - juga melanggar prinsip-prinsip tersebut. Dan kemudian, apakah perubahan sosio budaya itu sesuai dengan islam atau bukan, itu mereka - atau bahkan kita - sama sekali tidak tahu.
Didalam masyarakat islam itu sendiri sebenarnya terbagi menjadi 2 dalam menerima perubahan dan tidak menerima perubahan. Masyarakat muslim yang tidak menerima perubahan adalah mereka untuk menyelamatkan iman dan agama mereka. Tidak menerima perubahan berarti tidak meneriman sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru itu adalah mungkin berbentuk ide, konsepsi, ataupun gagasan. Selain daripada itu masyarakat islam terbuka dalam perubahan sosial entah itu dalam sesuatu yang baru, ataupun karena asimilasi, difusi, dan akulturasi.
Namun, ada juga masyarakat muslim yang menerima perubahan sosial tanpa batas. Demi untuk maju, semua perubahan dihalalkan. Apakah mengenai prinsip sosialnya atau cara pelaksanaannya. Dengan menerima prinsip yang bukan dari Islam, maka ia tergelincir kepada cara hidup yang bukan kepada islam, walaupun sebenarnya ia masih beragama islam atau mungkin bisa juga disebut materialisme, hedonisme, dan isme-isme yang baru. Karena sosiobudayanya tidak mengikuti dengan apa yang telah digariskan oleh islam. Dan mereka yang menolak perubahan sosial menjadi statik. Prinsip dan cara pengalamannya hanya terhenti saat ada dalil naqli. Akal tidak mempunyai kewenangan untuk mengubahnya.
Kesimpulan
Jadi konsep islam dalam perubahan sosial itu ada. Bahkan Allah pun menyuruh masyarakat untuk berubah, kalau tidak mau berubah biar Allah saja yang mengubahnya. Akan tetapi, ada beberapa jenis masyarakat muslim yang mau melakukan perubahan sosial karena mereka ingin menjadikan islam itu agama yang fleksibel. Tapi bukan dalam hal yang prinsip. Namun ada juga masyarakat islam yang begitu mereka melakukan perubahan sosial, prinsip-prinsip yang telah Allah gariskan telah hilang dalam perubahan mereka. Artinya Islam sudah menjadi agama kenangan. Akan tetapi ada juga masyarakat islam yang sama sekali tidak ingin melakukan perubahan. Akhirnya mereka terjebak pada satu agama yang statik/ tidak berubah. Mereka menjadi terbelakang.
Memahami konsep perubahan sosial dalam islam memang tidak mudah. Karena kita juga akan bersinggungan dengan hal-hal yang baru dalam islam, dimana islam sebenanya mengatur tapi tidak dijelaskan secara detail. Maka dalam hal ini, sebagai masyarakat muslim yang intelektual seharusnya memahami fiqh-fiqh yang seharusnya dipelajari secara mendalam, seperti fiqh muwazanat, fiqh aulawiyat, fiqh kemenangan dan kejayaan, dan mungkin zaman terus akan berlanjut maka akan bermunculan fiqh-fiqh yang baru. “Jikalau tidak ada fiqh-fiqh yang baru atau suatu aturan untuk menyamakan kualitas dan kuantitas agama dalam peredaran zaman, maka sesungguhnya islam ini hanya akan menjadi suatu agama yang catatan sejarahnya berhenti sampai disitu.” Referensi :
1. Soejono Soekamto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, Penerbit UI Jogjakarta, 1974
2. Ali A. Mukti, “Manusia, Islam dan Kebudayaan”, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1980
3. Alpizar, “Islam dan Perubahan Sosial (Suatu Teori Tentang Perubahan Masyarakat)”, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2008



 I. Perubahan Sosial
Istilah adaptabilitas, segera berkaitan dengan perubahan-perubahan sosial. Perubahan sosial disini jelas bukan merupakan istilah teknis yang “tranformasi sosial” istilah ini lebih diperguanakan dalam pengertian umum untuk menandai bahwa perubahan dalam persoalan itu telah terjadi dalam rangka merespon kebutuhan-kebutuhan sosial.[1]
Kebutuhan-kebutuhan sosial yang berhubungan dengan hukum misalnya, sangat terkait dengan dua aspek kerja hukum dalam hubungannya dengan perubahan sosial:
  1. Hukum sebagai sarana kontrol sosial: sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang-orang atau masyarakat agar bertingkah laku sesuai dengan harapan hukum yang sebenarnya.
  2. Hukum sebagai sarana kontrol engineering : penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai suatu tertib hukum atau keadaan masyarakat yang sesuai dengan cita-cita dan perubahan yang diinginkan.[2]
Suatu perubahan dapat diketahui jika ada sebuah penelitian dari susunan kehidupan masyarakat pada suatu waktu dengan kehidupan masyarakat pada masa lampau. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, kaidah-kaidah sosial, lapisan-lapisan dalam masyarakat dsb.
Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Dapat dikatakan kalau konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan: (1) perbedaan, (2) pada waktu berbeda, dan (3) diantara keadaan system sosial yang sama.[3]
Sebagai suatu pedoman, maka dapat dirumuskan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perikelakuan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.[4]
 II. Pembahasan
  1. Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan adalah merupakan sunatullah,perubahan mempunyai kaitan erat dengan misi pelurusan, perbaikan, demi membangun umat yang islami, sedangkan Perubahan sosial adalah perbaikan antara kondisi sekarang dan kondisi sebelumnya terhadap aspek-aspek dari struktur social termasuk didalamnya pola perilaku, sikap, akhlak, dan nilai-nilai.Melakukan perubahan social tidak bias diselesaikan hanya dengan berpangku tangan tanpa ada usaha untuk melakukan perbaikan-perbaikan, sebab allah tidak akan mengubah keadaan apapaun selama kita tidak mengubah sebab keadaan itu sendiri. Sebagaimana firman allah dalam al-qur’an Surah Ar-Ra’ad ayat 11:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِّن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللّهِ إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللّهُ بِقَوْمٍ سُوءاً فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ
Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
Tafsiran ayat ini menjelaskan tentang Allah mewahyukan pada salah seorang Nabi bani israil: katakanlah kepada kaummu, “tidaklah penduduk suatu negeri dan tidaklah penghuni suatu rumah yang berada dalam ketaatan pada Allah, kemudian mereka beralih kepada kemaksiatan terhadap Allah melainkan Allah mengalihkan dari mereka apa yang mereka cintai kepada apa yang mereka benci. “ kemudian Ibrahim berkata: pembenaran atas pernyataan itu terdapat dalam kitab Allah, “ sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.
Perubahan sosial setidaknya dapat terkait beberapa hal sebagai berikut : perkembangan tekonologi, konflik sosial (suku, agama, ras, dan kelas sebagaimana tesis marx), kebutuhan adaptasi dalam sistem social.
Contoh birokrasi efektif sebagai respon terhadap lingkungan yang kompetitif), dan pengaruh dari idealisme dan idiologi pada aktivitas sosial.
  1. Dua Pandangan tentang Perubahan menurut ilmu Sosiologi
1. Pandangan materialistik yang meyakini bahwa tatanan masyarakat sangat dipengaruhi oleh manusia dan benda. Pandangan kedua adalah pandangan idealistik yang menekankan peranan ide, ideologi, atau nilai-nilai yang mempengaruhi perubahan.dalam kaitannya materi kali ini,
2. Pandangan kedua inilah yang lebih tepat dalam pandangan islam. Karena sasaran perubahan kita adalah manusia dan ideologi yang kita bawa dalam islam.
  1. Dalam melakukan perubahan sosial kita harus melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Mewujudkan pribadi muslim yang diridhai Allah, yaitu pribadi muslim yang sempurna, yang penuh moralitas iman, islam, taqwa, dan ihsan.
2. Mewujudkan rumah tangga islami dan keluarga islami yang diridhai Allah, yaitu rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan waramah.
3. Mewujudkan masyarakat dan lingkungan islami, yaitu lingkungan yang kondusif dan layak menerima berkah Allah, karena warganya beriman dan bertaqwa.
4. Mewujudkan negara yang diridloi Allah yaitu suatu negara yang membela kepentingan umat islam dan meyerukan rakyatnya untuk berbuat kebaikan dan selalu tunduk pada penciptaNya.
5. Mewujudkan peradaban dunia yang diridloi Allah dengan kepemimpinan islam atas alam.[1]
Melakukan perubahan sosial tidak bisa selesai hanya berpangku tangan tanpa melakukan perbaikan-perbaikan. Masa-masa keajaiban itu bersifat ghaib dan kita menyerahkannya pada Allah. Dalam alam pikiran rasionalitas kita, secara logis Allah menegaskan sebuah hukum alam (sunnatullah) bahwa “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sebuah kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’ad: 11). Ayat ini dengan jelas menuntut segala potensi yang kita miliki untuk melakukan perubahan, jika kita telah bergerak maka Allah pun akan membantu perubahan itu. [2]
Dalam melakukan perubahan generasi muda islam harus aktif dalam bergerak untuk mewujudkan sebuah impian menuju tatanan dunia baru yang islami. Alangkah indahnya seandainya negara atau dunia bisa menerapkan syariat islam, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Sehinga keadaan umat islam tidak seperti sekarang, selalu dipermainkan oleh musuh-musuhnya tanpa bisa memberikan perlawanan dan pembelaan yang berarti. Banyak saudara-saudara kita yang masih teraniaya oleh kaum yahudi dan nasrani, Untuk itusebagai gerakan muda islam harus bangkit dan bergerak guna mencapai cita-cita tersebut.
D. Pengaruh surat alwaqiah terhadap perubahan social
Dengan status manusia sebagai makluk yang sempurna dibandingkan dengan makluk yang lain, maka manusia itu mempunyai kecenderungan yang dalam Islam bisa diartikan sebagai fitrah. Manusia dilahirkan dalam keadaan fithrah-suci-, namun fitrah bisa juga diartikan sebagai potensi untuk berbuat sesuatu. Maka kalau kita hubungkan dengan kriminalitas-pencurian dan perampokan- untuk bisa menjadi baik dan jahat lingkungan sosiallah yang membentuk watak manusia itu. Dari zaman dulu hingga sekarang ternyata kebaikan dan kejahatan itu berkembang bersama, seperti adanya siang dan malam, langit dan bumi, laki-laki dan perempuan, maka kebaikan dan kejahatan tidak selalu bisa kita pisahkan apalagi kalau setiap individu dalam masyarakat mempertahankan kebenaran relatif-merasa pendapatnyalah yang paling benar- dalam berinteraksi sosial. Tidak selamanya orang baik itu tidak pernah berbuat salah dan tidak selamanya pula orang yang dianggap jahat itu tidak mempunyai sifat baik. Sementara itu kejahatan yang terjadi pada masa sekarang ini sudah sangat meresahkan masyarakat, ambilah contoh misalnya pencurian dan perampokan yang terjadi dibeberapa daerah yang ada di negara kita, baik dalam skala kecil untuk perorangan dan kelompok maupun dalam skala besar untuk perseorangan dan kelompok.  Alasan mereka baik secara individu maupun kelompok dalam skala kecil dan besar yang jelas sangat bervariasi.

Tujuan Perubahan adalah untuk memperbaiki sikap dan perilaku maka  dalam hal ini yang terpenting adalah upaya yang bersifat preventif atau pencegahan, yaitu dengan jalan menyadarkan atau menekan terhadak hal-hal yang dapat menimbulkan kejahatan. Disinilah peran moral dan agama untuk menutun manusia kepada jalan yang benar. Untuk itu Allah menurunkan surat alwaqiah agar umat manusia sadar bahwa setiap ada kehidupan pasti ada kematian karena sesunggunya kehidupan yang abadi adalah setelah hari kamat nanti dimana semua amal perbuatan baik dan buruk manusia diperhitungkan dan setiap perbuatan pasti ada balasan. Adapun balasan orang-orang yang baik amal perbauatnnya dan mereka akan masuk golongan kanan Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu dan sebaliknya jika amaln buruk mka kita akan masuk kedalam golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu.
Dan orang-orang yang paling terdahulu beriman (assabiqunal awalun), merekalah yang paling dulu (masuk surga). (QS. Al-Waqi’ah: 1-10). Untuk itu manusia harus memperbaiki/mengadakan perubahan terhadap tingkah laku dan perbuatan. Seseorang akan dengan senang hati berubah apabila ia bisa melihat atau merasakan bahwa perubahan akan membawa manfaat baginya (pleasure). Manfaat ini bisa sesuatu yang sifatnya ekonomis, psikologis maupun spiritual. Demikian pula manfaat ini bisa dilihat dalam konteks pribadi maupun golongan yang diwakilinya.
Masyarakat dengan berbagai dinamika yang ada menuntut adanya perubahan sosial, dan setiap perubahan sosial pada umumnya meniscayakan adanya perubahan sistem nilai dan hukum. Marx Weber dan Emile Durkheim menyatakan bahwa “hukum merupakan refleksi dari solidaritas yang ada dalam masyarakat”. Senada dengan Marx Weber dan Durkheim, Arnold M. Rose mengemukakan teori umum tentang perubahan sosial hubungannya dengan perubahan hukum.
Menurutnya, perubahan hukum itu akan dipengaruhi oleh tiga faktor;
1. Adanya komulasi progresif dari penemuan-penemuan di bidang teknologi;
2. Adanya kontak atau konflik antarkehidupan masyarakat; dan
3. Adanya gerakan sosial (social movement).2 Menurut teori-teori di atas, jelaslah bahwa hukum lebih merupakan akibat dari pada faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan sosial.
Pengaruh-pengaruh unsur perubahan di atas dapat menimbulkan perubahan-perubahan sosial dalam sistem pemikiran Islam, termasuk di dalamnya pembaruan hukum Islam. Pada dasarnya pembaruan pemikiran hukum Islam hanya mengangkat aspek lokalitas dan temporalitas ajaran Islam, tanpa mengabaikan aspek universalitas dan keabadian hukum Islam itu sendiri. Tanpa adanya upaya pembaruan hukum Islam akan menimbulkan kesulitan-kesulitan dalam memasyarakatkan hukum Islam khususnya dan ajaran Islam pada umumnya.
Untuk mengawal hukum Islam tetap dinamis, responsif dan punya adaptabilitas yang tinggi terhadap tuntutan perubahan, adalah dengan cara menghidupkan dan menggairahkan kembali semangat berijtihad di kalangan umat Islam. Pada posisi ini ijtihad merupakan inner dynamic bagi lahirnya perubahan untuk mengawal cita-cita universalitas Islam sebagai sistem ajaran yang shalihun li kulli zaman wal makan. Umat Islam menyadari sepenuhnya bahwa sumber-sumber hukum normatif–tekstual sangatlah terbatas jumlahnya, sementara kasus-kasus baru di bidang hukum tidak terbatas jumlahnya. Oleh karena itu, Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayat al-Mujtahid menyatakan bahwa, Persoalan-persoalan kehidupan masyarakat tidak terbatas jumlahnya, sementara jumlah nash (baik al-Qur’an dan al-Hadis), jumlahnya terbatas. Oleh karena itu, mustahil sesuatu yang terbatas jumlahnya bisa menghadapi sesuatu yang tidak terbatas.
Semangat atau pesan moral yang bisa kita pahami dari pernyataan Ibnu Rusyd di atas adalah anjuran untuk melakukan ijtihad terhadap kasus-kasus hukum baru yang tidak secara eksplisit dijelaskan sumber hukumnya dalam nash. Dengan demikian, Ijtihad merupakan satu-satunya jalan untuk mendinamisir ajaran Islam sesuai dengan tuntutan perubahan zaman dengan berbagai kompleksitas persoalannya yang memasuki seluruh dimensi kehidupan manusia.
III. Penutup
Kesimpulan
Perubahan sosial dapat diartikan sebagai segala perubahan pada lembaga-lembaga sosial dalam suatu masyarakat. Perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga sosial itu selanjutnya mempunyai pengaruhnya pada sistem-sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, pola-pola perilaku ataupun sikap-sikap.
Dalam melakukan perubahan sosial tidak bisa selesai hanya berpangku tangan tanpa melakukan perbaikan-perbaikan tetapi harus aktif dalam bergerak untuk mewujudkan sebuah impian menuju tatanan dunia baru yang islami.

[1] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hal. 96. Bandingkan pula dengan, Astrid S. Soesanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial (Jakarta: Binacipta, 1985), hal. 157-158.
[2] Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hal. 96. Bandingkan pula dengan, Astrid S. Soesanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial (Jakarta: Binacipta, 1985), hal. 157-158.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar