Kamis, 26 April 2012

mahasiswa

Karakteristik Perkembangan Masa Dewasa

A.    DEFINISI MASA DEWASA
Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu setelah masa remaja. Pengertian masa dewasa dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
1.      Sisi biologis, masa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan pencapaian kematangan tubuh secara optimal dan kesiapan untuk bereproduksi (berketurunan).

2.      Sisi psikologis, masa dewasa dapat diartikan sebagai periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan cirri-ciri kedewasaan atau kematangan, yaitu
a.         Kestabilan emosi (emotional stability), mampu mengendalikan perasaan tidak lekas marah, sedih, cemas, gugup, frustasi, atau tidak mudah tersinggung.
b.         Memiliki sense of reality (kesadaran realitasnya) cukup tinggi mau menerima kenyataan, tidak mudah melamun apabila mengalami kesulitan, dan tidak menyalahkan orang lain atau keadaan apabila menghadapi kegagalan.
c.         Bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda,
d.        Bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan.
3.      Sisi pedagogis, masa dewasa ini ditandai dengan:
a.         Rasa tanggungjawab (senese of responsibility) terhadap semua perbuatannya, dan juga terhadap kepeduliannya memelihara kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain.
b.         Berperilaku sesuai dengan norma atau nilai-nilai agama
c.         Memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya.
d.        Berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada kehidupan sehari-hari banyak orang yang mendefinisikan masa dewasa hanya dari kriteria biologisnya saja. Banyak orang berpendapat bahwa masa dewasa merupakan masa yang rentang usia di atas 18/19 tahun. Namun masih ada sebagian orang yang mendefinisikan masa dewasa tidak hanya dari perkembangan biologisnya saja, melainkan juga melalui tingkat pemikiran, sikap, dan sifat seseorang. Seseorang dikatakan dewasa oleh masyarakat umum selain dari kriteria rentang usia yaitu jika orang tersebut mampu berpikir demokratis, bijaksana, dan bertanggungjawab.
B.     PERIODE PERKEMBANGAN MASA DEWASA
 Menurut Hurlock (1968) masa ini terbagi kepada tiga periode sebagai berikut:
1.      Masa Dewasa Awal (Early Adulthood = 18/20-40 Tahun)
Masa dewasa awal terentang sejak tercapainya kematangan secara hukum (sekitar usia 18/20 tahun) sampai kira-kira usia 40 tahun. Secara biologis, masa ini merupkan puncak pertumbuhan fisik yang prima, sehingga dianggap sebagai usia yang tersehat dari populasi manusia secara keseluruhan. Kesehatan fisik ini akan terpelihara dengan baik, apabila didukung oleh kebiasaan-kebiasaan positif.  Dari segi psikologis, pada usia ini tidak sedikit di antara mereka yang kurang mampu mencapai kematangan, hal itu disebabkan karena banyaknya masalah yang dihadapinya dan tidak mampu mengatasinya. Masalah tersebut di antaranya adalah:
a.         Kesulitan mencari kerja
b.        Susah mencari jodoh
c.         Keinginan untuk menikah namun belum mempunyai pencaharian
d.        Kesulitan yang dialami setelah menikah, seperti mengurus anak, memelihara keharmonisan keluarga, dan sebagainya.
Dari segi aspek tugas-tugas yang harus dituntaskan selama periode ini, seseorang yang sudah berusia dewasa awal dituntut untuk menuntaskan tugas-tugas perkembangan, yaitu:
a.       Mengembangkan sikap, wawasan, dan pengalaman ajaran agama.
b.      Memperoleh atau mulai memasuki dunia kerja
c.       Memilih pasangan (suami atau istri)
d.      Mulai memasuki pernikahan.
e.       Belajar hidup berkeluarga
f.      Merawat dan mendidik anak
g.      Mengelola rumah tangga
h.      Memperoleh kemampuan dan kemantapan karier (posisi kerja)
i.       Mengambil tanggung jawab atau peran sebagai warga masyarakat.
j.       Mencari kelompok sosial (kolega) yang menyenangkan.
Setelah melakukan observasi didapat data bahwa pada masa dewasa awal ini memang banyak yang kurang mampu mencapai kematangan yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti yang disebutkan di atas. Beberapa di antaranya juga sukses melaksanakan tugas-tugas perkembangan sebagaimana mestinya.
2.      Masa Dewasa Madya/Setengah Baya (Midle Age = 40-60 Tahun)
Masa ini umumnya terentang sejak usia 40 tahun dan berakhir pada usia 60 tahun. Pada usia ini, fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-fungsi alat indra. Tugas-tugas perkembangan yang harus dituntaskan pada usia ini meliputi:
a.         Memantapkan pengalaman ajaran agama
b.        Mencapai tanggung jawab sosial sebagai warga Negara
c.         Membantu anak yang sudah remaja untuk belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.
d.        Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek fisik (penurunan kemampuan atau fungsi)
e.         Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier.
f.         Memantapkan peran-perannya sebagai orang dewasa.
Asumsi yang menyatakan bahwa fisik mulai agak melemah ternyata memang kerapkali terjadi pada masa dewasa madya ini. Seringkali kita menemukan seorang yang berusia masa dewasa madya mulai mengalami penurunan dalam mendengar, membaca, dan sebagainya.
3.      Masa Dewasa Lanjut/Masa Tua (Old Age = 60-Mati)
Masa ini ditandai dengan semakin melemahnya kemampuan fisik dan psikis. Pada umumnya mengalami penurunan kemampuan dalam aspek pendengaran, penglihatan, daya ingat, cara berpikir, dan berinteraksi sosial, juga (pada umumnya dialami oleh yang tingkat pendidikannya rendah) dimungkinkan akan mengalami masa pikun, masa kembali ke usia kanak-kanak, yang bersifat dependent (tergantung) kepada orang lain. Tugas-tugas perkembangan yang harus dituntaskan adalah:
a.         Lebih memantapkan diri dalam mengamalkan norma atau ajaran agama
b.        Mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kemampuan fisik dan kesehatan
c.         Menyesuaikan diri dengan masa pensiun (jika menjadi pegawai negeri) dan berkurangnya income (penghasilan keluarga).
d.        Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
e.         Membentuk hubungan dengan orang lain yang seusia
f.         Memantapkan hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga (anak, cucu, dan menantu).
Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang dalam masa dewasa lanjut banyak yang mengalami kesehatan yang buruk, jadi untuk pemenuhan tugas-tugas perkembangan seringkali mengalami kegagalan.
Dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangan, tidak sedikit orang dewasa yang mengalami kegagalan, yang disebabkan oleh 1) tidak ada bimbingan untuk memahami dan menguasai tugas-tugas perkembangan, 2) tidak ada motivasi untuk berkembang ke arah kedewasaan, 3) mengalami kesehatan yang buruk, 4) cacat tubuh, 5) tingkat kecerdasan yang rendah.
Kegagalan mencapai atau menuntaskan tugas-tugas perkembangan tersebut, akan memunculkan perilaku yang menyimpang (maladjustment), atau situasi kehidupan yang tidak bahagia, di antaranya adalah:
1.      Berzina atau berselingkuh (memacari wanita atau pria lain padahal sudah memiliki istri/suami).
2.      Meminum minuman keras atau mengonsumsi Naza
3.      Menelantarkan kehidupan keluarga (istri dan anak)
4.      Sering pergi ke hiburan malam (diskotik)
5.      Menjadi biang keladi kerusuhan (provokator atau preman) dalam masyarakat
6.      Melecehkan norma atau aturan yang dijunjung tinggi masyarakat.
Jadi, salah satu tugas perkembangan masa dewasa adalah pemantapan wawasan, sikap, dan pengalaman ajaran agama (pemantapan kesadaran beragama). Ada banyak faktor yang mempengaruhi perjalanan kehidupan beragama seseorang, di antaranya adalah:
1.      Keragaman pendidikan agama yang diterimanya waktu kecil, ada yang menerima dan ada juga yang tidak menerimanya.
2.      Keragaman pengalaman menetapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga, sekolah, kantor maupun masyarakat, ada yang intensif.
3.      Keragaman corak pergaulan dengan kolega atau teman kerja, ada yang taat agama begitu pula ada yang melecehkan.
4.      Keragaman sikap terhadap permasalahan kehidupan yang dialami, ada yang sabar (menerimanya dengan penuh ketabahan) dan ada juga frustasi bahkan depresi dalam menghadapinya.
5.      Keragaman orientasi hidup, ada yang materialistis-hedonis (orang yang hidupnya hanya untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dengan tidak memperhatikan nilai-nilai haram-halal atau benar-salah), dan ada juga yang moralis-agamis (orang yan menjadikan agama sebagai landasan perilakunya).
Seringkali dalam kehidupan sehari-hari orang-orang pada masa dewasa sudah mulai memperdalam ilmu agamanya, sehingga dapat menjadi bekal dalam menjalani masa dewasanya dengan baik.
C.    KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MAHASISWA
1.      Usia Mahasiswa sebagai Fase Usia Dewasa Awal
Kennintston (Santrock dalam Chusaini, 1995: 73) mengemukakan bahwa masa muda merupakan periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara. Kenniston juga mengemukakan kriteria penting untuk menunjukkan permulaan dari masa dewasa awal, yaitu kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuaut keputusan.
Lerner (1983: 554) mengemukakan tentang fase dewasa awal sebagai suatu fase dalam siklus kehidupan yang berbeda dengan fase-fase sebelum dan sesudahnya, karena fase usia dewasa awal merupakan fase usia untuk membuat suatu komitmen pada diri individu, khususnya membuat pilihan tentang pernikahan, anak, pekerjaan, dan gaya hidup yang akan menentukan tempat mereka di fase dewasa awal.
Menurut Erikson (1959, 1963) fase usia dewasa awal merupakan kebutuhan untuk membuat komitmen dengan menciptakan suatu hubungan interpersonal yang erat dan stabil. Setiap individu tidak lagi harus berfokus pada diri, tetapi harus lebih tertarik pada memenuhi kebutuhan orang lain sehingga memperoleh kepuasan dari pemeuhan kebutuhan tersebut.
Adapun ciri-ciri umum perkembangan fase usia dewasa awal (Hurlock, 1991: 247-252) yaitu:
a.    Masa pengaturan, usia dewasa awal merupakan saat ketika seseorang mulai menerima tanggungjawab sebagai orang dewasa.
b.    Usia reproduktif, usia dewasa awal merupakan masa yang paling produktif untuk memiliki keturunan, dengan memiliki anak mereka akan memiliki peran baru sebagai orangtua
c.    Masa Bermasalah, pada usia masa dewasa awal akan timbul masalah-masalah baru yang berbeda dengan masalah sebelumnya, di antaranya masalah pernikahan.
d.   Masa ketegangan emosional, merupakan masa yang memiliki peluang terjadinya ketegangan emosional, karena pada masa dewasa awal seseorang berada pada wilayah baru dengan harapan-harapan baru, dan kondisi lingkungan serta permasalahan baru.
e.    Masa keterasingan sosial, Ketika pendidikan berakhir dan mulai memasuki dunia kerja dan kehidupan keluarga, seiring dengan itu hubungan dengan kelompok teman sebaya semakin renggang.
f.     Masa komitmen, seseorang akan menentukan pola hidup baru, dengan memikul tanggung jawab baru dan memuat komitmen-komitmen baru dalam kehidupan.
g.    Masa ketergantungan, Meskipun status dewasa dan kemandirian telah tercapai, tetapi masih banyak orang dewasa awal yang tergantung pada pihak lain.
h.    Masa perubahan nilai, jika orang dewasa awal ingin diterima oleh anggota kelompok orang dewaa
i.      Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru
j.      Masa kreatif, masa dewasa awal merupakan puncak kreatifitas.
Ciri-ciri umum tersebut menunjukkan bahwa fase usia dewasa awal merupakan fase memasuki awal kehidupan yang mulai dihadapkan kepada berbagai perjuangan, kreativitas, tantangan, perubahan diri, serta problematika yang secara simultan dan kompleks dihadapi individu.
Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Hurlock tentang perkembangan fase usia dewasa awal, mahasiswa yang termasuk masa dewasa awal banyak yang mengalami fase tersebut. Tidak sedikit orang yang berkomitmen untuk menikah pada usia masa dewasa awal ini, termasuk mahasiswa. Jadi mereka mengalami fase perkembangan tersebut walaupun terkadang ada sebagian orang pada masa dewasa awal mengalami problematika yang kompleks.
2.      Aspek-aspek perkembangan dewasa awal
Berikut merupakan aspek-aspek perkembangan yang sedang dihadapi usia mahasiswa sebagai fase usia dewasa awal (santrock, 1995: 91-100)
a.    Perkembangan fisik
Perkembangan fisik pada masa dewasa awal dari satu sisi merupakan puncaknya, tetapi pada sisi lain adalah kecenderungan penurunan periode ini sehingga fase usia dewasa awal dikatakan sebagai puncak dan penurunan perkembangan individu secara fisik. Misalnya pendengaran relatif konstan  dan mulai mengalami penurunan pada akhir fase usia dewasa awal. Kondisi kesehatan dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi gaya hidup yang merusak kesehatan, nutrisi yang baik, rutinitas berolahraga.
Namun pada kehidupan sehari-hari dapat ditemukan orang pada masa dewasa awal justru secara sadar ataupun tidak sadar seringkali mengabaikan kesehatan mereka, misalnya dengan merokok, malas olahraga, dan sebagainya.
b.    Perkembangan seksualitas
Merupakan sikap dan perilaku seksual pada individu sebagai kodrat dan dampak dari perubahan-perubahan hormon yang terjadi. Ada dua hal tentang sikap dan perilaku seksual yaitu ditinjau dari:
1)      Sikap dan perilaku seksual secara heteroseksual. Sikap dan perilaku seksual berdasarkan tinjauan longitudinal dari tahun 1900-1980-an, menunjukkan dua kecenderungan penting (Darling et., 1984), yaitu:
a)         Persentase dari kaum muda yang melakukan hubungan seksual meningkat tajam.
b)        Proporsi perempuan yang dilaporkan dalam berhubungan seksual meningkat lebih cepat dari kasus laki-laki, meskipun laki-laki lebih sering berhubungan seksual.
2)      Sikap dan perilaku seksual secara homoseksual. Homoseksual, yaitu kecenderungan memilih pasangan seksual dari jenis kelamin yang sama. Melalui penelitian yang terdahulu (Kinsey) maupun yang baru-baru ini (Hunt), menunjukkan bahwa 4% dari laki-laki dan 3% dari perempuan yang disurvei adalah homoseksual.
Sesuai dengan perkembangan zaman yaitu mulai masuknya tren barat ke Negara kita, maka semakin banyak ditemukan perilaku seksual secara homoseksual. Akan tetapi masih lebih banyak yang cenderung heteroseksual, yaitu menyukai dari yang berlainan jenis kelamin.
c.    Perkembangan kognitif
Schaie (1997) mengemukakan bahwa tahap-tahap kognitif piaget menggambarkan peningkatan efisiensi dalam perolehan informasi yang baru. Misalnya pada masa dewasa awal terdapat perubahan dari mencari pengetahuan menuju menerapkan pengetahuan, menerapkan apa yang sudah diketahui, khususnya dalam hal penentuan karier dan mempersiapkan diri untuk menghadapi pernikahan dan hidup berkeluarga.
d.   Perkembangan karier
Tuntutan peran karier terhadap kompetensi menunjukkan sangat tinggi pada fase usia dewasa awal. Memenuhi tuntutan karier dan penyesuaian diri dengan peran yang baru adalah penting bagi individu pada fase ini (Heise, 1991; Smither, 1988).
Terkadang kita menemukan seseorang yang telah mendapatkan pekerjaan namun tidak betah dengan pekerjaannya. Hal tersebut mungkin terjadi karena tidak berhasilnya penyesuaian diri dengan peran yang baru.
e.    Perkembangan sosio-emosional
Dalam menjalin hubungan sosial dengan klingkungannya, pada fase usia dewasa awal tidak hanya sekedar mampu menunjukkan jalinan persahabatan atau percintaan, namun lebih mengarah kepada hubungan sosio-emosional yang terikat oleh komitmen dengan menunjukkan hubungan dan niat untuk mempertahankan dalam mempersiapkan diri menuju kehidupan bersama melalui pernikahan dan hidup berkeluarga.
Kajian tentang perkembangan sosio-emosional pada fase usia dewasa awal ialah:
1)      Fase pertama, menjadi orang dewasa dan mulai melangkah untuk hidup mandiri. Untuk membangun identitas serta membentuk keluarga baru, merupakan realisasi waktu bagi fase usia dewasa awal dalam menyeleksi diri secara sosio-emosional, yaitu apa yang akan dibawa dari keluarga asal, apa yang akan mereka tinggalkan, dan apa yang hendak mereka ciptakan bagi dirinya ketika akan melangkah ke depan bergabung dalam membina keluarga sebagai pasangan baru melalui pernikahan.
2)      Fase kedua, adalah pasangan baru (new couple) dari siklus kehidupan keluarga. Pasangan baru yang dimaksud adalah keterikatan melalui pernikahan yang sah antara dua jenis kelamin yang berbeda, berasal dari keluarga dan latar belakang kehidupan bahkan kebudayaan yang berbeda.
3)      Fase ketiga adalah menjadi orang tua dalam kehidupan berkeluarga. Memasuki fase ini menuntut orang dewasa untuk maju satu generasi dan menjadi pemberi kasih sayang untuk generasi yang lebih muda. Untuk dapat melalui fase yang panjang ini, dalam perjalanannya menuntut komitmen waktu sebagai peran orang dewasa menuju peran sebagai orang tua, serta peran dalam memahami dan menyesuaikan diri sebagai orang tua yang kompeten dan sumber teladan bagi anak.
3.      Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Awal
Havighurst (1961: 259-265) menguraikan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu:
a.         Memilih pasangan hidup.
Memilih pasangan hidup merupakan salah satu tugas perkembangan yang paling dirasakan menyenangkan, menarik, tetapi sekaligus menggelisahkan serta penuh dengan kekhawatiran karena disaat para calon pasangan mempersiapkan diri untuk memilih dan menemukan yang tidak hanya cocok dan selaras bagi dirinya, tetapi dituntut untuk menyesuaikan dengan kondisi dan latar belakang kehidupan kedua calon keluarganya masing-masing.
Menurut Norman (1992) pemenuhan kebutuhan merupakan faktor utama dalam memilih pasangan pernikahan. Kebutuhan individu dapat berlainan satu sama lain, beberapa orang akan lebih memilih pasangan yang melengkapi dirinya, atau bahkan memilih pasangan yang sifatnya bertentangan, tapi sebagian besar memilih yang memiliki kesamaan karakteristik. Istilah “opposites attract” atau daya tarik lawan jenis biasanya terjadi pada pernikahan yang dilandasi kebutuhan saling melengkapi. Adanya perbedaan kebutuhan antarindividu dalam pasangan tersebut, yaitu kebutuhan untuk berperan dominan (memberikan simpati, cinta, dan perlindungan) dan kebutuhan untuk berperan submissive (memperoleh simpati, cinta, dan perlindungan).
Memahami perbedaan antara sifat yang bertentangan dan sifat saling melengkapi sangatlah penting.  Norman menambahkan bahwa dalam penentuan pasangan hidup sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Pengaruh kebudayaan terhadap penentuan pasangan hidup ditunjukkan dalam dua hal, yaitu pertama, definisi kebudayaan menentukan sisi yang menarik dari seseorang, sehingga lawan jenis akan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap orang yang memenuhi kriteria tersebut. Kedua, terbentuklah “idealisasi pasangan” pada mental individu, artinya walaupun individu tidak memperoleh seseorang yang memenuhi kriteria ideal, dia akan menetapkan standar ideal tersebut pada orang yang dicintainya.
b.         Belajar hidup dengan pasangan nikah
Pada dasarnya hal ini terdiri dari pembelajaran untuk menyatakan dan mengontrol perasaan masing-masing pasangan seperti: kemarahan, kebahagiaan, kebencian, kasih sayang, sehingga seseorang dapat hidup dengan hangat dan harmonis, serta bahagia dengan pasangannya. Penyesuaian dalam mencapai kepuasan secara biologis, terutama dalam menjalani hubungan seks, cenderung akan menjadi mudah dan menggairahkan. Di sisi lain, ketergantungan secara emosi terhadap orang tua cenderung menjadi lebih sulit dan tertutup. Hal ini akan memberikan warna baru dalam menjalankan peran masing-masing pasangan hidup sebagai suami istri yang cenderung memerlukan proses penyesuaian dan pembelajaran lebih lanjut dalam menempuh keluarga bahagia dan sejahtera.
c.         Memulai hidup berkeluarga
Sebagai pasangan muda mereka akan memperoleh banyak pengalaman baru, dimulai dari hubungan seksual pertama, hamil pertama, punya anak pertama, mengalami sakit pertama, dan interaksi sosial dengan keluarga suami atau keluarga istri. Selanjutnya banyak ditentukan oleh bagaimana cara pasangan melalui pengalaman pertama tersebut, terutama pada tahun-tahun awal pernikahan. Menurut Havighurst dalam tugas perkembangan diuraikan dengan meninjau dari berbagai sudut pandangan sebagai berikut:
1)        Sifat tugas.
Dalam memulai kehidupan berkeluarga, kehadiran anak merupakan manifestasi dari keberhasilan sebuah pernikahan, bagi pihak istri maupun suami. Terlebih kesuksesan  dalam kehadiran anak pertama, cenderung merupakan ukuran kesuksesan bagi kehadiran anak berikutnya.
2)        Dasar biologis
Melahirkan anak merupakan suatu proses biologis, apalagi tugas melahirkan anak pertama merupakan suatu proses biologis dan psikologis.
3)        Dasar psikologis
Secara psikologis, wanita dan pria memiliki suatu tugas yang ingin dicapai untuk menjadi seorang ayah bagi laki-laki dan seorang ibu bagi wanita. Bagi wanita, jika dia takut atau benci dengan ide mengenai kehamilan, maka tugas tersebut akan sulit baginya. Tetapi jika menganggap keibuan dengan rasa senang sebagai pemenuhan peran seksnya, maka tugas tersebut menjadi cukup mudah.

4)        Dasar budaya
Masalah kehamilan merupakan masalah yang muncul secara pandangan budaya.
5)        Implikasi sosial dan pendidikan
Keberhasilan pada aspek tugas perkembangan ini memerlukan jenis pengetahuan tertentu bagi suami dan istri, sikap serta peran dan tanggungjawab yang sepenuhnya untuk menjalankan kehidupan dalam berkeluarga serta memiliki keturunan.
Pengetahuan ini semakin banyak diberikan melalui buku-buku bagi orang tua muda dan melalui kursus-kursus pendidikan untuk calon ayah dan ibu seperti yang terjadi pada masa sekarangi ini.
d.        Memelihara anak
Tugas, peran, dan tanggungjawab sebagai suami istri sudah lebih bertambah dengan sebutan sebagai ibu dan ayah, sudah hadir sosok manusia baru sebagai pelengkap dalam kehidupan di dalam keluarga mereka. Mereka harus belajar memenuhi berbagai kebutuhan baik secara fisik atau biologis, maupun kasih sayang yang sepenuhnya diberikan pada anak, sehingga anak mencapai perkembangan secara optimal sesuai kemampuan dan karakteristik yang dimilikinya.
e.         Mengelola rumah tangga
Kehidupan keluarga sangat terkait dengan kesiapan secara keseluruhan baik fisik maupun mental, yang selanjutnya akan sangat bergantung kepada kesiapan keberhasilannya dalam mengelola rumah tangga sesuai dengan peran, tugas, dan tanggungjawabnya masing-masing sebagai seorang suami istri atau orang tua dari anak-anaknya.
f.          Mulai bekerja
Dalam menghadapi dan menjalani tugas perkembangan ini, para pria dewasa awal, cenderung mulai memperhatikan dan memikirkannya, bahkan sering kali dia mengabaikan tugas lainnya seperti menunda untuk mencari calon pasangan hidup. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan wanita dewasa awal yang cenderung belum begitu aktif dalam menghadapi tuntutan pekerjaan.
g.         Bertanggung jawab sebagai warga Negara
Sebagai individu dewasa awal mulai menunjukkan adanya ras tanggungjawab bagi kesejahteraan baik pada keluarga, tetangga, kelompok masyarakat, sebagai warga Negara, atau organisasi politik.Pria atau wanita muda jarang mengikuti partisipasi aktif dalam organisasi dewasa sebelum mencapai usia 25 atau 30 tahun, karena sangat banyak yang memulai karier dalam masyarakat, jadi sulit memiliki waktu untuk bergabung baik dalam suatu organisasi atau ikut serta dalam aktifitas kewarganegaraan dan politik.
h.         Menemukan kelompok sosial yang serasi
Bersama-sama sebagai pasangan mencari teman baru, orang-orang seumur dengan mereka, yang memiliki ketertarikan yang sama dan dengan orang dimana mereka dpat mengembangkan suatu jenis baru kehidupan sosial yang dapat berlangsung selama kurang lebih sampai 40 tahun.
Pada kenyataannya tidak sedikit orang pada masa dewasa awal sulit untuk menentukan pasangan hidup, menjalani kehidupan berumahtangga. Mereka yang tidak bisa mengelola rumah tangga dengan baik dapat menjadi penyebab gagalnya hubungan rumah tangga mereka, dan juga ada faktor lain yang turut mempengaruhi, misalnya pekerjaan yang belum mencukupi kebutuhan keluarga barunya dan sebagainya.
D.    PERIODE DEWASA AWAL SEBAGAI MASA PERSIAPAN PERNIKAHAN
1.        Konsep dasar pernikahan
Pernikahan merupakan suatu ikatan yang terjalin di antara laki-laki dan perempuan yang telah memiliki komitmen untuk saling menyayangi, mengasihi, dan melindungi berdasarkan syariat agama. Menurut Sigelma dan Shafer, pernikahan merupakan suatu transisi kehidupan yang mencakup pengambilan peran b
………………………………………………………….aru (sebagai suami atau istri) dan menyesuaikan dengan kehidupan sebagai pasangan.
McGoldrick (1989) mendefinisikan pernikahan adalah adanya keterikatan yang sah antara dua jenis kelamin yang berbeda sebagai pasangan baru (new couple), dan berasal dari keluarga serta latar belakang kehidupan bahkan kebudayaan yang berbeda. Norman (1992) mengemukakan bahwa pernikahan adalah ikatan terdekat yang terjadi pada dua orang yang disiapkan untuk kebutuhan hidup bersama menuju cita-cita yang dapat tercapai, keharmonisan yang dipertahankan dan perintah Tuhan yang dijalankan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah ikatan yang terjalin secara sah antara laki-laki dan perempuan dalam menjalani peran hidup yang baru secara bersama menuju harapan dan cita-cita sesuai dengan perintah dan ajaran agama. Makna dan hikmah pernikahan dalam hidup berkeluarga bagi yang berada pada fase usia dewasa awal seyogianya menjadi sebuah bekal kesiapan diri untuk terlebih dahulu mengenal, memahami, serta menyikapinya secara positif yang dijadikan sebagai rujukan di dalam membangun kehidupan keluarga yang serasi dan sejahtera.
Ciri-ciri usia dewasa awal yang memiliki sikap positif terhadap pernikahan yaitu sebagai berikut:
a.  Mau mempelajari hal ikhwal pernikahan
b.  Meyakini bahwa nikah merupakan satu-satunya jalan mensahkan hubungan seks antara pria dan wanita
c.  Meyakini bahwa nikah merupakan ajaran agama yang sakral (suci) yang tidak boleh dilanggar
d. Mau mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan.
Asumsi di atas benar adanya tentang definisi pernikahan. Banyak orang yang positif dalam menanggapi pernikahan, sehingga didapat ciri-ciri tersebut. Namun terkadang ditemui orang yang sudah dewasa belum terlalu mempersiapkan diri ke dalam jenjang pernikahan, dan sebaliknya pada masa dewasa awal, atau bahkan remaja sudah ada yang berperilaku siap menikah.
2.        Syarat pernikahan
Sebagai kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga harus memperhatikan persyaratan yang di antaranya adalah:
a.    Kematangan fisik (bagi wanita setelah usia 18-20 tahun, bagi pria usia 25 tahun).
b.    Kesiapan materi (bagi suami diwajibkan member nafkah kepada istri).
c.    Kematangan psikis (mampu mengendalikan diri, tidak kekanak-kanakan, tidak mudah tersinggung, dan tidak mudah pundung, berkisap mau menerima kehadiran orang lain dalam kehidupannya; mempunyai sikap toleran, bersikap hormat atau mau menghargai orang lain, dan memahami karakteristik pribadi dirinya atau calon istri atau suaminya)
d.   Kematangan moral-spiritual (memiliki pemahaman dan keterampilan dalam masalah agama, sudah bisa dan biasa melaksanakan ajaran agama, terutama shalat dan mengaji kitab suci, dan dapat mengajarkan agama kepada anak).
Pakar psikologi, Papalia dan Olds, dalam buku Human Development (1995) mengemukakan bahwa usia terbaik untuk menikah bagi perempuan adalah 19-25 tahun. Kesiapan usia ini sangat berpengaruh dan menjadi barometer, baik dalam memulai kehidupan berkeluarga maupun untuk menjadi pengasuh anak pertama (the first parenting).
Namun dalam kenyataannya sering dijumpai orang yang menikah belum memiliki kematangan psikis, maupun moral-spiritual secara baik. Hal tersebut akan berdampak pada pernikahan mereka. Mahasiswa masih banyak yang bersikap kekanak-kanakan, belum mampu mengendalikan dirinya dengan baik.
3.        Beberapa kondisi yang mempengaruhi kesulitan penyesuaian pernikahan
Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi munculnya kesulitan dalam melakukan penyesuaian dalam pernikahan, yaitu:
a.    Persiapan pernikahan yang terbatas. Kurangnya persiapan dapat mengakibatkan pasangan memiliki waktu yang terbatas dalam mempersiapkan diri dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan-keterampilan yang bermanfaat dalam kehidupan keluarga, sehingga mereka tidak memiliki keterampilan komunikasi, berelasi, membesarkan anak, bergabung dengan keluarga, serta mengelola keuangan.
b.    Perbedaan konsep tentang peran atau tugas dalam pernikahan. Konflik mudah terjadi dalam pernikahan apabila pasangan suami istri memiliki konsep yang berbeda tentang sesuatu.
c.    Cepat menikah. Terlalu cepat menikah dapat membawa ke arah munculnya masalah, seperti suka marah dan cemburu yang tidak terkendali, sehingga menghalangi munculnya penyesuaian pernikahan yang lebih baik.
d.   Memiliki konsep-konsep yang tidak realistik tentang pernikahan. Orang dewasa yang hanya menghabiskan hidupnya di sekolah dan perguruan tinggi tanpa berupaya memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman tentang pernikahan dan kehidupan berkeluarga, cenderung memiliki konsep yang tidak realistik tentang pernikahan. Akibatnya akan lebih sulit melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pernikahan dan kehidupan keluarga.
e.    Pernikahan campur. Pernikahan lintas budaya atau agama biasanya mengalami kesulitan dalam melakukan penyesuaian dengan orang tua dan sanak family, dibandingkan dengan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki latar belakang suku atau agama yang sama.
f.     Masa  perkenalan yang singkat. Mengakibatkan pasangan kurang memiliki kesempatan cukup untuk mengenal dan memahami pribadi masing-masing terutama dalam memeahami hambatan-hambatan yang berpotensi menjadi masalah dalam relasi mereka.
g.    Konsep romantik tentang pernikahan. Banyak orang dewasa masih memiliki konsep romantik yang sama dengan konsep yang mereka terima ketika masih remaja. Padahal konsep romantik pada masa remaja seringkali tidak realistik.
h.    Tidak memiliki identitas. Jika seorang pria merasa bahwa dia diperlakukan istrinya seperti istri memperlakukan anggota keluarganya yang lain, teman, dan rekan kerjanya, atau seorang istri merasa mendapat penghormatan sebagai ibu sama dengan penghormatan yang diberikan suami kepada ibu keluarga lain, maka mereka akan merasa kehilangan identitas sebagai individu. Perasaan tersebut akan mengakibatkan penyesuaian pernikahan sulit untuk dilakukan.
Hurlock (1980:292) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap keberhasilan pasangan dalam melakukan penyesuaian dalam pernikahan adalah sebagai berikut:
a.    Konsep pasangan yang ideal. Dalam memilih pasangan seorang pria ataupun wanita dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang ada dalam pikirannya.
b.    Pemenuhan kebutuhan. Terpenuhnya kebutuhan masing-masing suami istri dapat mewujudkan penyesuaian semakin mudah untuk dilaksanakan
c.    Kesamaan latar belakang. Latar belakang yang sama antara suami istri dapat membantu mereka semakin mudah dalam melakukan penyesuaian, terutama kesamaan pola asuh dalam keluarga, budaya, dan agama..
d.   Minat dan kepentingan bersama. Keinginan-keinginan yang sama, harapan-harapan yang sama, cenderung membawa ke arah penyesuaian yang lebih baik bagi pasangan.
e.    Kesamaan nilai-nilai. Kesamaan makna dan nilai-nilai yang dimiliki pasangan dapat memudahkan mereka dalam melakukan penyesuaian.
f.     Konsep peran. Suami dan istri yang memiliki konsep yang sama tentang peran, tugas, tanggungjawab, akan lebih mudah dalam melakukan penyesuaian.
g.    Perubahan dalam pola hidup. Penyesuaian bermakna melakukan perubahan terhadap pola hidup, mengubah kebiasaan, mengubah hubungan, mengubah kegiatan. Perubahan pola hidup selalu diikuti oleh ketegangan-ketegangan emosional yang dapat berkembang menjadi suatu masalah yang mengganggu.
Pada masa awal pernikahan memang dituntut untuk dapat menyesuaikan diri. Menurut pengamatan, tidak jarang masa usia dewasa awal kesulitan pada masa persiapan pernikahan tersebut, banyak faktor yang menjadi kendala, misalnya kendala untuk mandiri membangun rumah tangganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar