Karakteristik Perkembangan Masa Dewasa
A. DEFINISI MASA DEWASA
Masa
dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu
setelah masa remaja. Pengertian masa dewasa dapat ditinjau dari berbagai
segi, yaitu:
1. Sisi
biologis, masa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam
kehidupan individu yang ditandai dengan pencapaian kematangan tubuh
secara optimal dan kesiapan untuk bereproduksi (berketurunan).
2. Sisi
psikologis, masa dewasa dapat diartikan sebagai periode dalam kehidupan
individu yang ditandai dengan cirri-ciri kedewasaan atau kematangan,
yaitu
a. Kestabilan emosi (emotional stability), mampu mengendalikan perasaan tidak lekas marah, sedih, cemas, gugup, frustasi, atau tidak mudah tersinggung.
b. Memiliki sense of reality
(kesadaran realitasnya) cukup tinggi mau menerima kenyataan, tidak
mudah melamun apabila mengalami kesulitan, dan tidak menyalahkan orang
lain atau keadaan apabila menghadapi kegagalan.
c. Bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda,
d. Bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan.
3. Sisi pedagogis, masa dewasa ini ditandai dengan:
a. Rasa tanggungjawab (senese of responsibility) terhadap semua perbuatannya, dan juga terhadap kepeduliannya memelihara kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain.
b. Berperilaku sesuai dengan norma atau nilai-nilai agama
c. Memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya.
d. Berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada
kehidupan sehari-hari banyak orang yang mendefinisikan masa dewasa
hanya dari kriteria biologisnya saja. Banyak orang berpendapat bahwa
masa dewasa merupakan masa yang rentang usia di atas 18/19 tahun. Namun
masih ada sebagian orang yang mendefinisikan masa dewasa tidak hanya
dari perkembangan biologisnya saja, melainkan juga melalui tingkat
pemikiran, sikap, dan sifat seseorang. Seseorang dikatakan dewasa oleh
masyarakat umum selain dari kriteria rentang usia yaitu jika orang
tersebut mampu berpikir demokratis, bijaksana, dan bertanggungjawab.
B. PERIODE PERKEMBANGAN MASA DEWASA
Menurut Hurlock (1968) masa ini terbagi kepada tiga periode sebagai berikut:
1. Masa Dewasa Awal (Early Adulthood = 18/20-40 Tahun)
Masa
dewasa awal terentang sejak tercapainya kematangan secara hukum
(sekitar usia 18/20 tahun) sampai kira-kira usia 40 tahun. Secara
biologis, masa ini merupkan puncak pertumbuhan fisik yang prima,
sehingga dianggap sebagai usia yang tersehat dari populasi manusia
secara keseluruhan. Kesehatan fisik ini akan terpelihara dengan baik,
apabila didukung oleh kebiasaan-kebiasaan positif. Dari segi
psikologis, pada usia ini tidak sedikit di antara mereka yang kurang
mampu mencapai kematangan, hal itu disebabkan karena banyaknya masalah
yang dihadapinya dan tidak mampu mengatasinya. Masalah tersebut di
antaranya adalah:
a. Kesulitan mencari kerja
b. Susah mencari jodoh
c. Keinginan untuk menikah namun belum mempunyai pencaharian
d. Kesulitan yang dialami setelah menikah, seperti mengurus anak, memelihara keharmonisan keluarga, dan sebagainya.
Dari
segi aspek tugas-tugas yang harus dituntaskan selama periode ini,
seseorang yang sudah berusia dewasa awal dituntut untuk menuntaskan
tugas-tugas perkembangan, yaitu:
a. Mengembangkan sikap, wawasan, dan pengalaman ajaran agama.
b. Memperoleh atau mulai memasuki dunia kerja
c. Memilih pasangan (suami atau istri)
d. Mulai memasuki pernikahan.
e. Belajar hidup berkeluarga
f. Merawat dan mendidik anak
g. Mengelola rumah tangga
h. Memperoleh kemampuan dan kemantapan karier (posisi kerja)
i. Mengambil tanggung jawab atau peran sebagai warga masyarakat.
j. Mencari kelompok sosial (kolega) yang menyenangkan.
Setelah
melakukan observasi didapat data bahwa pada masa dewasa awal ini memang
banyak yang kurang mampu mencapai kematangan yang disebabkan oleh
beberapa faktor seperti yang disebutkan di atas. Beberapa di antaranya
juga sukses melaksanakan tugas-tugas perkembangan sebagaimana mestinya.
2. Masa Dewasa Madya/Setengah Baya (Midle Age = 40-60 Tahun)
Masa
ini umumnya terentang sejak usia 40 tahun dan berakhir pada usia 60
tahun. Pada usia ini, fisik sudah mulai agak melemah, termasuk
fungsi-fungsi alat indra. Tugas-tugas perkembangan yang harus
dituntaskan pada usia ini meliputi:
a. Memantapkan pengalaman ajaran agama
b. Mencapai tanggung jawab sosial sebagai warga Negara
c. Membantu anak yang sudah remaja untuk belajar menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan bahagia.
d. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada aspek fisik (penurunan kemampuan atau fungsi)
e. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karier.
f. Memantapkan peran-perannya sebagai orang dewasa.
Asumsi
yang menyatakan bahwa fisik mulai agak melemah ternyata memang
kerapkali terjadi pada masa dewasa madya ini. Seringkali kita menemukan
seorang yang berusia masa dewasa madya mulai mengalami penurunan dalam
mendengar, membaca, dan sebagainya.
3. Masa Dewasa Lanjut/Masa Tua (Old Age = 60-Mati)
Masa
ini ditandai dengan semakin melemahnya kemampuan fisik dan psikis. Pada
umumnya mengalami penurunan kemampuan dalam aspek pendengaran,
penglihatan, daya ingat, cara berpikir, dan berinteraksi sosial, juga
(pada umumnya dialami oleh yang tingkat pendidikannya rendah)
dimungkinkan akan mengalami masa pikun, masa kembali ke usia kanak-kanak, yang bersifat dependent (tergantung) kepada orang lain. Tugas-tugas perkembangan yang harus dituntaskan adalah:
a. Lebih memantapkan diri dalam mengamalkan norma atau ajaran agama
b. Mampu menyesuaikan diri dengan menurunnya kemampuan fisik dan kesehatan
c. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun (jika menjadi pegawai negeri) dan berkurangnya income (penghasilan keluarga).
d. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
e. Membentuk hubungan dengan orang lain yang seusia
f. Memantapkan hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga (anak, cucu, dan menantu).
Dalam
kehidupan sehari-hari orang-orang dalam masa dewasa lanjut banyak yang
mengalami kesehatan yang buruk, jadi untuk pemenuhan tugas-tugas
perkembangan seringkali mengalami kegagalan.
Dalam
menuntaskan tugas-tugas perkembangan, tidak sedikit orang dewasa yang
mengalami kegagalan, yang disebabkan oleh 1) tidak ada bimbingan untuk
memahami dan menguasai tugas-tugas perkembangan, 2) tidak ada motivasi
untuk berkembang ke arah kedewasaan, 3) mengalami kesehatan yang buruk,
4) cacat tubuh, 5) tingkat kecerdasan yang rendah.
Kegagalan mencapai atau menuntaskan tugas-tugas perkembangan tersebut, akan memunculkan perilaku yang menyimpang (maladjustment), atau situasi kehidupan yang tidak bahagia, di antaranya adalah:
1. Berzina atau berselingkuh (memacari wanita atau pria lain padahal sudah memiliki istri/suami).
2. Meminum minuman keras atau mengonsumsi Naza
3. Menelantarkan kehidupan keluarga (istri dan anak)
4. Sering pergi ke hiburan malam (diskotik)
5. Menjadi biang keladi kerusuhan (provokator atau preman) dalam masyarakat
6. Melecehkan norma atau aturan yang dijunjung tinggi masyarakat.
Jadi,
salah satu tugas perkembangan masa dewasa adalah pemantapan wawasan,
sikap, dan pengalaman ajaran agama (pemantapan kesadaran beragama). Ada
banyak faktor yang mempengaruhi perjalanan kehidupan beragama seseorang,
di antaranya adalah:
1. Keragaman pendidikan agama yang diterimanya waktu kecil, ada yang menerima dan ada juga yang tidak menerimanya.
2. Keragaman
pengalaman menetapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari,
baik di lingkungan keluarga, sekolah, kantor maupun masyarakat, ada yang
intensif.
3. Keragaman corak pergaulan dengan kolega atau teman kerja, ada yang taat agama begitu pula ada yang melecehkan.
4. Keragaman
sikap terhadap permasalahan kehidupan yang dialami, ada yang sabar
(menerimanya dengan penuh ketabahan) dan ada juga frustasi bahkan
depresi dalam menghadapinya.
5. Keragaman
orientasi hidup, ada yang materialistis-hedonis (orang yang hidupnya
hanya untuk memperoleh kebahagiaan duniawi dengan tidak memperhatikan
nilai-nilai haram-halal atau benar-salah), dan ada juga yang
moralis-agamis (orang yan menjadikan agama sebagai landasan
perilakunya).
Seringkali
dalam kehidupan sehari-hari orang-orang pada masa dewasa sudah mulai
memperdalam ilmu agamanya, sehingga dapat menjadi bekal dalam menjalani
masa dewasanya dengan baik.
C. KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN MAHASISWA
1. Usia Mahasiswa sebagai Fase Usia Dewasa Awal
Kennintston
(Santrock dalam Chusaini, 1995: 73) mengemukakan bahwa masa muda
merupakan periode transisi antara masa remaja dan masa dewasa yang
merupakan masa perpanjangan kondisi ekonomi dan pribadi yang sementara.
Kenniston juga mengemukakan kriteria penting untuk menunjukkan permulaan
dari masa dewasa awal, yaitu kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam
membuaut keputusan.
Lerner
(1983: 554) mengemukakan tentang fase dewasa awal sebagai suatu fase
dalam siklus kehidupan yang berbeda dengan fase-fase sebelum dan
sesudahnya, karena fase usia dewasa awal merupakan fase usia untuk
membuat suatu komitmen pada diri individu, khususnya membuat pilihan
tentang pernikahan, anak, pekerjaan, dan gaya hidup yang akan menentukan
tempat mereka di fase dewasa awal.
Menurut
Erikson (1959, 1963) fase usia dewasa awal merupakan kebutuhan untuk
membuat komitmen dengan menciptakan suatu hubungan interpersonal yang
erat dan stabil. Setiap individu tidak lagi harus berfokus pada diri,
tetapi harus lebih tertarik pada memenuhi kebutuhan orang lain sehingga
memperoleh kepuasan dari pemeuhan kebutuhan tersebut.
Adapun ciri-ciri umum perkembangan fase usia dewasa awal (Hurlock, 1991: 247-252) yaitu:
a. Masa pengaturan, usia dewasa awal merupakan saat ketika seseorang mulai menerima tanggungjawab sebagai orang dewasa.
b. Usia
reproduktif, usia dewasa awal merupakan masa yang paling produktif
untuk memiliki keturunan, dengan memiliki anak mereka akan memiliki
peran baru sebagai orangtua
c. Masa
Bermasalah, pada usia masa dewasa awal akan timbul masalah-masalah baru
yang berbeda dengan masalah sebelumnya, di antaranya masalah
pernikahan.
d. Masa
ketegangan emosional, merupakan masa yang memiliki peluang terjadinya
ketegangan emosional, karena pada masa dewasa awal seseorang berada pada
wilayah baru dengan harapan-harapan baru, dan kondisi lingkungan serta
permasalahan baru.
e. Masa
keterasingan sosial, Ketika pendidikan berakhir dan mulai memasuki
dunia kerja dan kehidupan keluarga, seiring dengan itu hubungan dengan
kelompok teman sebaya semakin renggang.
f. Masa
komitmen, seseorang akan menentukan pola hidup baru, dengan memikul
tanggung jawab baru dan memuat komitmen-komitmen baru dalam kehidupan.
g. Masa
ketergantungan, Meskipun status dewasa dan kemandirian telah tercapai,
tetapi masih banyak orang dewasa awal yang tergantung pada pihak lain.
h. Masa perubahan nilai, jika orang dewasa awal ingin diterima oleh anggota kelompok orang dewaa
i. Masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru
j. Masa kreatif, masa dewasa awal merupakan puncak kreatifitas.
Ciri-ciri
umum tersebut menunjukkan bahwa fase usia dewasa awal merupakan fase
memasuki awal kehidupan yang mulai dihadapkan kepada berbagai
perjuangan, kreativitas, tantangan, perubahan diri, serta problematika
yang secara simultan dan kompleks dihadapi individu.
Sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Hurlock tentang perkembangan fase usia
dewasa awal, mahasiswa yang termasuk masa dewasa awal banyak yang
mengalami fase tersebut. Tidak sedikit orang yang berkomitmen untuk
menikah pada usia masa dewasa awal ini, termasuk mahasiswa. Jadi mereka
mengalami fase perkembangan tersebut walaupun terkadang ada sebagian
orang pada masa dewasa awal mengalami problematika yang kompleks.
2. Aspek-aspek perkembangan dewasa awal
Berikut
merupakan aspek-aspek perkembangan yang sedang dihadapi usia mahasiswa
sebagai fase usia dewasa awal (santrock, 1995: 91-100)
a. Perkembangan fisik
Perkembangan
fisik pada masa dewasa awal dari satu sisi merupakan puncaknya, tetapi
pada sisi lain adalah kecenderungan penurunan periode ini sehingga fase
usia dewasa awal dikatakan sebagai puncak dan penurunan perkembangan
individu secara fisik. Misalnya pendengaran relatif konstan dan mulai
mengalami penurunan pada akhir fase usia dewasa awal. Kondisi kesehatan
dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi gaya hidup yang merusak
kesehatan, nutrisi yang baik, rutinitas berolahraga.
Namun
pada kehidupan sehari-hari dapat ditemukan orang pada masa dewasa awal
justru secara sadar ataupun tidak sadar seringkali mengabaikan kesehatan
mereka, misalnya dengan merokok, malas olahraga, dan sebagainya.
b. Perkembangan seksualitas
Merupakan
sikap dan perilaku seksual pada individu sebagai kodrat dan dampak dari
perubahan-perubahan hormon yang terjadi. Ada dua hal tentang sikap dan
perilaku seksual yaitu ditinjau dari:
1) Sikap
dan perilaku seksual secara heteroseksual. Sikap dan perilaku seksual
berdasarkan tinjauan longitudinal dari tahun 1900-1980-an, menunjukkan
dua kecenderungan penting (Darling et., 1984), yaitu:
a) Persentase dari kaum muda yang melakukan hubungan seksual meningkat tajam.
b) Proporsi
perempuan yang dilaporkan dalam berhubungan seksual meningkat lebih
cepat dari kasus laki-laki, meskipun laki-laki lebih sering berhubungan
seksual.
2) Sikap
dan perilaku seksual secara homoseksual. Homoseksual, yaitu
kecenderungan memilih pasangan seksual dari jenis kelamin yang sama.
Melalui penelitian yang terdahulu (Kinsey) maupun yang baru-baru ini
(Hunt), menunjukkan bahwa 4% dari laki-laki dan 3% dari perempuan yang
disurvei adalah homoseksual.
Sesuai
dengan perkembangan zaman yaitu mulai masuknya tren barat ke Negara
kita, maka semakin banyak ditemukan perilaku seksual secara homoseksual.
Akan tetapi masih lebih banyak yang cenderung heteroseksual, yaitu
menyukai dari yang berlainan jenis kelamin.
c. Perkembangan kognitif
Schaie
(1997) mengemukakan bahwa tahap-tahap kognitif piaget menggambarkan
peningkatan efisiensi dalam perolehan informasi yang baru. Misalnya pada
masa dewasa awal terdapat perubahan dari mencari pengetahuan menuju
menerapkan pengetahuan, menerapkan apa yang sudah diketahui, khususnya
dalam hal penentuan karier dan mempersiapkan diri untuk menghadapi
pernikahan dan hidup berkeluarga.
d. Perkembangan karier
Tuntutan
peran karier terhadap kompetensi menunjukkan sangat tinggi pada fase
usia dewasa awal. Memenuhi tuntutan karier dan penyesuaian diri dengan
peran yang baru adalah penting bagi individu pada fase ini (Heise, 1991;
Smither, 1988).
Terkadang
kita menemukan seseorang yang telah mendapatkan pekerjaan namun tidak
betah dengan pekerjaannya. Hal tersebut mungkin terjadi karena tidak
berhasilnya penyesuaian diri dengan peran yang baru.
e. Perkembangan sosio-emosional
Dalam
menjalin hubungan sosial dengan klingkungannya, pada fase usia dewasa
awal tidak hanya sekedar mampu menunjukkan jalinan persahabatan atau
percintaan, namun lebih mengarah kepada hubungan sosio-emosional yang
terikat oleh komitmen dengan menunjukkan hubungan dan niat untuk
mempertahankan dalam mempersiapkan diri menuju kehidupan bersama melalui
pernikahan dan hidup berkeluarga.
Kajian tentang perkembangan sosio-emosional pada fase usia dewasa awal ialah:
1) Fase
pertama, menjadi orang dewasa dan mulai melangkah untuk hidup mandiri.
Untuk membangun identitas serta membentuk keluarga baru, merupakan
realisasi waktu bagi fase usia dewasa awal dalam menyeleksi diri secara
sosio-emosional, yaitu apa yang akan dibawa dari keluarga asal, apa yang
akan mereka tinggalkan, dan apa yang hendak mereka ciptakan bagi
dirinya ketika akan melangkah ke depan bergabung dalam membina keluarga
sebagai pasangan baru melalui pernikahan.
2) Fase kedua, adalah pasangan baru (new couple)
dari siklus kehidupan keluarga. Pasangan baru yang dimaksud adalah
keterikatan melalui pernikahan yang sah antara dua jenis kelamin yang
berbeda, berasal dari keluarga dan latar belakang kehidupan bahkan
kebudayaan yang berbeda.
3) Fase
ketiga adalah menjadi orang tua dalam kehidupan berkeluarga. Memasuki
fase ini menuntut orang dewasa untuk maju satu generasi dan menjadi
pemberi kasih sayang untuk generasi yang lebih muda. Untuk dapat melalui
fase yang panjang ini, dalam perjalanannya menuntut komitmen waktu
sebagai peran orang dewasa menuju peran sebagai orang tua, serta peran
dalam memahami dan menyesuaikan diri sebagai orang tua yang kompeten dan
sumber teladan bagi anak.
3. Tugas-tugas Perkembangan Dewasa Awal
Havighurst (1961: 259-265) menguraikan tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal, yaitu:
a. Memilih pasangan hidup.
Memilih
pasangan hidup merupakan salah satu tugas perkembangan yang paling
dirasakan menyenangkan, menarik, tetapi sekaligus menggelisahkan serta
penuh dengan kekhawatiran karena disaat para calon pasangan
mempersiapkan diri untuk memilih dan menemukan yang tidak hanya cocok
dan selaras bagi dirinya, tetapi dituntut untuk menyesuaikan dengan
kondisi dan latar belakang kehidupan kedua calon keluarganya
masing-masing.
Menurut
Norman (1992) pemenuhan kebutuhan merupakan faktor utama dalam memilih
pasangan pernikahan. Kebutuhan individu dapat berlainan satu sama lain,
beberapa orang akan lebih memilih pasangan yang melengkapi dirinya, atau
bahkan memilih pasangan yang sifatnya bertentangan, tapi sebagian besar
memilih yang memiliki kesamaan karakteristik. Istilah “opposites attract”
atau daya tarik lawan jenis biasanya terjadi pada pernikahan yang
dilandasi kebutuhan saling melengkapi. Adanya perbedaan kebutuhan
antarindividu dalam pasangan tersebut, yaitu kebutuhan untuk berperan
dominan (memberikan simpati, cinta, dan perlindungan) dan kebutuhan
untuk berperan submissive (memperoleh simpati, cinta, dan perlindungan).
Memahami
perbedaan antara sifat yang bertentangan dan sifat saling melengkapi
sangatlah penting. Norman menambahkan bahwa dalam penentuan pasangan
hidup sangat dipengaruhi oleh kebudayaan. Pengaruh kebudayaan terhadap
penentuan pasangan hidup ditunjukkan dalam dua hal, yaitu pertama,
definisi kebudayaan menentukan sisi yang menarik dari seseorang,
sehingga lawan jenis akan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap
orang yang memenuhi kriteria tersebut. Kedua, terbentuklah “idealisasi
pasangan” pada mental individu, artinya walaupun individu tidak
memperoleh seseorang yang memenuhi kriteria ideal, dia akan menetapkan
standar ideal tersebut pada orang yang dicintainya.
b. Belajar hidup dengan pasangan nikah
Pada
dasarnya hal ini terdiri dari pembelajaran untuk menyatakan dan
mengontrol perasaan masing-masing pasangan seperti: kemarahan,
kebahagiaan, kebencian, kasih sayang, sehingga seseorang dapat hidup
dengan hangat dan harmonis, serta bahagia dengan pasangannya.
Penyesuaian dalam mencapai kepuasan secara biologis, terutama dalam
menjalani hubungan seks, cenderung akan menjadi mudah dan menggairahkan.
Di sisi lain, ketergantungan secara emosi terhadap orang tua cenderung
menjadi lebih sulit dan tertutup. Hal ini akan memberikan warna baru
dalam menjalankan peran masing-masing pasangan hidup sebagai suami istri
yang cenderung memerlukan proses penyesuaian dan pembelajaran lebih
lanjut dalam menempuh keluarga bahagia dan sejahtera.
c. Memulai hidup berkeluarga
Sebagai
pasangan muda mereka akan memperoleh banyak pengalaman baru, dimulai
dari hubungan seksual pertama, hamil pertama, punya anak pertama,
mengalami sakit pertama, dan interaksi sosial dengan keluarga suami atau
keluarga istri. Selanjutnya banyak ditentukan oleh bagaimana cara
pasangan melalui pengalaman pertama tersebut, terutama pada tahun-tahun
awal pernikahan. Menurut Havighurst dalam tugas perkembangan diuraikan
dengan meninjau dari berbagai sudut pandangan sebagai berikut:
1) Sifat tugas.
Dalam
memulai kehidupan berkeluarga, kehadiran anak merupakan manifestasi
dari keberhasilan sebuah pernikahan, bagi pihak istri maupun suami.
Terlebih kesuksesan dalam kehadiran anak pertama, cenderung merupakan
ukuran kesuksesan bagi kehadiran anak berikutnya.
2) Dasar biologis
Melahirkan
anak merupakan suatu proses biologis, apalagi tugas melahirkan anak
pertama merupakan suatu proses biologis dan psikologis.
3) Dasar psikologis
Secara
psikologis, wanita dan pria memiliki suatu tugas yang ingin dicapai
untuk menjadi seorang ayah bagi laki-laki dan seorang ibu bagi wanita.
Bagi wanita, jika dia takut atau benci dengan ide mengenai kehamilan,
maka tugas tersebut akan sulit baginya. Tetapi jika menganggap keibuan
dengan rasa senang sebagai pemenuhan peran seksnya, maka tugas tersebut
menjadi cukup mudah.
4) Dasar budaya
Masalah kehamilan merupakan masalah yang muncul secara pandangan budaya.
5) Implikasi sosial dan pendidikan
Keberhasilan
pada aspek tugas perkembangan ini memerlukan jenis pengetahuan tertentu
bagi suami dan istri, sikap serta peran dan tanggungjawab yang
sepenuhnya untuk menjalankan kehidupan dalam berkeluarga serta memiliki
keturunan.
Pengetahuan
ini semakin banyak diberikan melalui buku-buku bagi orang tua muda dan
melalui kursus-kursus pendidikan untuk calon ayah dan ibu seperti yang
terjadi pada masa sekarangi ini.
d. Memelihara anak
Tugas,
peran, dan tanggungjawab sebagai suami istri sudah lebih bertambah
dengan sebutan sebagai ibu dan ayah, sudah hadir sosok manusia baru
sebagai pelengkap dalam kehidupan di dalam keluarga mereka. Mereka harus
belajar memenuhi berbagai kebutuhan baik secara fisik atau biologis,
maupun kasih sayang yang sepenuhnya diberikan pada anak, sehingga anak
mencapai perkembangan secara optimal sesuai kemampuan dan karakteristik
yang dimilikinya.
e. Mengelola rumah tangga
Kehidupan
keluarga sangat terkait dengan kesiapan secara keseluruhan baik fisik
maupun mental, yang selanjutnya akan sangat bergantung kepada kesiapan
keberhasilannya dalam mengelola rumah tangga sesuai dengan peran, tugas,
dan tanggungjawabnya masing-masing sebagai seorang suami istri atau
orang tua dari anak-anaknya.
f. Mulai bekerja
Dalam
menghadapi dan menjalani tugas perkembangan ini, para pria dewasa awal,
cenderung mulai memperhatikan dan memikirkannya, bahkan sering kali dia
mengabaikan tugas lainnya seperti menunda untuk mencari calon pasangan
hidup. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan wanita dewasa awal yang
cenderung belum begitu aktif dalam menghadapi tuntutan pekerjaan.
g. Bertanggung jawab sebagai warga Negara
Sebagai
individu dewasa awal mulai menunjukkan adanya ras tanggungjawab bagi
kesejahteraan baik pada keluarga, tetangga, kelompok masyarakat, sebagai
warga Negara, atau organisasi politik.Pria atau wanita muda jarang
mengikuti partisipasi aktif dalam organisasi dewasa sebelum mencapai
usia 25 atau 30 tahun, karena sangat banyak yang memulai karier dalam
masyarakat, jadi sulit memiliki waktu untuk bergabung baik dalam suatu
organisasi atau ikut serta dalam aktifitas kewarganegaraan dan politik.
h. Menemukan kelompok sosial yang serasi
Bersama-sama
sebagai pasangan mencari teman baru, orang-orang seumur dengan mereka,
yang memiliki ketertarikan yang sama dan dengan orang dimana mereka dpat
mengembangkan suatu jenis baru kehidupan sosial yang dapat berlangsung
selama kurang lebih sampai 40 tahun.
Pada
kenyataannya tidak sedikit orang pada masa dewasa awal sulit untuk
menentukan pasangan hidup, menjalani kehidupan berumahtangga. Mereka
yang tidak bisa mengelola rumah tangga dengan baik dapat menjadi
penyebab gagalnya hubungan rumah tangga mereka, dan juga ada faktor lain
yang turut mempengaruhi, misalnya pekerjaan yang belum mencukupi
kebutuhan keluarga barunya dan sebagainya.
D. PERIODE DEWASA AWAL SEBAGAI MASA PERSIAPAN PERNIKAHAN
1. Konsep dasar pernikahan
Pernikahan
merupakan suatu ikatan yang terjalin di antara laki-laki dan perempuan
yang telah memiliki komitmen untuk saling menyayangi, mengasihi, dan
melindungi berdasarkan syariat agama. Menurut Sigelma dan Shafer,
pernikahan merupakan suatu transisi kehidupan yang mencakup pengambilan
peran b
………………………………………………………….aru (sebagai suami atau istri) dan menyesuaikan dengan kehidupan sebagai pasangan.
McGoldrick
(1989) mendefinisikan pernikahan adalah adanya keterikatan yang sah
antara dua jenis kelamin yang berbeda sebagai pasangan baru (new couple),
dan berasal dari keluarga serta latar belakang kehidupan bahkan
kebudayaan yang berbeda. Norman (1992) mengemukakan bahwa pernikahan
adalah ikatan terdekat yang terjadi pada dua orang yang disiapkan untuk
kebutuhan hidup bersama menuju cita-cita yang dapat tercapai,
keharmonisan yang dipertahankan dan perintah Tuhan yang dijalankan.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa pernikahan adalah ikatan yang terjalin secara
sah antara laki-laki dan perempuan dalam menjalani peran hidup yang baru
secara bersama menuju harapan dan cita-cita sesuai dengan perintah dan
ajaran agama. Makna dan hikmah pernikahan dalam hidup berkeluarga bagi
yang berada pada fase usia dewasa awal seyogianya menjadi sebuah bekal
kesiapan diri untuk terlebih dahulu mengenal, memahami, serta
menyikapinya secara positif yang dijadikan sebagai rujukan di dalam
membangun kehidupan keluarga yang serasi dan sejahtera.
Ciri-ciri usia dewasa awal yang memiliki sikap positif terhadap pernikahan yaitu sebagai berikut:
a. Mau mempelajari hal ikhwal pernikahan
b. Meyakini bahwa nikah merupakan satu-satunya jalan mensahkan hubungan seks antara pria dan wanita
c. Meyakini bahwa nikah merupakan ajaran agama yang sakral (suci) yang tidak boleh dilanggar
d. Mau mempersiapkan diri untuk menempuh jenjang pernikahan.
Asumsi
di atas benar adanya tentang definisi pernikahan. Banyak orang yang
positif dalam menanggapi pernikahan, sehingga didapat ciri-ciri
tersebut. Namun terkadang ditemui orang yang sudah dewasa belum terlalu
mempersiapkan diri ke dalam jenjang pernikahan, dan sebaliknya pada masa
dewasa awal, atau bahkan remaja sudah ada yang berperilaku siap
menikah.
2. Syarat pernikahan
Sebagai kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga harus memperhatikan persyaratan yang di antaranya adalah:
a. Kematangan fisik (bagi wanita setelah usia 18-20 tahun, bagi pria usia 25 tahun).
b. Kesiapan materi (bagi suami diwajibkan member nafkah kepada istri).
c. Kematangan
psikis (mampu mengendalikan diri, tidak kekanak-kanakan, tidak mudah
tersinggung, dan tidak mudah pundung, berkisap mau menerima kehadiran
orang lain dalam kehidupannya; mempunyai sikap toleran, bersikap hormat
atau mau menghargai orang lain, dan memahami karakteristik pribadi
dirinya atau calon istri atau suaminya)
d. Kematangan
moral-spiritual (memiliki pemahaman dan keterampilan dalam masalah
agama, sudah bisa dan biasa melaksanakan ajaran agama, terutama shalat
dan mengaji kitab suci, dan dapat mengajarkan agama kepada anak).
Pakar psikologi, Papalia dan Olds, dalam buku Human Development
(1995) mengemukakan bahwa usia terbaik untuk menikah bagi perempuan
adalah 19-25 tahun. Kesiapan usia ini sangat berpengaruh dan menjadi
barometer, baik dalam memulai kehidupan berkeluarga maupun untuk menjadi
pengasuh anak pertama (the first parenting).
Namun
dalam kenyataannya sering dijumpai orang yang menikah belum memiliki
kematangan psikis, maupun moral-spiritual secara baik. Hal tersebut akan
berdampak pada pernikahan mereka. Mahasiswa masih banyak yang bersikap
kekanak-kanakan, belum mampu mengendalikan dirinya dengan baik.
3. Beberapa kondisi yang mempengaruhi kesulitan penyesuaian pernikahan
Terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi munculnya kesulitan dalam melakukan penyesuaian dalam pernikahan, yaitu:
a. Persiapan
pernikahan yang terbatas. Kurangnya persiapan dapat mengakibatkan
pasangan memiliki waktu yang terbatas dalam mempersiapkan diri dengan
pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan-keterampilan yang bermanfaat
dalam kehidupan keluarga, sehingga mereka tidak memiliki keterampilan
komunikasi, berelasi, membesarkan anak, bergabung dengan keluarga, serta
mengelola keuangan.
b. Perbedaan
konsep tentang peran atau tugas dalam pernikahan. Konflik mudah terjadi
dalam pernikahan apabila pasangan suami istri memiliki konsep yang
berbeda tentang sesuatu.
c. Cepat
menikah. Terlalu cepat menikah dapat membawa ke arah munculnya masalah,
seperti suka marah dan cemburu yang tidak terkendali, sehingga
menghalangi munculnya penyesuaian pernikahan yang lebih baik.
d. Memiliki
konsep-konsep yang tidak realistik tentang pernikahan. Orang dewasa
yang hanya menghabiskan hidupnya di sekolah dan perguruan tinggi tanpa
berupaya memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman tentang
pernikahan dan kehidupan berkeluarga, cenderung memiliki konsep yang
tidak realistik tentang pernikahan. Akibatnya akan lebih sulit melakukan
penyesuaian-penyesuaian dalam pernikahan dan kehidupan keluarga.
e. Pernikahan
campur. Pernikahan lintas budaya atau agama biasanya mengalami
kesulitan dalam melakukan penyesuaian dengan orang tua dan sanak family,
dibandingkan dengan pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang
memiliki latar belakang suku atau agama yang sama.
f. Masa
perkenalan yang singkat. Mengakibatkan pasangan kurang memiliki
kesempatan cukup untuk mengenal dan memahami pribadi masing-masing
terutama dalam memeahami hambatan-hambatan yang berpotensi menjadi
masalah dalam relasi mereka.
g. Konsep
romantik tentang pernikahan. Banyak orang dewasa masih memiliki konsep
romantik yang sama dengan konsep yang mereka terima ketika masih remaja.
Padahal konsep romantik pada masa remaja seringkali tidak realistik.
h. Tidak
memiliki identitas. Jika seorang pria merasa bahwa dia diperlakukan
istrinya seperti istri memperlakukan anggota keluarganya yang lain,
teman, dan rekan kerjanya, atau seorang istri merasa mendapat
penghormatan sebagai ibu sama dengan penghormatan yang diberikan suami
kepada ibu keluarga lain, maka mereka akan merasa kehilangan identitas
sebagai individu. Perasaan tersebut akan mengakibatkan penyesuaian
pernikahan sulit untuk dilakukan.
Hurlock
(1980:292) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap
keberhasilan pasangan dalam melakukan penyesuaian dalam pernikahan
adalah sebagai berikut:
a. Konsep
pasangan yang ideal. Dalam memilih pasangan seorang pria ataupun wanita
dibimbing oleh konsep pasangan ideal yang ada dalam pikirannya.
b. Pemenuhan
kebutuhan. Terpenuhnya kebutuhan masing-masing suami istri dapat
mewujudkan penyesuaian semakin mudah untuk dilaksanakan
c. Kesamaan
latar belakang. Latar belakang yang sama antara suami istri dapat
membantu mereka semakin mudah dalam melakukan penyesuaian, terutama
kesamaan pola asuh dalam keluarga, budaya, dan agama..
d. Minat
dan kepentingan bersama. Keinginan-keinginan yang sama, harapan-harapan
yang sama, cenderung membawa ke arah penyesuaian yang lebih baik bagi
pasangan.
e. Kesamaan nilai-nilai. Kesamaan makna dan nilai-nilai yang dimiliki pasangan dapat memudahkan mereka dalam melakukan penyesuaian.
f. Konsep
peran. Suami dan istri yang memiliki konsep yang sama tentang peran,
tugas, tanggungjawab, akan lebih mudah dalam melakukan penyesuaian.
g. Perubahan
dalam pola hidup. Penyesuaian bermakna melakukan perubahan terhadap
pola hidup, mengubah kebiasaan, mengubah hubungan, mengubah kegiatan.
Perubahan pola hidup selalu diikuti oleh ketegangan-ketegangan emosional
yang dapat berkembang menjadi suatu masalah yang mengganggu.
Pada
masa awal pernikahan memang dituntut untuk dapat menyesuaikan diri.
Menurut pengamatan, tidak jarang masa usia dewasa awal kesulitan pada
masa persiapan pernikahan tersebut, banyak faktor yang menjadi kendala,
misalnya kendala untuk mandiri membangun rumah tangganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar