Kurikulum Pendidikan Islam PAI |
Ditulis oleh Mujtahid |
Minggu, 08 Mei 2011 18:36 |
MENGACU pada pengertian sebelumnya,
bahwa kurikulum pendidikan Islam merupakan suatu rancangan atau program
studi yang berkaitan dengan materi atau pelajaran Islam, tujuan proses
pembelajaran, metode dan pendekatan, serta bentuk evaluasinya. Karena
itu, yang dimaksud dengan kurikulum PAI adalah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati
hingga mengimani dan mengamalkan ajaran Islam secara kaffah (totalitas).
Sesuai dengan sistem kurikulum nasional
bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib
memuat, antara lain pendidikan agama, tak terkecuali Islam. Hal ini
dimaksudkan untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang
bersangkutan.
Dalam konsep Islam, iman merupakan
potensi ruhani yang harus diaktualisaikan dalam bentuk amal saleh,
sehingga menghasilkan prestasi ruhani (iman) yang disebut taqwa. Amal
shaleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan
pribadi; hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan
sosial (solidaritas sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang
membentuk kesalehan terhadap alam sekitar (Muhaimin, 2001: 75). Kualitas
amal saleh ini akan menentukan derajat ketaqwaan (prestasi ruhani/iman)
seseorang di hadapan Allah Swt.
Kata "PAI" atau Islam adalah nama agama
yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw yang berisi seperangkat ajaran
tentang kehidupan manusia. Ajaran itu dirumuskan berdasarkan dan
bersumber pada al-qur'an, hadits, serta akal (ijtihad). Islam sebagai
agama tentunya mempunyai tujuan, ajaran pokok/materi, metode, dan
evaluasi. Jauh sebelum teori Barat muncul, kurikulum pendidikan agama
Islam telah ada dan menjadi titik keberhasilan Islam tersebar ke penjuru
dunia.
Tujuan Kurikulum PAI
Tujuan adalah sesuatu yang penting untuk
dicapai oleh setiap manusia. Menurut Muhammad Munir, seperti yang
dikutip Abdul Majid dan Dian Andayani (2004:74), menjelaskan bahwa
tujuan pendidikan agama Islam yaitu:
1. Tercapainya manusia seutuhnya, karena
Islam itu adalah agama yang sempurna sesuai dengan firman-Nya. "Pada
hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan
nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu menjadi agama bagimu (QS. 5:3).
Di antara tanda predikat manusia seutuhnya adalah berakhlak mulia. Islam
datang untuk mengantarkan manusia seutuhnya sesuai dengan sabda
Rasululllah Saw bahwa: "sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia".
2. Tercapainya kebahagiaan dunia
akhirat, merupakan tujuan yang seimbang. Landasannya adalah "Di antara
mereka ada yang berkata, Ya tuhan kami berikanlah kepada kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari api neraka".
Untuk mencapai tujuan ini sangat dibutuhkan tidak saja ilmu agama yang
sebatas ritual (spritual) semata-mata, melainkan juga perlu ilmu umum
yang berkaitan dengan kehidupan dunia.
3. Menumbuhkan kesadaran manusia
mengabdi, dan patuh terhadap perintah dan menjauhi larangan-Nya. Seperti
pesan dalam sebuah ayat Allah : "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia
kecuali untuk mengabdi ke pada-Ku". Tujuan pendidikan Islam
diproyeksikan agar hidup manusia menjadi dekat dengan sang khaliq,
karena itu ia harus mengabdi setiap saat kapan di manapun.
Metode Kurikulum PAI
Untuk mendesain kurikulum pendidikan
Agama Islam yang menarik dan bermanfaat, dibutuhkan metode yang relevan
dengan isi dan konteks sosial. Isi dan konteks sosial itu terjadi dalam
proses belajar mengajar di kelas atau di manapun berada. Untuk mengemas
pembelajaran itu maka perlu metode yang efektif. Syukri Zarkasyi,
pengasuh pondok modern Gontor pernah menyatakan bahwa: "Al-thariqatu
ahammu min al- maddah, walaakinna al-mudarrisa ahammu min al-thariqah,
wa ruh al-mudarris ahammu min al-mudarris nafsihi" (Metode itu lebih
penting dari pada materi, akan tetapi guru lebih penting dari metode,
dan jiwa guru lebih penting dari guru itu sendiri). Ungkapan ini
menegaskan bahwa metode yang diperankan guru akan sangat menentukan
keberhasilan proses dari interaksi belajar-mengajar.
Metode adalah cara yang digunakan tenaga
pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Jadi, metode
merupakan alat untuk menciptakan interaksi antara guru dan siswa dalam
mempelajari sebuah materi tertentu. Dalam hal ini, guru berperan sebagai
penggerak, fasilitator, pembimbing dan seterusnya. Sementara siswa,
dapat berperan aktif dalam kegiatan tersebut.
Ahmad Tafsir memandang bahwa metode
pendidikan Islam yang saat ini digunakan oleh para pendidik itu
merupakan hasil dari metode yang dikembangkan orang Barat. Karena saat
ini kita dengan mudah mengakses sumber referensi itu dan dapat digunakan
untuk memperbaiki cara dan strategi pembelajaran kita. Metode yang kita
terapkan itu misalnya, metode ceramah, brainstorming, tanya jawab,
diskusi, sosiodrama, bermain, resitasi dan lain-lain. Untuk
mengadaptasikan metode itu, maka membutuhkan cara yang tepat dari para
guru agar compatible dengan visi-misi materi, tujuan materi dan
karakteristik materi (Tafsir, 1994: 131).
Hal yang sama ditunjukkan pula oleh
Muhaimin, dkk., bahwa metode yang digunakan untuk implementasi kurikulum
pendidikan agama Islam tak jauh berbeda dengan metode yang digunakan
pendidikan umum. Memang, hampir tak jauh beda antara keduanya, bahwa
proses pendidikan apa pun namanya, kerangka atau aspek domainya yaitu
kognitif, afektif dan psikomotorik.
Hanya saja, pendidikan PAI harus
berorientasi pada "penyadaran" dalam ketiga aspek di atas. Ketiga aspek
tersebut, dalam pembelajaran pendidikan PAI, tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Atas dasar inilah, menurut A. Malik Fadjar, bahwa pendidikan
agama Islam adalah proses pendidikan yang mampu menggugah kesadaran
peserta didik untuk menjadi pribadi muslim sejati (Fadjar, 1998:157).
Metode yang perlu digunakan, menurut A.
Malik Fadjar (1998:159-160), haruslah memiliki dua landasan. Pertama,
landasan motivasional. Yaitu pemupukan sifat individu peserta didik
untuk menerima ajaran agamanya dan sekaligus bertanggungjawab terhadap
pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kedua, landasan moral. Yaitu tertanamnya
nilai keagamaan dan kayakinan peserta didik sehingga perbuatannya
selalu mengacu pada isi, jiwa dan semangat akhlak karimah. Selain itu,
agar tersusunnya tata nilai (value system) dalam peserta didik yang
bersumber pada ajaran yang otentik, sehingga memiliki daya tahan dalam
menghadapi setiap tantangan dan perubahan zaman.
Materi Kurikulum PAI
Selama ini, kurikulum pendidikan agama
Islam itu adalah ajaran pokok Islam yang meliputi masalah aqidah
(keimanan), syari'ah (keislaman), dan akhlak (ihsan). Tiga ajaran pokok
kemudian dijabarkan dalam bentuk rukun iman, Islam, dan Ihsan. Dari
ketiganya lahirlah ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan ilmu akhlak. Namun
menurut hemat penulis, kontens pendidikan agama Islam semacam itu belum
sepenuhnya mampu menjadikan peserta didik memiliki keunggulan yang utuh
dan integratif dalam dirinya. Sebab Islam perlu dijabarkan lebih luas,
seluas jagat raya ini. Kurikulum pendidikan agama Islam seharusnya
bersentuhan dengan segala aspek kehidupan manusia yang bersumber pada
al-qur'an dan hadits serta penalaran logis dan hasil observasi yang kaya
dengan pengetahuan dan pengalaman hidup dan kehidupan.
Ketiga kelompok di atas (iman, islam dan
ihsan) yang diterjemahkan ke dalam cabang ilmu seperti aqidah, fiqih,
tasawuf, tarikh dan seterusnya itu baru pada tataran ilahiyah yang
cenderung melahirkan perbedaan dan konflik. Yang belum mampu menjawab
dan merespon secara cepat terhadap perubahan dan perkembangan zaman saat
ini. Ajaran Islam harus merujuk pada ajaran al-Qur'an dan hadits yang
memiliki jangkauan visi nilai-nilai kehidupan manusia yang lebih luas
dan tak pernah terbatas oleh ruang dan waktu.
Manurut al-Abrasyi, seperti yang dikutip
Ahmad Tafsir, mengemukakan bahwa merumuskan kurikulum atau materi
pendidikan Islam harus mempertimbangkan 5 (lima) prinsip. Pertama, mata
pelajaran ditujukan untuk mendidik ruhani atau hati. Artinya, materi itu
berhubungan dengan kesadaran ketuhanan yang mampu diterjemahkan dalam
setiap gerak dan langkah manusia. Manusia adalah makhluk yang senantiasa
melibatkan sandaran kepada yang Maha Kuasa, yaitu Allah Swt.
Kedua, mata pelajaran yang diberikan
berisi tentang tuntunan cara hidup. Pelajaran ini tidak saja ilmu fiqh
dan akhlak tetapi ilmu yang menuntun manusia untuk meraih kehidupan yang
unggul dalam segala dimensinya. Ketiga, mata pelajaran yang disampaikan
hendaknya mengandung ilmiah, yaitu sesuatu ilmu yang mendorong rasa
ingin tahu manusia terhadap segala sesuatu yang perlu diketahui. Ilmu
yang dibutuhkan untuk mencari karunia Allah melalui cara-cara yang mulia
dan penuh perhitungan.
Keempat, mata pelajaran yang diberikan
harus bermanfaat secara praktis bagi kehidupan. Intinya bahwa materi
mengajarkan suatu pengalaman, ketrampilan, serta cara pandang hidup yang
luas. Kelima, mata pelajaran yang disampaikan harus membingkai terhadap
materi lainnya. Jadi, ilmu yang dipelajari berguna untuk ilmu lainnya.
Evaluasi Kurikulum PAI
Untuk menentukan hasil atau proses dari
sebuah kegiatan dan aktifitas memerlukan apa yang disebut dengan
evaluasi. Evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk
menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa
dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam diri siswa. Menurut
Stufflebeam, seperti yang dikutip Suke Silverius (1991:4), menyatakan
bahwa evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh, dan
menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.
Menurut Wayan Nurkancana &
Sumartana, evaluasi ialah suatu tindakan atau proses untuk menentukan
nilai segala sesuatu dalam aktifitas pendidikan, baik menyangkut materi,
guru, siswa, serta aspek pendukung lainnya (Nurkancana, 1986:1).
Evaluasi digunakan untuk mengukur sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan itu tercapai. Evaluasi berguna untuk melakukan
perbaikan-perbaikan. Menurut Wayan Nurkancana dan Sumartana, bahwa
evaluasi berfungsi sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui taraf kesiapan
peserta didik dalam menempuh suatu pendidikan. Artinya apakah seorang
peserta didik sudah siap untuk diberikan pendidikan tertentu atau tidak.
b. Untuk mengetahui seberapa jauh hasil
yang telah dicapai dalam proses pendidikan yang telah dilaksanakan.
Apakah hasil yang dicapai sudah sesuai dengan yang diharapkan atau
belum. Kalau belum, maka perlu dicari faktor apakah kiranya yang
menghambat tercapainya tujuan tersebut. Dan selanjutnya dapat dicari
jalan atau solusi untuk mengatasinya.
c. Untuk mengetahui apakah suatu mata
pelajaran yang diajarkan dapat dilanjutkan dengan bahan yang baru atau
harus mengulangi kembali bahan-bahan pelajaran yang sebelumnya. Dari
hal-hal evaluasi yang dilakukan dapat mengetahui apakah peserta didik
telah cukup menguasai, baik menguasai bahan pelajaran yang lalu atau
belum. Kalau peserta didik secara keseluruhan telah mencapai nilai yang
cukup baik dalam evaluasi yang telah dilakukan, maka itu berarti mereka
telah menguasai pelajaran.
d. Untuk mendapatkan bahan-bahan
informasi dalam memberikan bimbingan tentang jenis pendidikan atau jenis
jabatan yang cocok untuk peserta didik tersebut.
e. Untuk mendapatkan bahan-bahan
informasi guna menentukan apakah peserta didik dapat dinaikkan kelas
atau tidak. Apabila berdasarkan hasil evaluasi dari sejumlah bahan
pelajaran yang diberikan sudah tercerna dengan bagus oleh peserta didik,
mereka bisa dinaikkan ke jenjang berikutnya.
f. Untuk membandingkan apakah prestasi yang dicapai peserta didik sudah sesuai dengan kapasitasnya atau belum.
g. Untuk menafsirkan apakah peserta
didik telah cukup matang untuk dilepaskan ke masyarakat atau untuk
melanjutkan ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi (Nurkancana, 1986:
3-6).
Hasil evaluasi mempunyai makna bagi
berbagai pihak. Evaluasi bermakna bagi semua komponen proses pengajaran
terutama siswa, guru, orangtua, masyarakat dan sekolah itu sendiri. Dari
hasil evaluasi ini sangat menentukan langkah serta kebijakan yang akan
direncanakan berikutnya.
Eavaluasi kurikulum pendidikan agama
Islam tidak hanya diukur dengan alat atau instrumen test tulis,
melainkan dapat dilihat dari segi performance akhlak dan tindakannya.
Sebenarnya pendidikan agama Islam justru mudah dilihat dari domain
afektif dan psikomotornya ketimbang kognitifnya, walaupun kognitif juga
penting.
Karakteristik Kurikulum PAI
Tiap jenis kurikulum mempunyai ciri atau
karakteristik termasuk pendidikan agama Islam. Menurut Abudurrahman
al-Nahlawi, seperti yang dikutip Majid (2004: 78-80), menjelaskan bahwa
kurikulum pendidikan Islam harus memenuhi beberapa ketentuan, yaitu:
a. Memiliki sistem pengajaran dan materi
yang selaras dengan fitrah manusia serta bertujuan untuk menyucikan
jiwa manusia, memelihara dari penyimpangan, dan menjaga keselamatan
fitrah manusia sebagaimana diisyaratkan hadits Qudsi sebagai berikut:
"hamba-hamba ku diciptakan dengan kecenderungan (pada kebenaran). Lalu
syetan menyesatkan mereka."
b. Tujuan pendidikan Islam yaitu
memurnikan ketaatan dan peribadatan hanya kepada Allah. Kurikulum
pendidikan Islam yang disusun harus menjadi landasan kebangkitan Islam,
baik dalam aspek intelektual, pengalaman, fisikal, maupun sosial. Ibadah
tidak hanya sekadar diartikan shalat atau dzikir akan tetapi pekerjaan
dan perbuatan pun merupakan ibadah.
c. Harus sesuai dengan tingkatan
pendidikan baik dalam hal karakteristik, tingkat pemahaman, jenis
kelamin serta tugas-tugas kemasyarakatan yang telah dirancang dalam
kurikulum.
d. Memperkatikan tujuan-tujuan
masyarakat yang realistis, menyangkut penghidupan dan bertitik tolak
dari keislaman yang ideal. Kurikulum pendidikan Islam sebagai cermin
nilai-nilai keadaban dan spiritualitas, baik secara personal maupun
kolektif (sosial).
e. Tidak bertentangan dengan konsep dan
ajaran Islam, melainkan harus memahami konteks ajaran Islam yang selama
ini belum tergali makna dan sumber kebenarannya. Masih banyak teks-teks
normatif yang belum terungkap pesan dan hikmahnya yang bisa diteliti
untuk kemanfaatan manusia.
f. Rancangan kurikulum harus realistis
sehingga dapat diterapkan selaras dengan kesanggupan peserta didik dan
sesuai dengan keadaan masyarakatnya. Kurikulum pendidikan Islam
merupakan cermin masyarakat.
g. Harus memilih metode dan pendekatan
yang relevan dengan kondisi materi, belajar mengajar, dan suasana
lingkungan pembelajaran di mana kurikulum tersebut diselenggarakan.
h. Kurikulum pendidikan Islam harus
efektif, dapat memberikan hasil pendidikan yang bersifat pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan.
i. Harus sesuai dengan berbagai
tingkatan usia peserta didik. Untuk semua tingkatan dipilih bagian
materi kurikulum yang sesuai dengan kesiapan dan perkembangan yang telah
dicapai oleh peserta didik. Dalam hal ini yang paling penting adalah
tingkat penguasaan bahasa yang dicapai oleh peserta didik. Pendeknya,
secara psikologis kurikulum tersebut dapat sesuai dengan kematangan
peserta didik.
j. Memperhatikan aspek pendidikan
tentang segi-segi perilaku yang bersifat aktifitas langsung seperti
berjihad, dakwah Islam, serta penciptaan lingkungan sekolah yang islami,
etis dan anggun.
Sedangkan menurut Syaibani, seperti yang
dikutip Muhaimin dan Abd Mujib (1993: 187-197), menempatkan empat dasar
pokok dalam kurikulum pendidikan Islam, yaitu dasar religi, dasar
falsafah, dasar psikologis, dasar sosiologis dan dapat pula ditambah
dasar organisatoris.
*) Mujtahid, Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Majid, Abdul, dan Dian Andayani, 2004.
Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi; Konsep dan Impelementasi
Kurikulum 2004, Bandung: Rosdakarya.
Muhaimain, dkk., 2001. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan pendidikan Agama Islam di Sekolah, Bandung: Rosdakarya.
Muhaimin dan Abd Mujib, 1993. Pemikiran
Pendidikan Islam; Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya,
Bandung: Trigenda Karya.
Nurkancana, Wayan, dan Sumartana, 1986. Evalusi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional.
Tafsir, Ahmad, 1994. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosdakarya.
Fadjar, A. Malik, 1998. Visi Pembaruan
Pendidikan Islam, Jakarta: Lembaga Pengembagan Pendidikan dan Penyusunan
Naskah Indonesia (LP3NI).
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar